https://youtu.be/y9Xri8zxfkA
Momotoran ider-ideran, hareudang campur prihatian
Ngadua kanu kawasa, mugia enjing pageto aya pamimpin nu nyaah
Nyaah ka leuweung jeung gunung, nyaah ka laut jeung kota
Ulah mun ka kaluwarga sareng ka golonganana
Bermacet-macetan di jalan raya. Bermotor melintas hutan ke pegunungan. Memacu sampai sisi laut. Kemudian dalam lagu “Momotoran” ini, Doel Sumbang menuangkan hasil selisikannya, khususnya beragam isu kerusakan lingkungan, sepanjang perjalanan bermotornya tadi.
Sebagai negara dunia ketiga, si roda dua berknalpot ini memang menjadi kendaraan esensial bagi kebanyakan masyarakat kita. Kultur bermotor tentunya sudah mengakar kuat. Bayangkan bocah yang masih berseragam putih merah pun bisa unjuk ngebut dan bermanuver layaknya Marc Marquez, dengan tanpa helm. Memang untuk keahlian bermotor orang Indonesia sudah dalam taraf di atas rata-rata, namun anehnya belum ada satu pun yang jadi pembalap MotoGP. Yang pasti motor inilah raja yang tak henti mengerubungi jalanan raya Indonesia. Si pengenyot bensin, penghasil polusi udara juga suara, serta peningkat angka kecelakaan di jalan. Dan saya adalah salah satu pengendara kuda besi ini, yang sudah tak asing dengan ritus momotoran.
Momotoran, atau yang istilah lainnya adalah touring ini merupakan kegiatan bermotor beregu yang rekreatif. Makin menyenangkan apabila rute perjalanan yang ditempuh melewati beragam medan jalur dengan panorama alam nan indah. Bukan hanya rekreatif, tapi ada unsur kontemplatifnya juga. Dan berkat rute momotoran yang saya lakukan pada 19-24 Juli kemarin: Bandung-Majalengka-Kuningan-Cirebon-Brebes-Bumiayu-Majenang-Cilacap-Pangandaran-Tasik-Garut-Bandung, saya bisa merasakan keresahan Doel Sumbang tadi.
Sang Rasul Zarathustra pernah bersabda, “Bumi memiliki kulit, dan pada kulit ini ada penyakit. Salah satu dari penyakit-penyakit ini, misalnya disebut ‘manusia’.” Dan ya, telah timbul kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Bikin saya resah dan muak dengan sebangsa sendiri.
Ah ya, saya memang seorang yang kelewat resah akan segala hal, tak tau tempat dan waktu. Inilah yang bikin saat berkendara pun kelihatan kikuk dan ragu-ragu, karena terlampau hati-hati dan banyak pikir ini-itu. Untuk perjalanan keseharian pun sering banyak mikirnya, apalagi pas momotoran jauh seperti kemarin. Mungkin setengah membenarkan soal kepribadian berdasar golongan darah, dia yang tipe A memang pengendara yang lambat. “Woi lambat banget sih, kayak siput aja!,” kritik si tipe O.
Meski merupakan beban psikologis, tetap beruntung karena dianugerahi energi berlebih untuk banyak mikir. Setiap kegiatan harus punya hasil buat direnungkan, termasuk bermotor, apalagi momotoran ini. Rekreatif harus, sepaket dengan reflektif pun kontemplatif juga.
Momotoran yang niatnya buat ekpedisi ini diinisiasi dari selentingan beberapa pegiat Komunitas Aleut!. Sebenarnya momotoran bukan kegiatan baru, karena selain berjalan beriringan, bermotor beriringan pun sesuatu yang sering dilakukan.
Momotoran bisa dikatakan sebuah proses team building, yang sebenarnya lebih murah ketimbang bikin kegiatan outbond. Dengan momotoran otomatis mendidik kita akan kebersamaan, menumbuhkan sikap simpati dan empati antar sesama. Yang ngabret harus menyesuaikan, pun yang berkendaranya lambat. Dalam momotoran pun tentu kita sering berpapasan dengan yang namanya problem solving. Berpikir cepat dan tepat sesuatu yang niscaya, tapi spontanitas pun harus diselipkan.
Momotoran adalah kegiatan menghambur-hamburkan bensin, maka perlakukan kegiatan ini secara arif. Jangan hanya foto narsis yang dihasilkan, seminimal-minimalnya kita bisa mengambil hikmah dari perjalanan momotoran yang dilakukan. Lebih bagus kalau ada karya yang dihasilkan semisal lagu “Momotoran”-nya Doel Sumbang tadi. Yang pasti tetap jadikan momotoran sebagai piknik rekreatif dan kontemplatif.
Banyak yang momotoran bin touring hanya buat bangga-bangga: ini lho komunitas kami.
Apalagi liat momotoran yang pake moge dikawal ama the polis, minta didahulukan seolah dia orang penting di negeri ini.
Ah iya emang suka sebel sama mereka. Bukan hanya moge sih, yg touring pake motor sport juga cukup nyebelin. Ngerasa jalan cuma milik mereka.
Keren euy perjalanannya, melintas batas ruang dengan sejuta cerita di setiap jengkalnya :hehe. Penasaran dengan perbatasan Majapahit dan Pajajaran itu, apa gerangan yang menjadi batas mereka? Cerita detil tentang tujuan perjalanan dalam petualangan motor ini akan selalu saya nanti, demikian juga dengan ulasan kontemplatifnya :haha. Kalian keren sekali! Saya pun tak menolak ketika diajak touring, tapi saya tidak punya motor besar jadi saya pelan-pelan saja :haha.
Iya memang banyak nih bahan tulisan dari ekpedisi momotoran kemarin. Niat awal perjalanan ini buat lebih kenal sama budaya Ngapak, kultur di daerah perbatasan Sunda-Jawa, sama buat pemetaan potensi pariwisata daerah juga.
Ya, maunya sih semoga ada artikel dari hasil momotoran ini yg tembus ke NatGeo Indonesia lah. Tapi pasti nanti satu-satu ada postingan di blog ini.
Wow keren banget! Semoga kesampaian dimuat di NatGeo Indonesia yak, postingan di sini juga tetap ditunggu :)).
Nggak enaknya saat touring itu saat kita dibonceng dan badan rasanya pegel akibat kelamaan duduk. Btw, url baru ya Mas? Kog nggak arifabdurahman.com lagi?
Wah saya sih selalu kebagian ngebonceng, ternyata sama capeknya ya yg dibonceng.
Kebagusan domain pake nama sendiri mah euy, lagian bukan artis ini. 😀
Ganti domain mas?
Komunitasnya menarik 😀
Iya ganti, bukan artis ini.
Komunitas dan pegiatnya pada menarik yes.
Klo sendiri gak masuk momotoran ya??
Ya termasuk juga sih.