Sebuah melodrama mungkin. Humor satir juga mungkin. Inilah dia kisah mengibakan sebotol Cola yang merasakan derita jatuh cinta. Sebotol Cola yang tak bisa bisa berdamai dengan nasibnya yang dicipta hanya jadi botol Cola. Bodoh sih, berani-beraninya si botol tolol ini mencintai semakhluk manusia.
Alkisah, setelah tiga hari mendekam dalam lemari pendingin sebuah minimarket tepi jalan, kini gilirannya bisa berdiri di barisan terdepan pun tiba. Tak sabar baginya menghirup udara kebebasan, sudah cukup muak ditemani udara dingin pengap. Meski memang, sang botol Cola masih harus bersabar karena punya saingan juga dari air mineral, teh botol, larutan penyegar, susu kotak, juga kaum lainnya. Yang pasti setidaknya kau bisa sedikit bersuka ria jika sudah berada di antrian paling depan.
Datanglah sang juru selamat itu. Wanita tinggi putih dengan rambut hitam panjang tergerai memakai sweater motif tribal biru muda, celana jins coklat, dengan menggendong tas jinjing bermerk memasuki minimarket. Mendekat menuju lemari pendari. Dan tangan hangat sang wanita muda tadi pun memeluk tubuh si botol erat. Uh nasib mujur kau wahai botol, teman sebangsanya menyorakinya, ikut bersuka cita.
Si botol akhirnya bebas. Dibawa dalam tas jinjing sang wanita. Cuaca panas terik memaksa air hasil proses kondensansi mengucur di sekujur tubuh si botol layaknya keringat. Meski suhu tubuhnya meningkat, sang botol tampak senang karena diajak berjalan bersama sang wanita.
Ah dasar kau botol tolol. Beradu kasih dengan sebangsamu sendiri suatu yang mustahil. Apalagi jika mengharap cinta kasih dari makhluk yang bernama wanita. Sesama manusia saja, mereka saling mencampakan.
Siang makin terik. Cairan pun berpindah dari si botol Cola menuju kerongkongan sang wanita. Si botol makin senang salah tingkah mendapati dirinya bermesraan dengan bibir yang dibubuhi lipstik tipis merah muda merona sang wanita.
Cairan tubuh si botol kian berkurang. Kian berkuran. Dan habislah cairan berkarbonat dalam tubuh si botol, hanya menyisa beberapa tetes di dasarnya.
Saat aku mendekati sang wanita, dia tersenyum manis padaku. Dan kami pun bergandengan tangan menuju gedung bioskop. Pergi meninggalkan si botol yang dibuang ke tong sampah.
Ah kasihan benar kau botol yang tak bisa berdamai dengan nasibmu yang hanya sebotol Cola.
tapi dia kan sudah pernah berciuman dengan si wanita… kalau si aku, sudah belom?
😀
Kasih tau gak ya? 😆
Wih, sudut pandangnya boleh juga rip. Imajinatif 😀
Ini kisah nyata, udah wawancara langsung sama botolnya.
heheh keren cara menceritakannya gan, coba pakai “showing” juga jangan hanya “telling”
Wah apa ini? Masih amatir nih, mohon bimbingannya aja. 😀
Aku jadi inget stand up nya si fico soal cinta segitiga dengan botol.
Tp yg ini rda2 nyesek
Oh yg materi botol kecap sama tutup botolnya itu. 😆
Kasian dia….
hihihi
Cool story
Ah ga usah kasihan, cuma botol ini.
“Aku botol, dan aku berhak punya rasa”. Itu
Kalau kau botol kopi Good Day sih, kau boleh punya. Karena hidup banyak rasa.
Gaul itu…. Good Day
jadi inget cerita yang tentang kecoa punya dee itu. Jadi ngebayangin nasib-nasib botol di lemari pendingin :”
Cerita “Rico de Coro” kan? Ah emang salah satu inspirasinya dari situ.
Iya itu. Kasian banget itu si Riconya. Buat lagi kak cerita yang kayak gini ya. Keren 🙂
Kira – kira ada botol berkelamin wanita gak ya? Langsung beli, kalo ada!
Coba tanya pada rumput yg bergoyang.
Hahaha
cerita fiksi yang mantap, bikinan sendiri?
Fiksi mah ga copas pasti. 😀
Setidaknya botol cola tersebut tidak seperti sampah visual (Baudrillard mode on) hehe. Kan sudah masuk ke kerongkongan wanitanya. Dan itu nilai lebih dari sampah visualnya.
Lebih terhormat ketimbang sampah visual yg nampangin orang-orang ga jelas pas kampanye kemarin.
Yah, nggak happy ending dong ceritanya.
Kasihan nasib si botol.
Eh tapi gak juga sih, dianya udah sempat berciuman mesra dengan si cewek cantik berulang kali.
Nah, “aku”nya gimana? Udah belum? Hahahahha 😆
Ah ga level cuma ciuman doang mah. 😯
Malangnya dia..
Habis manis, sepah dibuang