Mampus Kau Dikoyak So Nyuh Shi Dae

darth vader sone pink ocean

Pada saat ia secara enggak sengaja menemukan Girls’ Generation, dalam YouTube, ia adalah seorang pria penyuka alternative rock; ia mencintai Weezer. Ia adalah Jon Toth, seorang kulit putih dua puluh sembilan tahun, sarjana komputer. “Aku pasti bukan jenis pria yang Anda harapkan untuk bisa kepincut sama grup Asia beranggota sembilan gadis,” ungkapnya pada sang jurnalis dari The New Yorker, yang dituliskan dalam artikel ‘Factory Girls – sudah saya terjemahkan: ‘Gadis-Gadis Pabrikan. Dari Weezer hijrah ke Girls’ Generation, tentu absurd. Tapi begitulah, enggak lama berselang Toth belajar Bahasa Korea, untuk memahami lirik dan juga acara TV Korea. Lalu ia mulai memasak makanan Korea. Akhirnya, ia melakukan perjalanan ke Seoul, dan untuk pertama kalinya, ia mampu melihat secara langsung konser para gadis itu—Tiffany Hwang, Choi Sooyoung, Jessica Jung, Kim Taeyeon, Sunny, Kim Hyoyeon, Kwon Yuri, Im Yoona, dan Seohyun. Sebuah pengalaman yang mengubah hidup, tegasnya.

Saya adalah Jon Toth versi kulit sawo matang. Seorang remaja dari negara dunia ketiga penyuka Radiohead, Muse, Linkin Park dan band rock Barat basic lainnya ini kemudian harus berjibaku membedakan dan menghapal member girlband yang mukanya mirip-mirip itu. Candu terus berproses. Sampai akhirnya berani melabeli diri Sone. Seperti Toth, menonton langsung para teteh-teteh dari Korea itu jadi impian tertinggi. Sayang, pada tanggal 29 September 2014, Jessica mengumumkan bahwa dia telah diberhentikan dari grup idola sejagat sama si keparat SM Entertainment. Saya terus menjaga harapan kalau Sica bakal masuk lagi. Ketika grup-grup idol seangkatan pada tumbang, SNSD bisa bertahan sampai ulangtahun kesepuluh. Harapan masih ada. Tapi dunia beserta kapitalisme lanjutnya emang kejam, berita duka datang kemarin: Tiffany, Sooyoung, dan Seohyun cabut. Terutama Seohyun, karena dia bias aing. Harapan tertinggi seorang Sone ini harus gugur.

Dunia emang aneh. Bagaimana mungkin seorang yang pas SMA sangat suka lagu Kill All the Popstar-nya Mobilderek malah murtad jadi antek-antek kebudayaan pop Korea? Saya juga masih bertanya-tanya. Saya kembali mengorek tulisan-tulisan di blog jelek ini, menemukan kembali tulisan super jelek berjudul “Saya dan 소녀시대” dan tertawa karenanya.

saya dan snsd

Menjadi fans grup idola adalah bentuk politeisme kontemporer. Seperti manusia zaman dulu, para dewa politeisme sering digambarkan sebagai tokoh yang kompleks dengan kelebihan serta keterampilan individu yang beragam antara yang satu dengan yang lain. Sapuan gelombang budaya Korea bukan hanya menarik khalayak yang besar, namun juga menjadi pemujaan yang nyaris menjadi kultus. Penampilan langsung menjadi puncak ritual tertinggi. Jeritan dan tangisan pecah di gelanggang. Lalu suara penonton berubah dari semacam salakan menjadi semacam koor ratapan. Sayang, saya enggak akan pernah merasakan selebrasi akbar itu di tengah lautan lightstick merah jambu, untuk merapal: JIGEUMEUN SO NYUH SHI DAE! APPEURODO SO NYUH SHI DAE! YEONGWONHI SO NYUH SHI DAE! SO NYUH SHI DAE SARANGHAE~

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1783

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *