Apa yang Dostoyevski Bicarakan dalam Novel Pendeknya

“Saya menulis sebuah novel tiap tiga atau empat tahun, dan orang-orang menantikannya,” jelas penulis Norwegian Wood itu. “Saya pernah mewawancarai John Irving, dan dia mengatakan kepada saya bahwa membaca buku yang bagus merupakan sebuah suntikan obat. Setelah mereka kecanduan, mereka akan selalu menunggu.”

Seperti dendam, serta rindu, candu juga harus dibayar tuntas. Kalau tidak, bisa sakaw. Saya sendiri belum pernah nyimeng, tapi saya pikir kecanduan adalah sesuatu yang mengasyikan sekaligus menyiksa (baca deh All Transparent Blue-nya Ryu Murakami).

Begitulah ketika kecanduan baca Haruki Murakami, meski kadang bosan karena ceritanya gitu-gitu aja, selalu nagih untuk terus membaca karya-karya dia. Masalahnya, saya sudah melahap hampir semua cerita bikinannya (baca yang terjemahannya, baca ebook bajakan dari internet, dan kalau kau pinjam buku-buku Murakami dari Kineruku sudah bisa dipastikan bakal ada nama saya di daftar peminjam), kalau ‘madat’ sudah habis, harus apa lagi coba?

“Bahkan sekarang, ideal saya dalam menulis fiksi adalah untuk menempatkan Dostoevsky dan Chandler bersama-sama dalam satu buku. Ini tujuan saya,” aku seorang Haruki Murakami dalam wawancara di Paris Review tadi. Kebanyakan fans-fans Murakami mungkin enggak terlalu peduli sama Fyodor Dostoyevsky atawa Raymond Chandler, tapi saya peduli. Tentunya karena saya ingin tahu bagaimana seorang Murakami bisa meracik candu dahsyat yang membuat saya mabuk kucubung.

fyodor dostoevsky

Catatan dari Bawah Tanah (Notes from Underground)

Perkenalan pertama saya dengan Dosky (biar kelihatan akrab, selanjutnya saya panggil Dostoyevsky dengan ini saja) adalah dengan membaca Catatan dari Bawah Tanah, novel pendek terjemahannya dari Pustaka Jaya.

Saat itu, saya belum kenal Murakami, alasan saya membaca Dosky karena habis baca kumcer Dari Ave Maria ke Jalan Lain di Roma-nya Idrus, dan salah satu cerpennya, Corat-Coret di Bawah Tanah, dihubung-hubungkan dengan nama Dosky.

Oke, jadi apa yang Dosky bicarakan? Seorang tokoh yang hobi menggerutu dalam pikirannya (yang kemudian saya kenal istilah Stream of Consciusness). Tokoh yang mengolok-olok sistem masyarakat, dari moral, politik, sampai budaya, tapi pada akhirnya dia sendiri, di usia tuanya itu, menyesal atas hidup yang telah ia jalani. Merasa terpental dari masyarakat.

Poor Folk

Selalu menarik untuk membaca novel perdana seorang penulis. Dibikin selama sembilan bulan dari tahun 1844 sampai 1845, sampai berojol karya debut yang banyak terinspirasi penulis besar Rusia sebelum Dosky: Gogol, Pushkin, dan Karamzin.

Poor Folk ditulis dalam bentuk korespondensi surat antara dua karakter utama, Makar Devushkin dan Varvara Dobroselova, sepupu yang sama-sama hidup melarat. Novel yang menggambarkan kemiskinan.

Sebuah persahabatan yang mendalam tapi aneh berkembang antara mereka sampai Dobroselova kehilangan minatnya akan sastra, dan dalam berkomunikasi dengan Devushkin setelah seorang duda kaya meminangnya.

Sudah ada terjemahannya dari Penerbit Oak, dengan judul ‘Orang-Orang Malang’.

The Double

Yakov Petrovich Golyadkin bertemu dengan Yakov Petrovich Golyadkin lainnya. Dan Golyadkin yang introvert itu iri sama Golyadkin baru itu, doppelganger-nya yang ekstrovert. 

Oh, dan saya tertarik buat menerjemahkan novel pendek ini.

The Eternal Husband

Plot cerita berputar antara hubungan kompleks antara Alexei Ivanovich Velchaninov dengan suami dari istri yang pernah diselingkuhinya, Pavel Pavlovich Trusotsky. Setelah ditinggal mati Natalia, Trusotsky menjadi duda yang doyan mabuk-mabukan, hijrah ke St. Petersburg, dan berjumpa dengan Velchaninov tadi.

*

Saya belum membaca mahakaryanya, The Brother Karamazov, atau novel lainnya semisal The Idiot atau Crime and Punishment, tapi sudah bisa dipastikan yang dibicarakan adalah menyoal psikologi manusia dalam atmosfer sosial, politik, dan spiritual Rusia abad ke-19 yang bermasalah.

Meski memakai latar ruang waktu yang sudah silam, kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya manusia dari dulu begini-begini saja, hanya zaman yang berubah. Bahkan, saya sering ‘kesasar’, menganggap bahwa saya sedang membaca novelnya Murakami, kalau saja tak terselamatkan oleh nama-nama dan istilah Rusia yang njelimet itu.

Entahlah, tiba-tiba muncul khyalan macam begini: Mungkin suatu hari nanti, jika saja diwawancara Paris Review soal penulis yang menginspirasi saya, maka saya akan meniru jawaban Haruki Murakami, “Ya, ya, inilah realisme pornografis. Saya hanya berusaha mengawinkan Dostoyevsky dan Enny Arrow.”

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1880

10 Comments

  1. Out of topic bentar nih rip, gara-gara kamu ngomongin Murakami terus, urang jadi penasaran, terus nyari-nyari bukunya hese, yang dapet cuman Norwegian Wood doang.. Nyari online yang impor hargana 250 lebih.

    eh, kamu pinjem di kineruku -_-

    • Iya, pinjam ke Kineruku aja sana, ada di deretan rak label fiksi paling bawah yg dekat rak jualan CD. Atau kalau udah kuat baca ebook, buka kickass, dan donlot sepuasnya (Murakami udah jadi orang kaya ini).

      • Emang di Indonesia Carver jauh lebih “populer” ketimbang “Chandler” kayaknya :-/ Gap waktu terbitnya juga relatif lebih baru. Ah, tapi bedanya banyak bangetlah kalo ngebandingin keduanya mah, ha, biarpun sama2 Raymond dan dirujuk si Aki Murakami.

        • Emang cuma mirip namanya aja sih.
          Kalau Chandler mah dibandinginnya sama angkatan setelah Conan Doyle juga Agatha Christie.
          Carver mah emang rada kekinian, pewarisnya Hemingway.

  2. Kayaknya nama tokoh di cerita Doski susah disebut semua, ya?

    Wah! Kabar menggibarakan banget nih kalo masnya bakal terjemahin The Double itu.
    Setelah saya baca reviewnya di blog senpai Eka 😀 , kayaknya saya bakal bilang “Kampret! Ini tokohnya gw banget”

    Ditunggu!

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *