Kau enggak perlu kuasa, kami para perompak punya sebuah mimpi, sebut Monkey D. Luffy. Ketimbang lewat pendidikan formal yang membuang-buang uang dan waktu selama bertahun-tahun, kalau boleh jujur, saya lebih banyak mendapat kearifan hidup justru dari One Piece. Bahkan, boleh dibilang, minat membaca saya lahir akibat berawal dari kegemaran membaca manga ini. Dan saya yang pesimistis-pragmatis-plegmatis ini bisa berani bermimpi karenanya. Saya punya cita-cita ingin jadi bajak laut. Tapi berhubung Bandung jauh dari laut, ditambah ke-pesimistis-pragmatis-plegmatis-an tadi, saya menggugurkan cita-cita adiluhung ini. Saya kemudian beralih menjadi pembajak lainnya: menggunakan sistem operasi Windows bajakan, juga beragam peranti lunak bajakan, mengunduh film dan lagu bajakan, dan memanfaatkan barang-barang bajakan apa pun semampu yang saya dapat.
Beberapa waktu ke belakang, lewat blognya, seorang Eka Kurniawan memamerkan kekayaannya: buku The Missing Year of Juan Salvatierra-nya Pedro Mairal (harga paperback di Amazon: $15,49) dan tiket konser Phantasia SNSD di BSD (harga seat Pink A: Rp. 2.550.000). Apakah beliau hendak menghadirkan olok-olok bagi saya dan jutaan Sone dengan keterbatasan finansial lainnya yang cuma bisa nonton SNSD lewat layar Youtube? Entahlah. Yang pasti, saya masih dibuat senewen karena belum bisa nonton Kim Taeyeon dan kawan-kawannya secara langsung.
Kembali soal ebook bajakan, saya selalu berusaha membaca buku-buku yang diulas di blog beliau. Sebagai pembajak, situs Kickass Torrent tentu jadi salah satu pulau yang berisi beragam harta karun, dari bokep sampai buku digital bisa digali di sini. Namun sayang, ketika mencari Pedro Mairal, tak ditemukan apa-apa–beruntungnya, saya menemukan SNSD 4th Tour Phantasia in Japan kualitas HD. Tentu saja, saya sih enggak berharap banyak. Sebagai alternatifnya, kita bisa dapat sesama penulis asal Argentina lainnya, yang lebih terkenal: Jorge Luis Borges. Koleksi lengkapnya!
Saya biasanya membaca ebook lewat ponsel pakai aplikasi Prestigio. Berkat teknologi saya bisa membaca novel Roberto Bolano ketika servis motor, membaca puisi cinta Pablo Neruda sambil sesekali melirik para siswi SMA yang pulang sekolah senja hari, lebih memilih membaca cerita-cerita nyelenehnya Etgar Keret ketika menunggu soto ayam yang sedang disajikan di lapak sisi jalan padahal ada perempuan cantik yang makan sendirian di depan mata, sampai enggak merasa risih membaca novel cabulnya Ryu Murakami di siang yang terik sambil leyeh-leyeh di dalam sebuah masjid.
Mengacu pada Karl Marx, bahwa bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaannya, melainkan keadaan sosialnyalah yang menentukan kesadarannya. Selama pajak akan penjualan buku belum dihapuskan dan Toko Buku Gramedia dengan kebijakan kapitalistiknya yang mengatrol harga buku sampai jadi mahal belum dinormalisasi, bagaimana bisa rakyat Indonesia bisa mencicipi buku bukan sebagai kebutuhan tersier? Dan, seperti yang dibilang Haruki Murakami dalam Dance, Dance, Dance (saya baca ebook bajakan, tentu), di dunia busuk yang disebutnya advanced capitalism (kōdoshihonshugi) ini saya kira membaca buku bajakan (khususnya buku impor sih) bukan tindak kriminal, sah-sah saja. Kondisi sosiallah yang memaksa kita-kita jadi pembajak.
It doesn’t matter how old you are. You can become a pirate whenever you want. – Monkey D. Luffy
Aku sering baca buku bajakan coba. Gak sopan yak.. :”
Iya ga sopan banget, apalagi kalau di depan penulisnya.
Heeheh. Maaf. Maaf. Mahal sih..
Haha… setuju. Selama harga buku belum murah dan rasio gini kesenjangan kesejahteraan terus meningkat, jgn harap masyarakat indonesia membaca buku legal. Motonya adalah “bajak, bajak, bajak” :))
menurutku ebook ini malah memnantu praktis dan gratis
Heh, jadi selama ini…aku…
Selama ini aku masih baca buku biasa aja. baca ebook rasanya belum suka.
Eh Rip tulisan dan bacaan2 mu semakin keren deh. Dari waktu ke waktu tuh kaya makin dewasa gitu. Huehehehe.
Saya sebenernya merasa bingung, bagaimana jika saya harus membeli bajakan? Apakah saya dianggap sebagai seseorang yang tidak menghargai karya asli. Karena jika dengan membeli karya asli saya akan mendukung si pekarya, untuk tetap berkarya.
Atau.
Saya sidah (dikatakan) menghargai karya dengan hanya membacanya (walaupun harus membeli bajakan).
Namun saya masih bingung dengan kedua hal di atas. Hehehe
Mengapresiasi itu satu hal, memilih membeli asli atau memakai bajakan itu hal lain. Prinsip saya sih, segala yg indie marilah dukung dengan membeli aslinya (wajib hukumnya), sementara yg udah lewat korporasi besar silahkan pertimbangkan sesuai kantong pribadi.
Oke! boleh juga sudut pandangnya.
“Hargai karya dengan membeli aslinya” adalah mitos yg diciptakan bagian marketing untuk meningkatkan penjualan.
Hmmmmm…
Saya dulu kolektor ebook bajakan. Sekarang beli ebook legal sudah mudah
Beruntungnya saya belum tobat.
Terkadang membaca buku bajakan itu menjadi dilema, antara kasihan sama penulisnya sama kasihan sama minat baca yang tersalurkan. rasanya serba delima…
Tapi ya mau gimana lagi, demi kebahagiaan membaca, ya terpaksa membaca buku bajakan 😀
Buku masih jadi barang yang mahal sih… Membaca bajakan gak apa-apa asalkan dikonsumsi sendiri. Kalau niatnya buat dapet uang (taruh di blog, orang bisa download, trafic naik, pendapatan iklan naik) nah itu baru salah. Haha. jadi … mari mencari bajakan.
Untuk membajak seperti saudara saya biasa berkunjung ke bookfi.net atau bookzz.org. Saya akan berkunjug ke Kickass Torrent. Terimakasih informasinya. Long live pirates!
Enya ieu mah lamun nungguan janjian tapi ternyata ngaret, nungguan tukang nasi goreng masak, kan bosen mun hulang-huleung hungkul, ngaluarkeun buku fisik da di Indonesia mah bisi dianggap sombong, nya kapaksa macana ebook di hape.
Abdi mah sok teu kiat mun maca di toko buku samodel Gramedia, tiris ku AC.
tapi rip da ebook teh teu katingali bungkeuleukannana, jadi asa karagok…..
Justru karagok pas nungguan babaturan di Alfamart kudu muka novel War and Peace-na Tolstoy versi fisik.
Sebagai generasi yang lahir di era pembajakan, aku pun sering mencicipi produk-produk bajakan, termasuk buku. Mulai dari yang berlebel KW super sampai KW kuper. Aku selalu dilema jika dihadapkan pada pertanyaan “lebih memilih mana, produk original atau bajakan?”. Tapi yang jelas kebutuhanku akan produk bajakan bergantung pada situasi dan kondisi rekening. Contohnya seperti saat ini, ketika Bung Arip menyebut sering membaca ebook bajakan dari penulis dunia yang terkenal, akupun jadi kepingin. Jadi, boleh dong jika Bung membocorkan linknya kepada saya, dan akan lebih baik jika ebook bajakan tersebut sudah dalam edisi terjemahan. #Lahmaubajakankokmilih
Karena kerja penerjemahan itu berat, namun imbalannya dikit, maka belilah yg asli.
Koleksi ebook bajakan saya, semuanya Inggris sih, ada di gdrive ini: https://drive.google.com/folderview?id=0B7mv-JMYmlxwalk3dlFVc0Vvd0k&usp=sharing
Ada juga yg Indonesia, tapi khusus anggota komunitas aja yg bisa akses.
Saya masih menikmati bajakan, sampai kemudian menemukan Anak Semua Bangsat di Senen. Kesalahan ‘cetak’ sepertinya, sampul ASB ketimpa sampul buku lain.
Pram aja yg penulis terhebat Indonesia hidupnya sederhana, udud dan ngebakar sampah sesuka hati, namun ga masalah meski buku bajakannya merajalela.
Benar, saya setuju, penulis terhebat, sederhana, udud, ngebakar sampah. Tetapi apa tidak bermasalah dengan pembajakan buku-bukunya? Rasanya tidak.
Mz. Ngga salah tuh baca Ryu Murakami sambil leyeh-leyeh di masjid? Takutnya ada yg bangun.
Saia juga sering banget baca ebook ilegal. Malah Harry Potter 2-7 semuanya saya baca versi ilegal.
🙁 setuju banget Gra***** so capitalist, udah tau masyarakat indonesia melek membacanya kurang, ditambah harga bukunya mahal bagaimana mau maju mayarat kita?
Saya juga pembaca ebook bajakan, soalnya yang aslinya MAHAL. Apalagi saya uangnya cuma baru dari uang saku yang dikasih orangtua. Tapi sering mikir kalau saya yang nyiptain buku terus orang-orang lebih banyak baca yang bajakan sedih juga ya.