Pernah merasa bosan, penat, atau bahkan tak punya gairah untuk melakukan apapun? Hal ini memang lumrah, dan kelelahan mental ini begitu kompleks. Ada hal-hal yang kita ketahui tentangnya, hal-hal yang kita pikir kita tahu, dan hal-hal yang ingin kita ketahui.
Kita sudah tahu bahwa kelelahan mental adalah keadaan yang tak menyenangkan. Kita tahu bahwa kelelahan mental menandakan ketidakpuasan dengan situasi kita saat ini. Kita tahu bahwa kelelahan mental ini semacam isyarat bahwa ada keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang lain.
Kelelahan mental adalah suatu kondisi yang dipicu oleh aktivitas kognitif yang berkepanjangan. Pada dasarnya, kelelahan mental membuat otak kita bekerja terlalu keras, membuat kita kelelahan, menghambat produktivitas dan fungsi kognitif kita secara keseluruhan.
Gejala yang paling umum termasuk gangguan mental, kurangnya motivasi, mudah tersinggung, kebanyakan makan atau kehilangan nafsu makan dan insomnia. Kelelahan mental dapat memengaruhi kita baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Jika dibiarkan, hal itu dapat menyebabkan segala macam masalah kesehatan yang serius. Penelitian menunjukkan bahwa kelelahan mental yang terus-menerus juga dapat memengaruhi ketahanan fisik kita.
Apa sebenarnya penyebab kelelahan mental?
1. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan yang konstan bisa membebani karena menghabiskan fungsi pengeksekusian kita.
“Ini termasuk apa yang saya sebut ‘lintah-lintah keputusan’ – yaitu ketika Anda diminta seseorang untuk membuat keputusan dan mereka mengirim Anda daftar opsi bukannya membuat keputusan sendiri atau orang yang selalu meminta Anda untuk membantu keputusan mereka,” sebut Dr. Alice Boyes, penulis The Healthy Mind Toolkit dan The Anxiety Toolkit.
2. Kekacauan
Penelitian ilmiah menyebut kalau kekacauan memicu produksi kortisol, atau yang sering dijuluki ‘hormon stres’. Jadi, semakin berantakan lingkungan fisik dan ruang kepala kita, maka kita akan semakin stres. Dan stres yang berkepanjangan bisa bermanifestasi menjadi kelelahan otak.
3. Beban kerja berlebih
Hal ini bukan hanya menguras mental tetapi juga kontra-produktif. Belum lagi, beban kognitif yang terus menerus dapat menyebabkan kelelahan total.
4. Penghindaran dan penundaan
Bertentangan dengan kepercayaan populer, menunda-nunda lebih membebani otak kita ketimbang mengerjakan tugas yang telah kita tunda.
“Saat kita menunda-nunda atau menghindari, kecemasan kita tentang apa pun yang kita hindari cenderung meningkat,” jelas Dr. Boyes. Hal ini justru akan menghabiskan energi mental kita.
5. Perfeksionisme
“Seperti sifat ekstrim lainnya, perfeksionisme bisa menjadi pedang bermata dua,” sebutnya.
Jika kita tidak memperhatikan, sifat perfeksionisme ini dapat dengan mudah berubah menjadi kebiasaan menyabotase diri sendiri.
“Perfeksionis termotivasi untuk membuat pilihan terbaik yang absolut – meskipun hal itu tidak terlalu diperlukan. Hal ini dapat menyebabkan paralisis keputusan,” jelasnya. Mereka juga lebih cenderung merenung dan khawatir secara berlebihan.
6. Kurang tidur
Menurut National Sleep Foundation, orang dewasa membutuhkan 7-9 jam tidur tanpa gangguan agar tetap sehat. Tidur yang cukup sangat penting untuk peremajaan otak.
Kurang tidur dapat membuat pikiran kita kalang kabut karena kelelahan, yang berdampak buruk pada suasana hati, fokus, kewaspadaan, dan produktivitas kita.
Jadi, bagaimana cara mengatasi kelelahan mental ini?
Menerapkan strategi berikut dapat membantu meringankan kelelahan mental:
1. Tetap teratur
Baik ruang fisik maupun mental kita perlu dirapikan dari waktu ke waktu. Menyingkirkan semua hal yang tidak penting sangat signifikan untuk tetap fokus, termotivasi, dan produktif.
Cara terbaik untuk mengatur segala sesuatunya tanpa merasa terbebani adalah dengan mengatur tempat dan membereskan kekacauan tepat setelah kita menyelesaikan tugas. Misalnya, mencuci piring segera setelah kita makan, membereskan meja kerja sebelum pulang, merapikan tempat tidur kita segera setelah bangun tidur, dan lain sebagainya.
Baca juga: Cuci Piring: Praktik Mindfulness dalam Keseharian
2. Jadilah realistik
Buat daftar tugas penting yang perlu kita selesaikan keesokan harinya, sebelum tidur. Buat daftar tugas tetap sederhana dan realistis.
Hal ini akan mencegah kita melakukan terlalu banyak komitmen, memastikan kita memiliki cukup waktu untuk memeriksa semua item dalam daftar itu. Jangan lupa, tetapkan tujuan pribadi dan profesional yang realistis.
3. Mengelompokkan tugas
“Lakukan tugas-tugas repetitif dalam sekali jalan sehingga Anda tidak perlu melakukannya terlalu sering,” sebut Dr. Boyes. “Misalnya, jika Anda memiliki cukup ruang, belilah barang-barang seperti deterjen pakaian atau perlengkapan kantor hanya sekali setiap beberapa bulan daripada melakukan jenis tugas ini lebih sering daripada yang diperlukan.”
4. Pikirkan kembali cara kita mengalokasikan energi
“Jangan jadi ambulans yang menunggu di dasar tebing, harusnya ubah sistem yang akan membantu secara permanen mengurangi stres dan pengambilan keputusan yang berlebihan,” sebut Dr. Boyes.
“Persiapkan cadangan ketika lupa akan menyebabkan stres. Misalnya, simpan kabel pengisi daya ekstra di rumah dan kantor, simpan sejumlah uang di kompartemen mobil Anda untuk keperluan darurat, buat daftar kebutuhan primer untuk bepergian dan cetak banyak salinan agar Anda tidak harus terus menulis yang baru.”
5. Pelajari cara mengatasi perenungan dan penghindaran
“Orang-orang yang sangat cemas cenderung percaya bahwa kekhawatiran membantu mereka membuat keputusan yang baik. Namun, bukannya membantu Anda memecahkan masalah, perenungan dan kekhawatiran biasanya hanya membuat sulit,” Dr. Boyes mengingatkan.
“Merenung bisa jadi masalah kecil, bisa juga kritik diri yang lebih berat,” katanya. Memiliki gaya koping dengan penghindaran sama-sama akan menyabotase diri sendiri.
beban tugas yang mengerikan itu jadi salah satu sebabnya
apalagi kalau engga libur libur rasanya lelah lahir batin sekali