Jepang menurut saya adalah negara terfotogenik. Dari arsitektur sampai orang-orangnya ga bakal ngebosenin buat dijadikan obyek foto. Dan mungkin inilah yang membuat seorang Daido Moriyama selama 50 tahun lebih terus menjepretkan kameranya di jalanan Tokyo, khususnya distrik Shinjuku.
Sampai hari ini, Daido Moriyama yang sudah berusia lanjut masih aktif memotret. Rekornya ini mengalahkan seorang Henri Cartier-Bresson yang pensiun setelah merasa cukup memotret selama empat puluh tahunan.
Jika melihat gayanya, bisa dibilang Daido Moriyama ini layaknya anjing liar, berkeliaran tak tentu arah tanpa tujuan jelas. Masuk ke gang gelap sempit, dan jepret ini-itu yang dianggapnya menarik. Foto fenomenalnya, Stray Dog, bahkan mewakili gaya sang bapak street photography-nya Jepang ini.
Berawal pada akhir dekade 1960-an, gaya fotografinya terbentuk sebagai respon atas kondisi Jepang paska Perang Dunia II dan pendudukan Amerika telah mendorong timbulnya modernisasi Barat yang konsumtif.
Daido Moriyama menolak gaya fotografi yang populer pada saat itu, fotojurnalistik yang humanis dan obyektif, karena menurutnya itu tidak mencerminkan kondisi bangsa Jepang.
Sebagai gantinya, ia dan beberapa kolega fotografer mengedepankan gaya estetika visual yang akhirnya dikenal dengan istilah are-bure-boke, kasar-kabur-tidak fokus, dengan kontras super tinggi dan sudut pengambilan yang kerap seperti oleng.
Istilah snapshot sering dianggap aib bagi kebanyakan fotografer, karena menggambarkan sesuatu yang amatiran. Tapi inilah gayanya, melalui pendekatan kasual ini karya-karyanya lahir. Berhubung Daido Moriyama hanya mengandalkan sebuah kamera saku.
Ketika kita terlalu terobsesi pada kamera beserta gear lainnya dan lebih disibukan untuk berdebat soal DSLR vs rangefinder, lensa prime vs zoom, dan beragam masalah teknis lain. Pada akhirnya fotografi adalah soal menciptakan foto.
Untuk kamera sendiri, Daido Moriyama boleh dibilang ga beli satu pun. Kameranya antara pinjaman atau hadiah dari orang lain, salah satunya yang paling dikenal adalah kamera saku film Ricoh GR1 yang merupakan pemberian dari temannya.
Daido pun tak pernah tertarik untuk beralih ke kamera jenis SLR. Karena menurutnya, dengan kamera saku membuat kita lebih fokus terhadap menghasilkan foto ketimbang memusingkan soal setting kamera. Dan keuntungan lainnya tentu saja kamera saku tak terlalu intimidatif ketimbang SLR.
Dengan hanya mengandalkan sebuah kamera saku, Daido telah menelurkan banyak buku fotografinya. Dan dengan hanya jalanan Shinjuku sebagai obyeknya, karya foto-fotonya mejeng di beragam pameran, baik dalam negeri Jepang, maupun mancanegara.
Pelajaran penting dari Daido Moriyama adalah agar kita jangan terlalu silau dengan rumput tetangga. Baik itu soal tempat tinggal kita sebagai obyek foto dan juga kamera yang kita punya.
Biarlah jika belum bisa pergi ke luar negeri, sesungguhnya tempat tinggal kita akan selalu menarik untuk dijadikan obyek foto. Cobalah jalan-jalan dan bawa kamera, mau cuma kamera saku, kamera hape, kamera lomo, DSLR, medium format, atau apapun jenisnya.
Seperti halnya master fotografi jalanan Daido Moriyama ini, jadikan diri kita layaknya seorang turis di kota sendiri.
*
Referensi
- Kim, Eric. 27 Maret 2013. 5 Lessons Daido Moriyama Has Taught Me About Street Photography.
- Scaldaferi, Graziano. 11 Januari 2017. Daido Moriyama: The Father of Street Photography in Japan. The Culture Trip.
sebagai amatir saya setuju … daripada berdebat teknis mending membuat karya menjepret yang banyak (seperti snapshot) ..siapa tahu salah satu ada yang “nyangkut” 😆
Daido Moriyama hanya fokus terhadap karyanya dan tidak dipusingkan oleh setting dan teknik. Bener-bener keren
Sedikit serem juga ya gaya photographynya Daido Moriyama.. tapi keren lah..
Pernah dibahas di Provoke! soal fotografer yg karya-karyanya nyeremin, dan om Daido ini masuk.
Iya jugak ya, Rif.. Buktinya dengan kamera saku, beliau bisa menghasilkan foto yang artistik.. 😀
Dan dari foto-foto tadi bisa ngehasilin duit. 😎
Bagi orang awam yang kurang begitu dekat dengan fotografi pasti akan kesulitan yang menikmati karya-karya simpel dari Moriyama
Emang banyak yg merasa begini, saya juga. Foto-fotonya keliatan standar, ga beda jauh kaya yg main Lomografi gitu.
Prinsip dan filosofinya dalam menggeluti fotografi lebih berkesan ketimbang karyanya.
Saya sekarang lebih suka pake kamera handphone sih mas.
Lebih ringkes dan hasilnya juga gak kalah sama kamera saku, hihihi 😀
Btw, saya sempat baca judulnya “Dildo”.
Alamaaak, dasar otak mesum saya ini 😆
HP emang katanya “future of photography”.
bagaimanapun, rumput sendiri dirasa lebih nyaman daripada rumput tetangga.
jepang memang selalu kece dari tahun ke tahun ya..
btw, lo fans nya taeyeon? gue suka tuh.. lagunya yang like a star 🙂
Iya suka aja sih buat lucu-lucuan, buat sekarang sih ga terlalu ngikutin perkembangan SNSD sama Taeyeon.
daido morayama emng keren ya mas mantap…. txh mas arif salam kenal yah…
Bagus juga hasil jepretannya (y)
Kalau ga bagus ga mungkin dipajang di pameran dan dibuat bukunya.
Oke
mungkin aku harus mencoba jadi expert dengan kamera hape aja sepertinya
Iya tapi itu kelarin dulu skripsinya.
Setuju sama komentarnya mas Yos di atas. saya kesulitan menikmati karya Daido ini nih.. kayaknya kok biasa aja..
hasil khas-nya ricoh grainnya gak nahan yah
Grain-nya bikin nagih.
“jadikan diri kita layaknya seorang turis di kota sendiri.” setuju banget
seringnya kita malah ingin ketempat tempat yang jauh padahal di tempat sendiri banyak objek objek yang gak kalah bagus untuk di potret
Makanya harus sering “jalan-jalan men” di kampung halaman sendiri.
efek hitam putih yang penuh cerita
Seringnya foto hitam putih lebih banyak bercerita.
Berarti dia gak pernah beli kamera sendiri ya. Semua di kasih dan hadiah
Ya, kadang juga kameranya pinjeman dari orang.
udah sering denger om daido ini emang terkenal di kalangan strit potograper..
thanks videonya bro
menginspirasi banget!
hehehe
Daido memang keren.sangat menginspirasi banget.