Sewaktu ayahku berada di rumah sakit, sangat biasa meninggalkan mobil di tempat parkir lantai bawah rumah sakit. Aku akan berhenti di atas lorong kecil jalan masuk dan membiarkan Opel putihku meluncur di landaian. Aku berhenti menekan tombolnya, melewati palang pembatas, dan mulai mencari tempat. Aku selalu dapat.
Aku benci pergi ke rumah sakit, berpura-pura bersikap kalem, berdesakan ke dalam kotak lift raksasa, menghirup udara yang terlalu bersih — bau asing, amoniak, desinfektan — sampai tiba di lantai lima. Berjalan melewati ranjang orang-orang sakit seolah-olah berada di ladang ranjau — jangan sentuh aku, jangan biarkan kematian menyentuhku — dan kemudian Halo, ayah, bagaimana, semuanya baik-baik saja ‘kan? Aku benci pergi ke rumah sakit, meski aku suka turun ke tempat parkirnya dan perlahan-lahan menggerakkan Opel putihku. Tenggelam ke ruang beraspal memberiku perasaan tenang yang aneh. Aku menyalakan lampu depan mobil, dan interior abu-abu, merah, dan kuning itu, simetri dinding dan tiangnya, menjadi dunia yang bisa diandalkan dengan peraturan aman dan keheningan tunggal (apakah kita memimpikan suara?).
Untungnya, dalam beberapa minggu ayahku membaik. Jadi keluargaku dan aku sepakat pada giliran harian yang memungkinkan setiap orang untuk beristirahat. Aku melihat betapa bahagianya kami semua, bahwa jam-jam berlalu dengan lebih cepat. Namun, aku juga melihat dalam diriku sebuah nostalgia tertentu pada garasi parkir bawah tanah rumah sakit. Ketidakberdayaan perasaan ini mencegahku untuk mengubah rutinitasku dengan segera. Tapi saat tiba ketika, pada hari-hari ketika aku tidak pergi, aku mulai mengalami kecemasan baru yang tidak mungkin untuk dilawan: kegelisahan yang tak masuk akal, ketika Anda menyadari bahwa yang absurd itu nyata. Semakin sering, aku akan pergi ke rumah sakit pada hari libur. Keluargaku memuji tanpa henti kemampuan berkorbanku. Ayahku sangat gembira. Aku merasa seperti binatang yang sedang menggali.
Mereka memulangkan ayahku pada suatu pagi di bulan April. Begitu sampai di rumah, kebaktiannya menjadi lebih tertahankan untuknya dan kurang menuntut untuk semua orang. Aku sangat senang melihatnya di sekitar kami dalam suasana hati yang baik dan sangat bersemangat untuk menjadi lebih baik, tapi pada saat bersamaan ada sesuatu yang kurang dalam diriku. Setelah beberapa hari tidak ada perlawanan, aku menerima bahwa aku harus kembali ke garasi parkir. Awalnya aku mencobanya dengan beberapa tempat parkir di pusat kota. Tapi aku segera menyadari bahwa itu tidak sama: landai, jalur spiral, tangganya benar-benar aneh bagiku. Aku merindukan lorong abu-abu, merah, dan kuning di rumah sakit itu, tempat aku belajar merasa aman dan mulai mengenal mereka seolah-olah aku adalah arsiteknya.
Aku parkir di sana kapan pun aku bisa. Seiring aku keluar dari mobil, ada imobilitas yang menggoda memaksaku melakukan upaya jujur untuk terus berjalan menuju pintu keluar dan muncul di luar rumah sakit. Saat itu hampir musim panas. Segera setelah itu, aku mulai menghabiskan sebagian besar waktuku di garasi parkir bawah tanah rumah sakit, dengan bersandar pada kursi Opel dan radio menyala. Sangat dingin di sana. Mengetahui bahwa aku dekat dengan orang sakit membantuku mengingat bahwa aku sehat, dan aku dapat pergi kapan pun aku mau.
Aku tidak bisa menikmati tempatku yang gelap ini untuk waktu yang lama. Pada tanggal 22 Juni aku pingsan, dan sejak itu aku diawasi. Ketakutan itu tidak berakibat, antara lain karena ketika orang baik itu menemukanku terbaring di tanah, ambulans hanya harus menuruni jalan kemudian kembali ke rumah sakit. Bagian terburuk dari berada di sini adalah panasnya dan kasur yang tidak nyaman. Perawatannya bagus. Bahkan ada seorang perawat yang namanya, dari apa yang bisa saya ingat, adalah Rosa, tapi sayangnya dia memiliki pacar pengacara yang selalu menunggunya di bar di seberang jalan dari rumah sakit.
Hari ini lebih panas dari sebelumnya, sepraiku basah kuyup. Para dokter meyakinkanku bahwa mereka akan memulangkanku hari ini atau besok. Ayahku mengunjungiku lebih sering dari siapapun, lebih sayang dari sebelumnya. Dia datang saat sarapan, pergi setelah makan siang, dan kadang-kadang kembali untuk makan malam denganku. Malam ini, misalnya, dia berjanji akan datang. Dia sangat bahagia. Sebelum dia pergi, dia berkata: Aku rasa aku akan datang pukul delapan. Dan tidak merepotkan, Nak, jangan khawatir, tidak butuh waktu lama di mobil. Selain itu, aku selalu dapat tempat di garasi parkir rumah sakit. Pernahkah kau perhatikan betapa mudahnya memarkir mobil di sana?
*
Diterjemahkan dari satu cerpen Andrés Neuman berjudul Continuity of Hell dari World Literature Today.
Andrés Neuman (lahir tahun 1977, Buenos Aires) adalah seorang novelis, penulis cerita pendek, penyair, esais, dan aphorist. Dia menulis blognya sendiri, Microrréplicas, salah satu blog sastra terbaik berbahasa Spanyol menurut sebuah survei oleh El Cultural. Novel terkenalnya Traveler of the Century.