Jatuh Bangun Film Laga Hong Kong

Ada suatu masa ketika film laga Hong Kong berada pada zaman keemasanya. Pada pertengahan 1990an, industri sinema Hong Kong memakan dirinya sendiri hidup-hidup.

Pada tahun 1993, industri ini menghasilkan 238 film dan sutradara tersohornya, John Woo, akan menceburkan diri melalui pintu Hollywood.

Enam tahun kemudian, produksi anjlok jadi hanya 40 film dalam setahun dan bahkan gerombolan triad lokal pun tak mampu mencegah film-film mereka dibajak; ada VCD bajakan film Casino, yang dibikin dan diongkosi oleh gembong gangster Macau yang terkenal itu, Koi si “Gigi Patah”, yangdijual di mana-mana.

Kenapa Zaman Keemasan Film Laga Hong Kong Jadi Redup?

Apa yang salah? Sebagiannya karena ini gelombang pertama pembajakan digital dan sebagian lagi terjadi karena kejatuhan ekonomi Asia pada tahun 1997, juga yang oleh Wellington Fung – yang dulu merupakan produser, dan sekarang sekjen Hong Kong Film Development Council – digambarkan sebagai “siklus alamiah”.

“Sebenarnya, boom itu tidak benar-benar sehat,” katanya, “karena banyak uang masuk untuk film hanya untuk mengisi rak video. Jumlah produksi naik, yang berarti kualitasnya turun. Tema film dan karakter mulai diulang-ulang, karena pasokannya sangat melimpah … apa yang kita sebut ‘overproduksi’. Dan penonton kehilangan minat dengan film Hong Kong.”

Jadi zaman keemasan – ketika Woo, Ringo Lam dan Tsui Hark tampak dengan mudah memainkan mukjizat sinematiknya, dan koreografer laga beken Yuen Woo-ping mengatur syuting – tinggal sejarah.

Gelombang Baru Film Laga Hong Kong

Namun, industri Kanton telah muncul kembali dengan kalem, dan sebuah delegasi berada di Inggris untuk Hong Kong Film Week untuk memberi tahu kita tentang hal itu: mereka menindaklanjuti pemutaran perdana film thriller kriminal teranyar Overheard 2 dengan pemutaran tiap malam.

Hasil tahunan, didorong oleh dana segar, meningkat menjadi sekitar 50 film di pertengahan tahun, dengan tingkat kenaikan dalam beberapa tahun terakhir menjadi sekitar 70.

Fung mengatakan gelombang baru film Hong Kong, dengan sutradara seperti Johnnie To dan Barbara Wong, memiliki kecenderungan yang berbeda: “Mereka menampilkan sesuatu yang kurang fantastis dan lebih realistis dalam beberapa hal. Lebih ke dalam pencarian batin dan bukan keindahan eksternal. Kami bosan dengan apa yang disebut film aksi fantastis.”

Mungkin industri film Hong Kong perlu lebih membumi, lebih optimistik akhir-akhir ini. Keputusan sulit harus dibuat tentang cara agar terus maju. Sekitar setengah dari jumlah tahunannya adalah produksi dengan mitra daratan China; separuh lainnya adalah produksi Hong Kong yang independen.

Yang pertama bisa berarti gigitan Mandarin yang menggiurkan, pasar film China yang besar sekarang banyak ditonton; Untuk yang kedua, lebih banyak fleksibilitas untuk memotong versi yang berbeda (film yang disetujui China hanya bisa ada dalam satu versi) untuk khalayak yang berbeda, termasuk satu untuk pasar berbahasa Kanton yang menguntungkan, yang terdiri dari sekitar 160-170 juta, yang ada di Hong Kong, Guangdong, Malaysia dan sebagainya. Produser-produser Hong Kong harus memutuskan sungguh-sungguh sebelum mereka mengambil satu langkah pun.

Kekuatan kinetik Woo dan kawan-kawannya yang tak tertahankan pada tahun 80an dan 90an memikat hati pembuat film China dan yang lainnya, dan industri Hong Kong masih dipandang sebagai inspirasi bagi generasi terbaru.

Tapi hubungannya dengan perfilman China daratan juga tidak nyaman, dan dipenuhi rintangan birokrasi untuk dilewati: salah satunya, semua produksi independen Hong Kong harus melewati peraturan dingin kuota film asing China, yang nampaknya agak tidak masuk akal mengingat mereka adalah satu negara.

Dengan film China daratan di ambang pintu, menurut pendapat Fung, dalam sebuah “kebangkitan kembali”, dan Bollywood mulai melenturkan ototnya di barat, Anda mungkin mengira Hong Kong akan hancur di tengah-tengahnya.

Tapi sekjen ini tampaknya tenang tentang tekanan dari para rival ini, dan yang lainnya: “Saya pikir Korea membuat kita tertekan untuk jangka waktu tertentu. Tapi sekarang saya pikir Korea akan memasuki siklus yang kami lakukan: biaya mereka naik dan kualitas turun. Mereka jatuh ke jenis perangkap ini .. Jepang sangat stabil selama beberapa tahun terakhir. Tapi kompetisi semacam ini sehat karena kita dapat mengambil tantangan dan mencoba untuk bekerja dengan kekuatan kami ..”

Baca juga: 5 Film Korea Thriller Suspense Soal Balas Dendam

Mungkin Hollywood bisa menggunakan beberapa sikap filosofis itu. Anda bisa membantah bahwa overproduksi dan penurunan kualitas adalah persis apa yang terjadi di LA saat DVD mulai membanjiri medio 2000an.

Mungkinkah penurunan sinema Amerika saat ini menjadi pertanda seperti kejatuhan film laga Hong Kong? Tampaknya belum terbayangkan, tapi mungkin dengan melihat ke timur bisa bermanfaat untuk jaga-jaga.

Saat Hong Kong pernah menunjukkan kepada dunia bahwa melakukan sebuah tendangan di udara sepanjang ruangan sangat mungkin, sekarang bisa menganut kebajikan dari rencana pemulihan yang masuk akal.

Eksekusi dengan baik, dan Anda bahkan bisa mulai mencari sinar dari zaman keemasan kedua. “Pembuat film kita sendiri mencari semacam terobosan,” ujar Fung, “dan mudah-mudahan mereka akan menemukan sesuatu yang berbeda. Saya pikir penonton juga mencari sesuatu yang berbeda, namun belum melihat sesuatu yang inovatif.”

*

Diterjemahkan dari Back in action: the fall and rise of Hong Kong film.

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1825

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *