Dengan beragam layanan streaming serta distribusi digital yang makin luas, serta pasar internasional yang lebih terbuka, industri anime mengeruk lebih banyak profit tiap tahunnya. Namun di baliknya, industri ini masih relatif tidak sehat, terutama bagi para animatornya, dengan upah yang rendah, kekurangan tenaga pekerja seni, dan jam kerja yang panjang.
Di belakang anime yang kita tonton, banyak animator yang menghadapi kondisi kerja yang dapat menyebabkan kelelahan dan bahkan bunuh diri. Ketegangan antara struktur industri yang kejam dan idealisme artistik anime memaksa animator untuk menderita eksploitasi atas seni.
Masaaki Yuasa lewat Keep Your Hands off Eizouken! berusaha merayakan anime sekaligus memotret pergulatan di balik penciptaannya dari perspektif animator.
Eizouken dan Proses Penciptaan Anime
Anime adaptasi dari manga karya Sumito Owara ini mengikuti sekelompok gadis sekolah menengah yang membuat anime mereka sendiri: Midori Asakusa yang begitu antusias akan anime serta pengkhayal tingkat tinggi, Tsubame Mizusaki yang anak orang kaya dan seorang model tapi lebih menyukai jadi animator, dan Sayaka Kanamori yang pragmatis dan berlidah kecut.
Mereka ingin menciptakan anime bikinan sendiri, dan memutuskan mendirikan Eizouken, yang jika diartikan klub riset film, dengan alasan sebenarnya agar diberi fasilitas dan dana dari sekolah.
Eizouken dengan sempurna menggambarkan mengapa orang menyukai animasi, juga berfungsi sebagai surat cinta untuk setiap aspek kecil dari produksi animasi. Bagaimana cara merakit seni pergerakan dalam animasi, atau kesulitan ketika ingin membuat angin dan asap agar tampak hidup, sambil menunjukkan kecintaan mendalam pada medium anime ini dan pada orang-orang yang membuatnya.
Dalam episode ketiga serial ini, para gadis harus membuat animasi pendek untuk membuktikan “Studio Eizouken” yang baru mereka dirikan itu di hadapan dewan siswa, dengan tenggat waktu yang sangat ketat. Mizusaki memprotes bahwa dia butuh waktu lebih banyak agar hasilnya lebih baik, tetapi kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa industri anime merupakan salah satu yang terbebani oleh permintaan tinggi dengan waktu mepet.
Dengan hanya 55 hari kerja, mereka harus mengurangi animasi sekitar lima hingga tiga menit karena hal ini membutuhkan 3.600 gambar dan malam tanpa tidur selama dua bulan. Episode ini dan setelahnya memotret kembali lingkungan bertekanan tinggi yang telah menjadi norma bagi para animator profesional. Ada satu lelucon konyol ketika Kanamori menemukan Asakusa tidur di bawah meja untuk meniru kebiasaan animator panutannya.
Bahkan dengan pengurangan beban kerja tadi, kita masih melihat kerugian fisik untuk mencapai animasi tiga menit. Pada satu titik, Yuasa menyorot tangan Mizusaki yang bernoda tinta yang ditutupi beragam luka dan plester. Ini adalah sekilas tentang kerja yang dibutuhkan untuk membuat anime.
Permintaan tinggi dan jumlah karya yang dihasilkan oleh seniman hanya dihargai 200 yen (sekitar 30 ribu rupiah) per gambar. Rendahnya tarif upah ini bisa ditarik kembali ke masa ketika Osamu Tezuka, godfather-nya anime, memulai fondasinya dalam medium yang masih muda ini. Biaya produksi Astro Boy sengaja ditekan agar bisa diterima jaringan televisi. Produksi anime murah sekarang telah jadi norma, yang berarti bahwa terlepas dari jumlah waktu dan upaya yang diperlukan untuk membuat tontonan ini, para seniman sering kali cuma freelancer yang dibayar rendah. Pengecualian, ada juga studio semacam Kyoto Animation yang menggunakan staf yang digaji, dan karenanya studio ini diapresiasi berkat lingkungan kerjanya yang baik.
| Lihat: Tragedi Pembakaran Kyoto Animation: Horor, Patah Hati dan Misteri
Kembali ke Eizouken, setelah menemukan kompromi antara kualitas dan efisiensi, mereka masih merasa terlambat. Rekaman cuplikan kurang dari lima detik, atau empat potongan, membutuhkan waktu kerja 20 hari. Dengan tenggat waktu yang makin menyusut, kompromi menjadi lebih besar dan ketegangan antara dorongan kreatif dengan kebutuhan menjadi lebih besar pula.
Asakusa akhirnya mengesampingkan idealisme dan berupaya menyamarkan penggunaan ulang frame animasi, mengurangi detail dan penggunaan latar belakang statis atau berulang. Strategi yang biasanya digunakan oleh di lapangan asli. Dengan kata lain, mereka adalah semacam kompromi yang telah disepakati animator selama bertahun-tahun sehingga mereka dapat menyelesaikan pekerjaan dengan pengorbanan lebih minimal.
Anime Yuasa ini menunjukkan bahwa jalan pintas adalah bagian dari masalah struktural, menyoroti ketidakbahagiaan para seniman karena dengan sengaja harus menyerahkan karya dengan kualitas yang lebih rendah, dan menekankan bahwa waktu sama sekali tidak pernah berada di pihak animator.
Pada akhir episode keempat, pada malam terakhir yang dilalui ketiganya untuk menyelesaikan proyek mereka, Asakusa yang biasanya idealistik muncul dengan pengamatan yang agak dekstruktif, bahwa proyeknya “lebih merupakan hasil dari hasrat yang menabrak kompromi dan kepasrahan.” Untuk anime yang sebagian besar diisi oleh humor, optimisme, dan khayalan tinggi, hal ini menjadi momen mengejutkan yang menarik segalanya jatuh kembali ke bumi.
Namun animasi itu rampung juga, berakhir dengan presentasi kemenangan ketika para penonton memahami nilai dari pekerjaan mereka; dalam sentuhan fantastis antara ruang teater dan layar menjadi satu, dengan angin berhembus dan tank terbang melewati dewan siswa. Tentu saja itu hanya langkah awal, karena para gadis segera membahas kelemahan dan potensi perbaikan untuk proyek yang akan datang. Dalam episode selanjutnya, mereka masih berjuang dengan sisi logistik animasi, outsourcing pekerja dan masalah tenggat waktu. Mizusaki secara langsung berbicara tentang kesulitan memproduksi meski itu cuma satu gambar, dan mencatat bahwa, meski ada waktu ekstra untuk proyek baru mereka, dia masih merasa kekurangan waktu.
Dalam sebuah wawancara, Eunyoung Choi, produser anime dan salah satu pendiri Science Saru, mengatakan bahwa dalam Eizouken semua orang di tim berbagi ide berdasarkan pengalaman mereka masing-masing dan bahwa di bawah Yuasa, tim dapat mengekspresikan perasaan mereka dalam cara yang mereka inginkan. Choi sendiri secara terbuka sering mencuit kelelahannya sebagai seorang animator di akun Twitter-nya (@e8114).
Pertanyaan-pertanyaan Keep Your Hand Off Eizouken! tentang industri pada akhirnya tetap tidak terselesaikan, tetapi hasilnya menjawab mengapa siapa pun akan berjuang melalui kondisi kerja yang mengerikan: kegembiraan melihat orang lain terpesona oleh karya yang kita buat. Serial Eizouken merayakan anime sekaligus meminta agar kita mengenali darah, keringat dan malam tanpa tidur dari mereka yang menghidupkan keajaiban ini pada kita.
Season. Kapan ini mas kayaknya masih baru ya… Perna liat sih ongoing anime tapi gak ngikuiltin…
Iya masih baru, winter 2020 kemarin. Udah beres 12 episode.
Sialnya gara² anime ini membuat saya mikir dua kali untuk tidak menghujat Oda yang sudah 2-3 pekan tak memberi saya kudapan One Piece.
Berkat ini jadi bisa eksplorasi manga lain, ayeuna mah jadi resep baca manga romcom. Pindah heula ka Hiro Mashima weh, kuatan update Fairy Tail jeung Eden Zero tanpa putus.