Mungkin, saya memilih Tottenham Hotspur di EPL, sama seperti ketika menambatkan hati pada Kinal di JKT48. Saya hanya jadi fans layar kaca. Mengikuti dan menekuri akun Twitter resminya (@SpursOfficial dan @Kinal_JKT48), memasuki fandom mereka (meski tak terlalu fanatik amat), dan sebatas sampai beli merch yang berhubungan dengan mereka.
Untuk klub kesukaan di Liga Inggris ini, saya termasuk fans abal-abal yang alay, seperti anak-anak yang mudah terdistraksi pada layangan lepas yang terombang-ambing angin. Kalau tak salah, saya pernah menyukai Arsenal, lalu Manchester United, kemudian Manchester City, dan berakhir di Tottenham Hotspur. Dan saya yakin betul, bahwa saya akan setia pada klub London Utara ini, untuk sekarang dan selamanya (semoga).
See, West Ham football is mediocre. But our firm is top-notch, and everyone knows it. The GSE: Green Street Elite. Arsenal… great football, shit firm… the Gooners. Tottenham… shit football, and a shit firm… the Yids, they’re called. I actually put their main lad through a phone box window the other day.
Pete Dunham – Green Street Hooligans
Dalam film tahun 2005 yang dibintangi Elijah Wood ini, Tottenham tak disebut tim medioker, tapi langsung dikatai sampah. Lantas kenapa saya memilih berlabuh di ‘klub sampah’ ini?
“Ini seperti agama. Tak ada ‘kenapa’,” jawab Orhan Pamuk ketika ia ditanya kenapa menyukai Fenerbahçe. Oh, tapi saya tak mau memakai jawaban itu. Jika saja saya ditanya kenapa saya jadi bobotoh Persib, tentu tanpa ragu saya akan meniru jawaban peraih nobel sastra asal Turki itu. Karena Persib itu nyata, klub yang lain hiperrealitas, yang lain-lainnya lagi simulakra.
Jadi, kenapa dukung Tottenham Hotspur? Pertama, karena saya suka London. Ya, memang ada yang namanya Chelsea, Arsenal, West Ham, Fullham, Crystal Palace, Queens Park Ranger, dan kawan-kawan lain di ibukota Inggris ini. Dan saya memilih Tottenham karena saya seorang moderat, selalu suka pada yang pertengahan. Arsenal dan Chelsea terlalu mainstream, sisanya hanya remah-remah.
Alasan kedua, jujur, saya mula-mula kepincut karena logonya. Ayam jago yang bertengger di atas bola sepak. Keren sekaligus imut.
Oh ya, saya belum menjawab pertanyaan judul postingan ini: Apa asyiknya jadi fans Tottenham Hotspur? Ya, asyik-asyik aja sih. Gitu. Dan ternyata pengarang realisme magis kenamaan favorit saya, Salman Rushdie, pendukung Spurs juga.
http://wangihujan.blogspot.co.id/2013/01/just-do-it.html
Duh West Ham anying!
yang penting asyik.
Wah brati ayam jago yg di mangkok bakso, mungkin desainer mangkoknya ngefans sama Tottenham ya? Hehehehe….
Mungkin gara-gara keseringan makan mi baso ya, jadi si logo ayamnya masuk ke alam bawah sadar saya. hmm..
hmmm bisa jadi. bisa jadi…..
Saya nggak suka klub. Suka ama mourinho. Kemana pun ia pergi saya bakalan ndukung klub yang ia bela.
Wah, saya malah baru tahu Orhan Pamuk sukanya Fenerbahche *ga nyambung*
Ada di artikel wawancaranya di situs Spiegel ini >>> http://www.spiegel.de/international/europe/spiegel-interview-with-orhan-pamuk-football-is-faster-than-words-a-557614.html
Nanti bisa diterjemahkan klub ayam sayur, hahaha…. #becanda bro.
meni ngga mau yang mainstream rip haha
Kalau kata Haruki Murakami mah gini: Jika kau hanya membela klub yg dibela orang banyak, kau akan berpikir sama seperti mereka.
Nggak pernah ngerti sama tim-tim sepakbola. :’) Dan baru tahu ternyata suka Kinal JKT48 :v
Aku dan Kinal (mungkin) di kehidupan lalu adalah sepasang kekasih. Itulah kenapa aku jatuh cinta padanya.
Suka ya suka saja begitu ya Mas. Mungkin ada kecocokan antara dirimu dan Tottenham :haha.