Tampaknya 2020 dan pandemi biki saya jadi wibu paripurna. Bukan cuma menghabiskan waktu dengan anime dan manga, ditambah pula mulai melirik kembali hobi lama dalam video game, khususnya JRPG.
Apa pula JRPG? Dengan definisi yang paling ketat, JRPG hanyalah role-playing game, sebuah permainan peran, yang dibuatnya di Jepang.
Lebih dari genre video game lainnya, JRPG mahir bermain dengan emosi kita dan menciptakan ilusi bahwa kita sedang berjuang melalui petualangan besar. JRPG cenderung fokus pada narasi dan eksplorasi. Kadang-kadang menceritakan kisah-kisah seputar Tuhan yang marah dan kerajaan jahat. Di lain waktu JRPG menawarkan hal-hal sederhana tapi tetap penuh petualangan, dan terkadang mengizinkan kita nongkrong di sekolah menengah.
Nah, berikut beragam JRPG yang saya mainkan di 2020, bukan judul-judul teranyar semacam Final Fantasy 7 Remake atau Yakuza: Like a Dragon, hanya gim yang kuat di laptop kentang saya.
1. Persona 4
Serial Persona, yang membuka jalannya dari Shin Megami Tensei, telah terkenal dengan konsep siang jadi anak sekolahan pas malam keluyuran di dungeon gelut dengan para monster. Arcana Tarot dan psikologi Carl Jung tetap jadi fondasi dasar Persona.
Baca juga: Dua Dekade Persona
Persona 4 yang makin berwarna, lebih cerah ketimbang seri sebelumnya, adalah sebuah cerita detektif di kota pinggiran. Bisa dibilang Scooby Doo-nya JRPG. Premisnya yang sederhana, tak seperti kebanyakan JRPG dengan visi pretensius untuk menyelamatkan dunia, yang justru saya sukai – meski ujung-ujungnya kita harus siap menghadapi entitas setingkat Tuhan.
Saya memainkan Persona 4 di awal tahun ini lewat emulator PlayStation 2, tak menyangka kalau di tengah tahun gim ini bakal dirilis port PC.
2. Kingdom Heart 2
Ketika Final Fantasy bertemu Disney maka terciptalah Kingdom Heart. Seri ketiga baru dirilis 2019 tapi apa daya saya tak punya PlayStation 4 atau Xbox One, jadi terpaksa harus puas dengan Kingdom Heart 2 lewat PCSX2.
Kita kembali berpetualang dengan Sora, ditemani duo Donald Duck dan Goofy, untuk mencari teman-temannya yang hilang sekaligus melawan Organization XIII, sekelompok antagonis yang sebelumnya diperkenalkan di Chain of Memories. Seperti game sebelumnya, Kingdom Hearts II menampilkan banyak karakter dari properti milik Disney dan Square Enix.
Karena Kingdom Heart bertipe hack and slash sementara saya tak punya joystick, tentu saya ini pengalaman menyiksa tapi menyenangkan.
3. Persona 3 FES
Niat saya awalnya hanya ingin memainkan cerita tambahan Aegis di FES ini tapi malah main lagi dari awal – sebelumnya saya memainkan Persona 3 versi PSP. Saya mengunduh yang versi undub, suara Jepang teks Inggris.
Salah satu kritikan yang paling sering dialamatkan buat Persona 3 adalah saat battle karena cuma bisa mengatur protagonis utama sementara karakter lain bekerja otomatis, dengan AI yang bikin ngakak. Mistsuru Kirijo yang di saat genting malah pakai jurus Marin Karin jadi bahan lelucon populer.
Memainkan ulang Persona 3, jadi siswa edgy di Gekkoukan, bertarung bersama SEES mendaki sampai puncak Tartarus, selalu menyenangkan. Untuk epilognya, The Answer, lumayan lah.
4. Final Fantasy IX
Saya rasa Final Fantasy pertama yang kita mainkan pasti akan jadi Final Fantasy favorit kita. Bagi saya itu adalah Final Fantasy IX.
Kali ini saya memainkan port Android, sekaligus mengetes ponsel yang baru dibeli. Selalu berkesan bisa berpetualang bersama Zidane, Vivi, Sarah, Steiner, Freya, Quina dan Eiko. Seri Final Fantasy yang akan saya mainkan ulang tiap tahunnya.
5. The Last Remnant
Pengumuman rilis baru Final Fantasy XVI memunculkan nama Hiroshi Takai sebagai sutradaranya. Tentunya ada keinginan untuk mencoba karya-karyanya sebelumnya, dan itu adalah The Last Remnant.
Satu dari sedikit JRPG yang masuk katalog game PC, The Last Remnant awalnya dirilis untuk XBOX 360 pada 2008 setahun kemudian tersedia untuk perangkat komputer. Square Enix kembali merilis remastered JRPG ini pada 2018 untuk Playstation 4 dan masuk Nintendo Switch di akhir 2019.
Dari segi cerita memang tipikal JRPG dan begitu klise. Sistem level dengan konsep Battle Rank juga agak membingungkan, sehingga saya terpaksa memainkan ulang dari awal karena di tengah permainan saya baru tahu kalau level saya sudah terlalu tinggi ketika baca panduan di internet.
Namun saya sangat menyukai mengumpulkan beragam Unique Leader yang tersedia, dan saat mengatur tim. Dengan sistem turn-based, pertarungannya pun mengasyikan dan tampak epik, karena melibatkan bukan hanya beberapa orang, tapi sampai 18 orang yang dibagi dalam beberapa regu.
6. Tales of Zestiria
Ketika membeli The Last Remnant, saya iseng memasukan Tales of Zestiria dalam keranjang belanja. Satu-satunya serial Tales yang saya tahu cuma Tales of the Abyss.
Dikembangkan oleh Bandai Namco, serial Tales mungkin kurang dikenal dibandingkan judul JRPG besar lainnya. Namun ketika sebagian besar JRPG menggunakan sistem pertarungan berbasis giliran, serial Tales telah lama hadir dengan sistem beat-em-up, dan ini akan menjadi elemen utama yang ditawarkan Tales.
Zestiria dikembangkan untuk PC sehingga kita bisa memakai keyboard dan mouse, jadi meski hack and slash tetap bisa dinikmati. Soal cerita memang mudah ditebak, dengan karakter utama yang sangat tipikal protagonis shonen.
7. Tales of Berseria
Ketika menonton anime adaptasi Tales of Zestiria the X, ada dua episode promosi Tales of Berseria di dalamnya. Saya malah langsung jatuh cinta dengan protagonisnya, Velvet Crowe, dan lagu opening yang dibawakan Flow.
Berseria memakai semesta yang sama seperti Zestiria, bahkan ini merupakan semacam prekuel 1000 tahunnya. Cerita dan karakter Berseria lebih memikat saya ketimbang Zestiria. Dengan tema gelap dan kumpulan member party yang agak psikopat dari Rokurou, Magilou, dan Eizen, bercampur dengan Eleanor dan Laphicet yang lempeng dan polos, membuat dinamik grup begitu hidup. Skit dalam Berseria juga menarik.
Yang paling saya sukai adalah sistem skill-equipment yang mengingatkan saya pada Final Fantasy IX, JRPG favorit saya.