Komunikasi Emosi

Perasaan atau emosi bersifat personal sekaligus sosial, dan ini adalah alat komunikasi. Karena emosi sendiri berarti reaksi fisiologis, perilaku, dan reaksi terhadap rangsangan yang diproses secara kognitif dan dialami sebagai emosional.

Definisi ini mencakup beberapa dimensi penting dari emosi. Pertama, emosi sering dialami secara internal melalui fisiologis. Reaksi fisiologis ini mungkin tak terlihat oleh orang lain dan karenanya bersifat intrapersonal.

Emosi itu hanya akan jadi masalah intrapersonal kecuali jika kita menunjukkan beberapa perubahan perilaku yang memberi petunjuk bagi orang lain tentang keadaan internal kita atau kita mengomunikasikan keadaan internal kita tersebut secara verbal.

Keadaan emosional memicu kesiapan tindakan, mempersiapkan kita untuk bertindak apa yang perlu dilakukan, selain itu juga memiliki fungsi eksternal, menginformasikan orang lain tentang keadaan dan perasaan internal kita. Keadaan emosional memang memiliki fungsi komunikatif.

Komunikasi Emosi Adalah Kunci Kelangsungan Spesies Manusia

Pengelompokan manusia yang selalu bersama-sama dan menciptakan ikatan antarpribadi merupakan elemen kunci dalam kelangsungan dan keberhasilan spesies kita, dan kemampuan untuk mengekspresikan emosi berperan dalam keberhasilan ini.

Misalnya, tak seperti spesies lain, regulasi emosi dapat membantu mengelola konflik, dan empati memungkinkan kita untuk berbagi keadaan emosional orang lain, yang meningkatkan ikatan antarpribadi. Kapasitas ini penting karena masyarakat manusia purba tumbuh semakin kompleks dan orang perlu berurusan dengan hidup dengan lebih banyak orang.

Fungsi emosi tampaknya telah berevolusi dari fisiologis ke fungsi komunikatif, memungkinkan orang lain untuk memahami keadaan emosi seseorang.

Baik hewan maupun manusia mendasarkan banyak keputusan mereka pada isyarat dan sinyal, seperti pilihan pasangan seksual mereka; terlibat dalam perilaku kooperatif atau altruistik, atau respons sosial yang sesuai berdasarkan konteksnya. Sebagian besar didasarkan pada kemampuan untuk membaca dan menafsirkan sinyal dan isyarat dengan benar.

Baca juga: Bucin: Kebodohan yang Diprogram Secara Biologis

Ketika kita mengomunikasikan emosi kita, kita menarik perhatian pada diri kita sendiri dan memberikan informasi kepada orang lain yang dapat menginformasikan bagaimana mereka harus bereaksi. Misalnya, kapan seseorang yang kita sayangi menunjukkan perilaku yang terkait dengan kesedihan, kita mungkin tahu bahwa kita perlu memberikan dukungan.

Pada akhirnya, kelangsungan hidup adalah pertanyaan untuk memahami satu sama lain.

Komunikasi Emosi dan Problem Manusia Modern

Lewat sosialisasi kita belajar cara membaca dan menampilkan emosi. Komunikasi ini adalah landasan hubungan yang sukses, baik profesional maupun pribadi, sebagai cara untuk berbagi informasi dan menyetujui tindakan di masa depan.

Lebih dari sekadar berkomunikasi berdasarkan fakta, penting untuk menunjukkan keadaan emosional kepada kerabat kita untuk memastikan hubungan jangka panjang, menggunakan Hal ini dicapai terutama dengan pertukaran serangkaian sinyal sosial, seperti ekspresi wajah dan postur tubuh.

Terkadang perilaku kita bersifat tak disengaja. Kita mengabaikan seseorang, yang mungkin mengindikasikan kita marah kepadanya, atau kita gelisah atau menghindari kontak mata saat berbicara karena kita gugup.

girl laptop stress burnout office
Foto: Dreamstime.

Menangani emosi secara efektif adalah kunci keterampilan kepemimpinan. Dan menamai emosi kita, yang oleh para psikolog disebut pelabelan, adalah langkah pertama yang penting dalam menanganinya secara efektif. Namun itu lebih sulit daripada kedengarannya.

Banyak dari kita berjuang untuk mengidentifikasi apa yang sebenarnya kita rasakan, dan sering kali label yang paling jelas sebenarnya bukan yang paling akurat.

Ada berbagai alasan mengapa hal ini begitu sulit: Kita telah dilatih untuk percaya bahwa emosi yang kuat harus ditekan. Kita memiliki aturan sosial yang melarang mengekspresikannya. Atau kita tidak pernah belajar untuk mengekspresikannya dan menggambarkan emosi kita secara akurat.

Namun, seperti kebanyakan aspek komunikasi, kita semua dapat belajar untuk menjadi lebih kompeten dengan peningkatan pengetahuan dan usaha.

*

Referensi:

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1907

6 Comments

  1. saya pernah baca kalau emosi sebenarnya bukan ditekan tetapi disadari kehadirannya
    ketika kita menyadari emosi, maka kita seakan melihat emosi itu lewat
    sadar bahwa ia akan datang dan pergi

    • Boleh tau sumber bacaannya apa atau di mana? Yg saya tangkap mungkin ini soal pembahasan antara emosi dan kesadaran (consciousness), jadi agak beda konteks.

      Tulisan saya, terutama yg paragraf2 terakhir ini fokusnya represi dalam mengomunikasikan emosi, dan belum sampai ke contoh kasusnya sih ya, baru pengantar.

    • Kalau ngeliat redaksi kalimat hadist riwayat Abu Daud dan Imam Ahmad itu, “Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.”

      Sementara marah hanya salah satu bentuk emosi. Nah, ini salah satu contoh kasus kegagalan mengomunikasikan emosi, atau lebih tepatnya mendefinisikan apa itu emosi. Memang sih dalam bahasa keseharian yg disebut emosi itu artinya sedang marah.

  2. Pada akhirnya, IMO, sebelum dikomunikasikan, emosi tetap harus dikenali secara intrapersonal terlebih dahulu.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *