Eduardo Galeano: Simón Bolívar Kiwari

Uruguayan-writer-Eduardo galeano

Dalam Galileo-nya Bertolt Brecht, sang antihero eponim itu ditentang oleh muridnya, yang sangat marah karena orang hebat itu telah menarik ucapannya: “Tak bahagia adalah tanah yang tak melahirkan pahlawan.” Tanggapan Galileo tenang: “Tak bahagia adalah tanah yang membutuhkan pahlawan.” Dan dia terus mengerjakan manuskripnya, yang kemudian dia pindahtangankan pada muridnya yang terasing, yang menyadari di akhir permainan bahwa apa yang benar-benar penting telah dicapai. Ide-ide akan bertahan. Mendiang sahabat dan kawan saya, jurnalis dan sejarawan Uruguay, Eduardo Galeano, yang meninggal minggu ini, tidak pernah menarik kembali keyakinannya secara pribadi atau di depan umum. Dia juga tidak percaya pada pahlawan.

Seluruh pekerjaannya diliputi dengan ide demokrasi massa, di mana orang miskin dan tertindas mencapai emansipasi diri melalui tindakan bersama untuk tujuan yang terbatas atau lebih luas. Galeano adalah Simón Bolívar modern, yang mengusahakan lewat penanya layaknya pembebas dengan pedangnya: kesatuan benua mereka melawan kerajaan lama dan baru. Dia berbicara untuk suara-suara bawah tanah benua ketika diktator militer yang didukung AS menghancurkan demokrasi di sebagian besar Amerika Selatan; ia berbicara bagi mereka yang disiksa, karena penduduk pribumi dihancurkan oleh penindasan ganda dari kerajaan dan oligarki kreol.

Apakah dia optimis atau pesimis? Keduanya, seringnya bersamaan, tetapi dia tidak pernah putus asa. Hak untuk bermimpi, dia bersikeras, harus dituliskan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Hal itu tetap kuat sepanjang hidupnya. Terlihat dalam karya lirisnya tentang sejarah Amerika Selatan. Sejarah ditulis sebagai puisi, tiga jilid sketsa, masing-masingnya jadi mutiara yang membuat kalung yang menakjubkan. Ada dalam jurnalismenya dari Marcha di Uruguay 1960an sampai La Jornada di Meksiko hari ini. Dia tidak pernah dogmatis, selalu terbuka terhadap ide-ide baru.

Setelah tirani kediktatoran-kediktatoran militer ia menyadari bahwa jalan bersenjata telah menjadi bencana, bahwa revolusi Kuba tidak dapat ditiru secara membabi buta. Kelahiran gerakan-gerakan sosial baru dan kemenangan-kemenangan Bolivarian adalah sumber inspirasi dan keprihatinan. Dia tidak mau melihat kesalahan lama terulang. Setiap kali kami bertemu ini sangat kuat dalam dirinya. Kita tidak hanya dikalahkan oleh musuh, ia akan bersikeras, tetapi juga, sampai batas tertentu, oleh diri kita sendiri. Kaum revolusioner bukannya tanpa cacat.

*

Diterjemahkan dari My hero: Eduardo Galeano.

Tariq Ali telah menjadi tokoh kiri internasional sejak tahun 60an. Dia menulis untuk Guardian sejak tahun 70-an. Dia editor paling lama dari New Left Review dan seorang komentator politik cemerlang.

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1789

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *