Mas mau tanya dong, kalo karya sastra korea itu masuk ke world literature work ga? Aku dapat tugas nih dari dosen buat analisis world short story, korsel itu masuk ga? Kang, kalau di Unpad ada jurusan Sastra Korea ga?
Salah saya sendiri sih, karena rajin mengkaji budaya pop Korea, dan meski bukan anak sastra, berani-beraninya menulis berbagai pos soal kesusasteraan dunia ala-ala Maria Popova di blog ini. Yang pasti, seperti ramalan seorang Eka Kurniawan: Mungkin saatnya menengok Korea tak hanya melalui K-Pop, tapi juga K-Lit mereka. Apalagi setelah kemenangan penulis asal Korea Selatan di ajang bergengsi Man Booker International Prize 2016, Han Kang dengan novel The Vegetarian-nya.
Saat pengumuman nominasi novel, saya menjagokan Man Tiger (Lelaki Harimau) dan The Vegetarian ini. Tapi saya omong sompral, dan sialnya intuisi saya selalu tepat, bahwa yang akan maju sebagai pemenang ya penulis perempuan dari negeri gingseng itu. Sialnya, Eka memang gagal menjadi bobotoh pertama yang meraih Man Booker International, dan kesialan lainnya adalah, enggak ada yang ngajak taruhan.
Alasan kenapa saya begitu kepincut pada keduanya, karena sepembacaan saya, antara dua novel tadi terasa banget Kafka-nya. Jika Man Tiger itu The Trial, maka The Vegetarian ini adalah The Metamorphosis dengan premis cerita: Yeong-hye terbangun dari mimpi buruk dan memutuskan untuk menjadi seorang vegetarian, satu keluarga pun menjadi kacau-balau. Dan dengan tema khas Kafka, antara perasaan bersalah dan rasa lapar. Cara penceritaannya pun menarik, karena memakai tiga sudut pandang berbeda; pertama dengan suami Yeong-hye, lalu dari suami kakak perempuannya, dan diakhiri oleh In-hye sang kakak perempuannya tadi.
Untuk unsur depresifnya yang merembet skizofrenik, bahkan suicidal ini, mengingatkan saya pada penulis wanita favorit saya, Sylvia Plath, dan novel coming-of-age terfavorit saya, The Bell Jar. Saran dari saya, untuk lebih menghayati lirisme novel ini, putarlah lagu ballad Korea.
Berdasar pengamatan sepenanakan nasi, dari yang saya lihat di beragam variety show Korea, khususnya Running Man dan Weekly Idol, kultur makan daging ini sesuatu yang mendarah daging. Seorang idol rela mengacuhkan dietnya untuk menyantap daging ketika dihadiahi–dan ini tontonan paling saya sukai. Bahkan, ada hari raya Chuseok, Thanksgiving-nya Korea, yang salah satu sajian utamanya semacam rendang.
Satu poin penting, bicara sastra dunia berarti bicara soal penerjemahan, khususnya penerjemahan ke Bahasa Inggris, dan Korea Selatan ini tampak getol dalam urusan ini, utamanya lewat Literature Translation Institute of Korea. Tapi saya kurang setuju pada gagasan Anies Baswedan, saya kira untuk Indonesia jangan dulu menghambur-hamburkan dana untuk penerjemahan, lebih baik disalurkan buat program-program memajukan minat baca dalam negeri dulu lah, misal untuk bantuan taman bacaan di daerah-daerah. Kalau Korea Selatan sih enggak masalah, negara maju ini, sudah banyak duit dan ternyata sekarang jadi negara dengan kultur membaca paling tinggi di Asia.
Selama beberapa waktu, Korea Selatan tampaknya iri pada penulis selebriti internasional seperti Orhan Pamuk dari Turki atau Haruki Murakami dari Jepang. Dan seperti Jepang pada 1970-an dan 80-an, sekarang ini Korea sedang dalam gelombang budaya yang tumbuh dan makin populer di luar negeri lewat produk teknologi, drama TV-nya, musik pop, film dan makanan. Sastra Korea atau K-lit tentu akan menyusul juga.
Nuhun, rip, sawer ebookna … kereeen …. setuju, mari tingkatkan minat baca masyarakat indonesia, gimanapun caranya
Buku bagus harus disebarkan, maunya sih diterjemahin, tapi pengen langsung dari bahasa Korea, kudu diajar heula
Udah baca ini belum? http://www.pri.org/stories/2016-05-18/how-self-taught-translator-created-literary-masterpiece-one-word-time katanya yang nerjemahin the vegetarian baru 6 tahun belajar bhs korea, belajar sendiri … hebat euy.
Iya, Deborah Smith belajar otodidak keren, hadiah Man Booker kemarin dibagi dua lagi.
Nampaknya belajar Bahasa Korea menjanjikan, tisu paseo, kamsahamnida.
senang membaca tulisanmu. salam kenal