“Ada satu buku yang aku baca, dari Murakami, The Wind-Up Bird Chronicles,” ungkap Thom Yorke saat ditanya Rolling Stone soal proses pembuatan album Hail to the Thief pada 2003 silam. “Tokoh utama dalam buku ini bukan seorang karakter sama sekali. Ini adalah soal kegelapan yang menyelubungi dan menghantui orang, yang menarik jatuh mereka. Kekuatan gelap dalam buku ini ikut memikatku.”
Sekarang sudah 2016, apakah kekuatan gelap tadi masih terikat pada diri seorang Thom Yorke? Entahlah. Tapi saat memutar lagu teranyarnya Radiohead di Youtube, ada sesuatu yang menarik, juga misterius, sebab terdapat penampakan burung biru berparuh kuning seperti dalam sampul The Wind-Up Bird Chronicles hasil desain dari John Gall. Burung itu bertengger di tangkai pohon, berkicau di awal dan penghujung klip video, mirip seperti cerita dalam novel terbaik Haruki Murakami tadi.
Lirik dalam ‘Burn the Witch’ ini berbicara tentang jenis aksi massa dan bentuk kepuasan yang memungkinkan terjadinya kejahatan dan, berkat logika yang hilang, banyak kekejaman lainnya yang timbul karena lingkungan masyarakatnya sendiri. Banalitas kejahatan. Dan untuk klip videonya sendiri menceritakan ulang The Wicker Man dalam teknik animasi tanah liat, yang menyambut kedatangan seorang polisi yang kemudian dipersiapkan untuk dibakar dalam ritual pengorbanan. Dalam The Wind-Up Bird Chronicles pun sedikit banyak berbicara soal kejahatan kolektif ini, utamanya soal fasisme yang membuat Jepang melakukan beragam kedzaliman dalam Perang Dunia II.
| Lihat: The Guardian – Günter Grass, Haruki Murakami and The Importance of National Guilt
Haruki Murakami adalah Radiohead dalam sastra, dan sebaliknya. Ternyata bukan hanya saya saja yang berpikiran seperti ini, bahkan sudah ada kajian akademiknya berjudul Where Murakami Ends and Radiohead Begins: A Comparative Study dari Samuel JP Shaw. Bukan hanya Thom Yorke, tapi Jonny Greenwood, personel Radiohead yang menyuntuki musik klasik ini kabarnya ngefans dengan penulis Jepang tadi. Bahkan sampai jadi komposer di film Norwegian Wood, dan boleh dibilang musik latar inilah yang terbaik dari film adaptasi tersebut.
“Dalam Kafka on the Shore, protagonisnya, si bocah itu, mendengarkan Radiohead dan Prince,” jelas Haruki Murakami dalam wawancara bersama The Paris Review. “Aku sangat terkejut: beberapa personel Radiohead suka bukuku!”
nice artikel (y)
Ditunggu kunjungan baliknya ya di http://www.dzikirsm.web.id/2015/06/tanda2-datangnya-bulang-ramadhan-puasa.html
.
.
#Blogwalking #SalamBlogger