Berbagi adalah aktivitas mulia, dan bersyukurlah bagi kita yang telah konsisten ngeblog. Karena kita sudah berada di jalan yang benar. Membagi-bagikan ilmu tak akan membuat kita bodoh, justru sebaliknya, berbagi adalah sarana agar kita lebih berkembang.
Seperti halnya Eric Kim ini. Meski nggak tergabung dalam agensi fotografi semacam National Geographic, atau Magnum Photo, dan kalau boleh dibilang karya fotonya pun masih tergolong biasa, tapi bagi mereka yang tertarik menekuni street photography pasti bakal kenal nama satu ini.
Blogging is good for your career. A well-executed blog sets you apart as an expert in your field.
Penelope Trunk
Lulusan Sosiologi dari UCLA Berkeley ini mengaktivasi blognya dengan visi ‘Open Source Photography’. Sebuah motif yang didasari karena sulitnya mendapatkan materi tentang street photography, yang terkadang kita harus menguras dompet terlebih dahulu untuk memperoleh ilmu yang komprehensif. Oleh sebab inilah, Eric dengan konsisten menulis beragam artikel informatif sekaligus inspiratif di blognya.
Kebanyakan yang Eric tulis bukanlah aspek teknis, tapi lebih ke arah faktor filosofis di balik fotografi. Bisa dibilang kompeten karena sesuai dengan studi Sosiologi yang diambilnya saat kuliah.
Meski postingannya selalu super panjang, tapi saya tak pernah bosan untuk membacanya sampai habis. Sekalian belajar bahasa Inggris. Nah, Learn Form the Masters merupakan kategori postingannya yang membahas poin-poin penting yang bisa kita pelajari dari para fotografer ternama.
Berkat Eric saya bisa kenal dengan Henri Cartier-Bresson, Vivian Maier, Daido Moriyama, Bruce Gilden, Robert Frank, dan fotografer hebat lainnya. Sering pula saya terinspirasi untuk menuliskan ulang mereka dalam bahasa Indonesia di blog ini.
Warga Amerika berdarah Korea ini lahir pada 31 Februari 1988. Turun ke jalanan untuk street photography di usia yang ke-18, dan memulai blognya sejak tahun 2010.
Internet hari ini nampaknya dipadati orang-orang penuh kebencian. Bukan hanya timbal balik positif, banyak komentar miring dan nyinyiran terhadapnya. Salah satunya cibiran “just a blogger with camera”, yang menyebut kalau Eric Kim ini hanya pintar nulis, namun kemampuan fotografinya rata-rata, bahkan sadisnya dikatain karya foto-fotonya hanya sampah.
Saya juga memang merasa kalau foto-fotonya belum ada yang bener-bener sesuatu. Ya maklum saja, karier fotografinya masih kemarin sore. Tentunya Eric Kim akan terus berkembang. Dan yang pasti, dia lebih sukses ketimbang para komentator yang cuma bisa nyinyir tadi. Tetap konsisten ngeblog, street photography terus dijalani, dan memandu workshop dimana-mana.
Sebagai lulusan Sosiologi, tentunya nggak begitu saja melepas ilmu-ilmu yang telah dipelajari di bangku kuliah. Lewat proyek foto ‘Suit’, Eric memberi kritik sosio-ekonomi tentang stress, ansietas, serta sekelumit masalah yang hadir pada pekerja kantoran.
Jadi meski mau banting setir, jangan pernah lupakan pelajaran pas kuliah. Misalnya saya yang latar belakangnya soal kesehatan, tentunya isu soal ini bisa dijadikan sebagai tema proyek foto.
Berhubung masih muda, eksperimen ini itu tentunya dibenarkan. Beragam sistem kamera, beraneka macam pendekatan pastinya dicoba. Kalau boleh dibilang Eric Kim ini masih labil, dan ini alamiah.
Yang pasti gara-gara Eric Kim ini saya jadi keracunan buat pakai kamera film analog, khususnya rangefinder.
Eric Kim memang masih hijau, labil, dan ringkih. Banyak fotografer lain yang lebih senior, hebat secara teknik serta malang melintang lebih lama darinya. Tapi Eric telah bermurah hati membagi ilmunya yang mungkin masih sedikit dengan konsisten membuat konten.
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Pramoedya Ananta Toer
Pada akhirnya Eric Kim cuma seorang street photographer yang sedang berproses. Dan bagi yang ingin sama-sama berproses ada baiknya mengikuti blog si ganteng ini yang kalau diperhatikan rada mirip saya. 😎
Referensi
Sama halnya dengan ngeblog. Ngeblog pun juga berproses, dari yang awalnya hanya sekedar menulis untuk diri sendiri. Lama-lama menyajikan tulisan yang bermanfaat bagi pembaca. Dengan membuat konsep terlebih dahulu sebelum dibaca, agar tulisannya mudah dipahami pembaca.
Makasih Mas, sudah mengingatkan quote dari Pramoedya Ananta Toer di atas. 🙂
Karena lewat menulis, kita terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis. Kita pun terdorong untuk terus belajar secara aktif.
Dan nasihat-nasihat agar senantiasa menulis, salah satunya dari Pram ini selalu saya baca kalau lagi jenuh nulis.
Ngga ada foto yang sampah. Seberapa buruknya, pasti menyiratkan makna. Kita sebagai penikmat seni dituntut buat mengerti, kalok ngga bisa mengapresiasi. :3
Berproses memang perlu ya, Rif.. Ngga ada orang hebat yang langsung sukses di awalnya. Perlu merasakan sakit lebih dulu.
Tapi ya, kritikan dan cemoohan termasuk apresiasi juga sebenernya.
Dan orang sukses itu ya mereka yg bisa menghadapi berbagai keterpurukan hidup.
cieee yang mirip cieeeee. hahahahahaha
Gantengnya sebelas duabelas lah.
Suka filosofinya dia. Berbagi.
Orang memang lebih mudah buat komen.
Karena berbagi itu keren.
Foto2 keren gini kok dibilang sampah huffttt..
Internet emang kejam. Namanya juga kebebasan berpendapat, etika sudah ga berlaku di dunia maya.
gue lihat fotonya bagus-bagus … tapi menurut gue sih, gue gak tahu kalau menurut orang yang pinter fotografi… ya setidaknya adanya komentator itu pasti juga membuat kim semakin bersemangat
Yap, kritikan emang sesuatu yg bisa bikin kita maju. Kalau kita nanggepinnya secara positif. 😀
Dari kacamata awam sih, menurut gue bagus. Tapi klo gue perhatikan baik-baik, ya emang betul sih, maaf. Nothing special. Tapi ini membuktikan ke gue, semakin membuktikan bahwa yang namanya berkarya emang harus dari hati. Karena nanti pesan karya kita itu akan tersampaikan ke penikmat kalau kita menulis dari hati. Itu yang lagi gue bangun sekarang. Dan ternyata susah, kang. 🙁
Emang idealnya segala sesuatu yg kita perbuat harus dari hati. Tapi ya ideal tinggal ideal. Segala aktivitas yg dilakukan manusia tersimpan motif di baliknya. Yg pasti sih terus berkarya aja.
Huwoww
keren-keren banget karya nya
penuh effort banget
Maybe I’m not so good in taking photos but I know he did it great
Yeah, he did it great. And he kindly share to us how to be great.
Saya masih di dunia blogging. Selama ini hanya menulis kejadian sehari-hari. Bisa dibilang masih berproses. Semoga kelak bisa berbagi ilmu di dunia yang semakin saya sukai ini.
Mengenai fotografi, saya kurang paham seluk beluknya. Tapi foto2 di atas bagus menurut saya. Iya, penilaian seorang awam.
hasil jepretannya keren – keren ya
baik banget
Iya, baik kayak saya. 😎
Pahalanya banyak tuh orang. Sekarang emang susah soalnya nyari ilmu yang “bener-bener sampe ke dalem” tanpa keluar duit. Hehehe.
Tapi Eric Kim ini juga sebenarnya dapet duitnya dari ngajar di workshop.
eric ini salah satu panutan saya belajar strit fotografi
wajib bookmark mah tulisan tulisan blognya
huehehe
Bener, ga pernah bosen deh baca postingannya.
Quote di foto terakhir nyentrum banget! :O
Iya kayak kena chidori-nya Sasuke.
ahazek.. akhirnya kisah kang Eric Kim diangkat juga.. toss bro!! 😀
saya kagum sama doi karena semangat berbaginya yang patut diacungi jempol,
untuk proyek foto yang saya suka ya proyeknya yang Suits itu loh, karena proyek yang sangat personal seperti yang disampaikan oleh Eric di blognya.
anyway si Eric Kim saja masih terus berproses, so kita juga dong bro Arip 🙂
Pastinya harus terus berproses, kan tugas manusia di dunia mah harus terus belajar sebelum sampai liang lahat.
makasi infonya mas, jadi kangen foto-foto lagi 🙂
[…] fotografi aja belum genap setahun. Awal tertarik main besi tua ini gara-gara Kai Man Wong dan Eric Kim, kemudian makin teracuni setelah sering melihat hashtag #35mm, #indo35mm atau #bdg35mm di […]
[…] “There is truly a beauty about shooting at different times of the day, as you see different characters, scenes, as well as light.” – Eric Kim […]
keren, ya.
Kayak nya aku harus memperindah streettog deh.kkkkkkk
[…] kamera analog berjenis rangefinder ini. Ceritanya cuma mau nyetrit dan praktek dari ebook-nya Eric Kim, 31 Days to Overcome Your Fear of Shooting Street Photography di kawasan Braga-ABC-Pasar Baru. […]