Setelah keluar dari studio, seorang teman bertanya tentang akhir film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ini yang membuatnya bingung. Saya sebagai yang sudah membaca novelnya, disuruh untuk menjelaskan.
Sebenarnya, jawaban tiap pertanyaan ini sudah ada di film, meski tidak tampak secara jelas atau mungkin sengaja dibuat tersirat, dan memang saya merasa begitu.
Saya membaca novel karya Eka Kurniawan ini sekitar tahun 2015, jadi agak lupa juga, dan karena kebetulan novelnya dipinjam jadi tidak bisa mengecek. Jadi, ulasan ini adalah dari ingatan saya yang sudah samar pula. Meski akan saya coba dengan mengelaborasinya dengan versi film adaptasi Edwin ini.
Tentu saja, tulisan ini boleh dibaca buat yang sudah nonton filmnya, karena akan menjelaskan akhir ceritanya.
Kenapa Burung Ajo Kawir Tak Bisa Berdiri?
Alasannya sangat psikologis, akibat trauma masa kecil Ajo Kawir. Meski ada sedikit unsur mistis, atau bisa dibilang surealis.
Ditampilkan dalam kilas balik, Ajo Kawir dan Tokek saat bocah diberi tugas mengantar makanan buat seorang janda kampung bernama Rona Merah, yang punya gangguan kejiwaan.
Mereka mengintip dua aparat yang mendatangi Rona Merah, dan kemudian melakukan kekerasan seksual padanya.
Di sinilah momen penting ketika burung Ajo Kawir tak bisa bangun lagi: ia kepergok mengintip, dan dua polisi tadi memaksanya untuk menyetubuhi Rona Merah.
Jadi, Apakah Burung Ajo Kawir Bisa Bangun Lagi?
Setelah Iteung menghabisi dua polisi tadi, secara otomatis Ajo Kawir bisa ngaceng lagi.
Di sisi lain, Ajo Kawir yang sedang berduaan dengan Jelita, entah kenapa terlihat seperti terangsang. Jelita sedang menceritakan kisah kekerasan seksual lainnya yang menimpa seorang murid perempuan dan guru mesum.
Perempuan yang diceritakannya itu adalah Iteung ketika masih sekolah. Jelita kemudian menghilang layaknya hantu.
Lalu, Siapa Sebenarnya Jelita?
Hantu gentayangan? Bisa jadi. Jelita adalah perwujudan dendam sang Rona Merah. Meski saya membayangkannya sebagai simbolisme atas setiap perempuan yang jadi korban kekerasan dari lelaki.
Sebenarnya ini bisa disebut surealis, ketimbang mistis, tapi biarlah kritikus atau akademisi yang membahas soal ini.
Jika melihat kekaryaan seorang Eka Kurniawan, salah satu inspirasinya adalah pulp fiction dari penulis seperti Abdullah Harahap. Memang, hantu gentayangan penuh dendam kesumat sering muncul di karya keduanya.
Untuk gampanya, boleh dikata Jelita adalah hantu dari Rona Merah.
Kenapa Jelita Membunuh Paman Gembul?
Di akhir, ada adegan yang mungkin kelihatan paling absurd: Jelita keluar dari laut dan membunuh Paman Gembul yang habis mancing.
Dua polisi tadi telah terbunuh, lalu kenapa Jelita masih punya dendam?
Dalam film, sebenarnya sudah dijelaskan bahwa alasan Rona Merah jadi gila akibat suaminya mati di-“petrus”, dan karenanya jadi janda. Petrus, atau penembakan misterius, adalah praktik yang terjadi ketika Orde Baru untuk membunuh orang yang diduga preman.
Paman Gembul adalah semacam mafia yang punya koneksi dengan aparat, dan punya komando untuk melancarkan petrus tadi. Suami Rona Merah yang jadi korban.
Kenapa Judulnya “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”?
Saya pernah membaca wawancaranya Eka kalau ia terinspirasi dari tulisan di bak truk. Dan ya, itu aja sih.