Menyebut freemason, maka yang terbersit dalam kepala adalah beragam mitos konspirasi ketimbang fakta sejarah. Untuk mengelaborasi isu terkini yang tengah hangat soal iluminati dan freemason, Komunitas Aleut mengadakan ngaleut soal tema ini. Berawal dari Museum Sejarah Kota Bandung dan berakhir di Rumah Kentang, menyusuri beragam bangunan yang dulu berkaitan dengan gerakan freemasonry.
Kehadiran Freemasonry di Kota Bandung dimulai dengan berdirinya perkumpulan Loji Sint Jan sejak tahun 1880. Karena belum memiliki lahan sendiri mereka menggunakan salah satu ruangan di Kweekschool pada tahun 1881-1884 yang kemudian berpindah ke salah satu tempat di jalan Braga hingga tahun 1888. Pada tahun 1888 sempat terhenti selama sekitar 10 tahun karena tidak ada anggotanya. Pada tahun 1891 salah satu anggota Freemasonry mendirikan perpustakaan di Kweekschool. Lalu, pada tahun 1895 baru dimulai kembali pertemuan Freemasonry dan kemudian diresmikan sebagai Loji ke 13 bernama Loji Sint Jan. Pada tahun 1897 Ketua Loji Sint Jan membeli sebidang tanah di lahan Mesjid Al-Ukuwwah.
Frobelschool, Sekolah Pertama di Kota Bandung Bikinan Freemason
Pada tahun 1898 Freemasonry Loji Sint Jan mendirikan Frobelschool dengan jumlah siswa 13 orang. Karena belum mempunyai tempat, sekolah ini dilaksanakan di paseban Kota Bandung.
Nama Frobelschool sendiri diambil dari nama seorang praktisi pendidikan berkebangsaan Jerman bernama Federich Frobel yang menemukan konsep pendidikan anak usia dini yang kemudian dibawa ke Kota Bandung oleh Freemasonry sebagai Frobelschool yang kemudian berkembang menjadi taman kanak-kanak.
Untuk mempunyai gedung sendiri anggota Freemasonry mengumpulkan dana dengan iuran anggotanya, lotre, dan usaha lainnya termasuk meminta bantuan dana dari pemerintah yang akhirnya menyediakan lokasi di seberang Loji Sint Jan yang mulai digunakan oleh Frobelschool sejak tahun 1900 dengan syarat hanya boleh digunakan sebagai sekolah dan perpustakaan. Frobelschhol terus berkembang sebagai salah satu sekolah pertama di Bandung.
Masjid Al Ukhuwah Bekas Markas Freemason
Sejak masuk di tahun 1764 bersama perusahaan dagang VOC, perkumpulan Freemasonry mengalami perkembangan di Hindia Belanda. Perkembangan perkumpulan yang ada di bawah “La Choisie” ini ditandai dengan pembangunan loji-loji di Batavia, termasuk Loji “De Ster in het Oosten” pada tahun 1786.
Para anggota Loji De Ster het Oosten ini kemudian mendirikan perkumpulan bernama “Sint Jan” di Batavia pada tahun 1880. Perkumpulan ini mendapat ijin untuk memakai bagian gedung kweekschool Bandung sebagai tempat seminari dan pertemuan bulanan. Hal ini menjadi embrio perkembangan Fremasonry di Bandung. Sayangnya, perkumpulan ini vakum di tahun 1888 karena anggota yang terus menerus berkurang.
Semangat untuk mendirikan organisasi serupa di Bandung kembali muncul tujuh tahun kemudian, dengan nama asosiasi masonik “Mataram”. Para anggota Mason ini kembali berkumpul dan mengadakan pertemuan di gedung Kweekschool. Keberadaan asosiasi ada dibawah ijin dan pengawasan loji Excelsior yang berada di Kota Bogor. Mereka kemudian menyewa bekas gedung Laandraad sebagai tempat markas baru mereka.
Untuk mendapat gedung yang dimiliki sendiri, para anggota perkumpulan Sint Jan mengumpulkan dana sedikit demi sedikit untuk membangun gedung baru. Di waktu yang sama, H Simon sebagai ketua telah mendapatkan sebidang tanah yang disediakan untuk mendirikan loji. Pembangunan Loji Sint Jan dimulai dan rampung pada tahun 1901. Sekitar 70 orang pengurus Freemansory melakukan prosesi perjalanan dari Kweekschool sampai Loji baru sebagai simbol pindahnya “markas” perkumpulan ke tempat yang baru.
Perkumpulan ini mempunya beberapa program sosial di Kota Bandung. Di tahun 1891, mereka mendirikan perpustakaan umum yang bisa diakses oleh umum. Persuptakaan ini pada awalnya menempati gedung Kweekschool dan kemudian dipindah ke pusar kota, bersebelahan dengan kantor Het Nut van Bandoeng (Vereeniging tot nut van bandoeng en Omstreken atau Perkumpulan Kesejahteraan Masyarakat Bandung). Perpustakaan in baru dipindahkan ke Loji Sint jan pada tahun 1912 dengan menggunakan nama Volksbibliotheek (Perpustakaan Rakyat).
Gereja Katolik Bebas Santa Albanus
Pada tahun 1920 Kelompok Teosofi di Bandung menempati bangunan permanen yang dirancang oleh arsitek Ghijsels, sebuah bangunan yang terletak di Jalan Banda 26 dan kini dikenal sebagai gedung “Gereja Katolik Bebas S. Albanus”. Bangunan ini digunakan sebagai markas Teosofi Bandung hingga tahun 1930, sebelum mereka pindah ke kompleks Olcott Park di Jalan Merdeka sekarang. Jika melihat foto tahun 1930 menunjukan logo bintang david diatas bangunan ini, seperti halnya gerakan teosofi internasional.
Pemilihan nama Albanus ini merujuk kepada seseorang Alban yang hidup pada abad tiga masehi, ia dikenal sebagai martir Kristen pertama di Inggris. Ia merupakan tokoh favorit dari aliran Gereja Bebas.
Gereja Albanus ini termasuk dalam jaringan Gereja Katolik Bebas. Walaupun mengambil nama Katolik, Gereja Albanus tidak memiliki hubungan apapun dengan struktur Katolik Roma. Dalam buku Theosofie en de Theosofische Vereeniging menyebutkan “VKK merupakan sebuah organisasi independen dan otonom; bukan Katolik Roma, bukan pula Protestan, namun Katolik”. Kata “bebas” merujuk pada kebebasan jemaahnya untuk sebebas mungkin menafsirkannya kitab suci, kredo, dan liturgy serta menyesuaikannya dengan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan motto gerakan teosofi “There Is No Religion Higher Than Truth”.
Rumah Kentang dan Freemasonry
Di Indonesia, Freemasonry disebut juga sebagai organisasi kebinawanan(1). Dalam perkembangannya freemason terbagi menjadi freemason mayor (maskulin freemason) dan freemason minor (co-freemason). Hal yang membedakan antara freemason mayor dan co-freemason adalah keikutsertaan wanita sebagai anggota. Le Droit Humain (Hukum Kemanusian) merupakan contoh organisasi Co-Freemason yang pernah ada di Indonesia. Induk Le Droit Humain terdapat di Paris, Perancis. berdiri pada 11 Mei 1899.
Le Droit Humain masuk ke Indonesia pada awal abad 20 yang ditandai dengan berdirinya loge (disebut juga sebagai loka) pertama di Batavia bernama Lux Orientis pada 11 Mei 1911. Secara administrasi loge ini ditulis sebagai “Loge Lux Orientis No. 402”. Hal ini dapat diartikan bahwa Loge Lux Orientis terdaftar secara internasonal dengan bagian dari Loge Freemason Le Droit Humain dengan nomor registrasi 402.
Le Droit Humain menyebar ke seluruh pelosok Hindia Belanda. Di beberapa kota juga didirikan loge-loge Freemason Le Droit Humain. Namun berdasarkan catatan yang ada, loge dari Freemason Le Droit Humain hanya ditemukan di Pulau Jawa seperti Loge St Germain No 406 di Surabaya; Loge Thomas More No 421 di Semarang; Loge Hermes No 422 di Bandung; Loge Serapis No 423 di Bogor; Loge Osiris No 424 di Yogyakarta; Loge Sirius No 425 di Malang; dan Loge Pythagoras No 427 di Kediri.