Mereka lebih sering mengisi toples ketika Hari Raya, padahal cemilan ini bisa disantap kapan saja, lebih sehat ketimbang snack penuh kandungan MSG dan cocok untuk jadi teman nonton Netflix.
Jika ada yang pernah jalan-jalan ke Bandung Selatan dan mampir di toko oleh-olehnya, maka akan melihat opak dan kolontong. Dibungkus plastik panjang dan biasanya digantung, yang berbentuk bundar disebut opak dan yang silinder disebut kolontong. Bisa dipastikan, opak dan kolontong itu produksi dari Bojongkunci.
Tempat produksi opak dan kolontong itu adalah desa tempat saya lahir dan tumbuh besar. Berada di Kecamatan Pameungpeuk, yang ada di Bandung meski kabupatennya. Desa ini adalah kawasan pertanian, terhampar luas sampai jauh, yang karenanya kalau sedang di sini bakal bisa melihat jelas rangkaian pegunungan yang mengelilingi Bandung.

Nah, karena sejak kecil tinggal di desa ini, saya begitu akrab dengan opak dan kolontong. Tanpa bermaksud merendahkan daerah lain, saya layaknya barista dalam skena kopi kekinian yang bisa mengkritisi opak dan kolontong, jelas kualitas rasa olahan asli Bojongkunci bagi saya selalu terbaik.
Sebagai warga setempat, tentunya saya punya tanggung jawab sosial sebagai influencer opak dan kolontong ini, ketimbang terus endorse para korporasi yang memang sudah kaya.
Opak dan Kolontong Sebagai Rice Cracker

Berbagai macam olahan dari beras ada di banyak budaya berbeda ketika nasi jadi makanan utama, dan ini sangat lazim di Asia, apalagi di Indonesia. Karena selain sebagai makanan berat, beras juga kemudian dibentuk, dipadatkan, atau digabungkan menjadi berbagai jenis cemilan, biasanya menjadi golongan rice cake (kue beras) yang begitu banyak variannya, dari tteokpokki, dango, lontong sampai klepon, dan sisanya masuk golongan rice cracker.
Beragam variasi ini adalah yang dibuat langsung dari beras dan yang terbuat dengan tepung beras, yang dikompres menjadi satu kesatuan atau bisa juga dikombinasikan dengan beberapa zat lainnya, misalkan gula sebagai pemanis.
Dalam adegan anime One Piece di atas, kakeknya Monkey D. Luffy sedang memakan rice cracker, yang dilapisi nori atau rumput laut, yang disebut senbei. Cemilan ini sering disantap dengan teh hijau sebagai makanan ringan dan biasanya ditawarkan untuk menjamu tamu.

Senbei datang dalam berbagai bentuk, ukuran, dan rasa, biasanya gurih tetapi terkadang manis. Jika diperhatikan ini tak berbeda dengan opak.
Seperti opak, kolontong juga berbahan baku utama dari beras ketan dengan proses pembuatan yang sama, hanya berbeda di hasil akhirnya.
Proses Produksi Opak dan Kolontong
Untuk bahan baku tak sembarangan, karena beras ketannya harus jenis Gulampo yang ada di Cisewu, Garut. Inilah yang menjadikan opak dan kolontong Bojongkunci istimewa.
Setelah beras ketan sebagai bahan baku utama tersedia, maka para perajin mulai mengolah pengangan ini. Mula-mula beras ketan direndam kurang lebih sehari semalam. Setelah ditanak sampai matang, adonan ketan tersebut diletakkan di sebuah wadah khusus bernama jubleg dan ditumbuk hingga halus menggunakan alat yang disebut halu.

Olahan yang akan dijadikan opak tak diberi apa-apa lagi, meski kadang ditambahi garam agar lebih gurih, sementara kolontong akan ditambahi gula kawung atau gula merah.
Adonan ketan yang sudah halus tadi dicetak sesuai besaran hasil akhirnya: Untuk opak ukurannya kurang lebih 10 cm, sedangkan yang akan dijadikan kolontong ukurannya berdiameter 30 sampai 50 cm yang nantinya akan dipotong-potong lebih kecil lagi. Proses mencetak ini disebut ngadeple-deple layaknya kalau bikin pizza.


Setelah jadi cetakan, kemudian dijemur selama sehari, tapi jika cuaca sedang tidak terik, pengeringan bisa dilakukan di tungku pemanas. Adonan dijemur dengan alas nyiru, sebuah wadah melingkar dari anyaman bambu, tapi posisinya dibalik, jadi menggunakan bagian bawah atau bokongnya.
Di tengah penjemuran, ada proses membalik cetakan opak yang disebut ngalampog, agar kedua sisi sama kering.

Setelah kering, bahan opak langsung dimasak, sementara kolontong harus dipotong kecil-kecil agar berbentuk persegi panjang.

Proses pemasakan opak dan kolontong dilakukan dengan cara sangrai dengan pasir sebagai media penggorengnya. Ini juga yang menjadi ciri khas opak dan kolontong Bojongkunci, karena masih mempertahankan proses sangrai ini dan tanpa memakai minyak goreng.

Sejarah Opak dan Kolontong Bojongkunci

Opak dan kolontong di Bojongkunci kurang lebih sudah ada sejak 1950-an, berdasarkan penuturan Ayi Suganda dan Ujang “Éyang” Koswara pada Mangle. Yang pertama mengawalinya adalah Nini Enés, yang dulu dibikin hanya untuk “opieun” atau camilan di keluarganya, belum sebagai produk jualan.
Ayi dan Éyang sendiri merupakan para perajin opak dan kolontong di Bojongkunci. Opak dan kolontong Bojongkunci mulai naik pamornya sekitar tahun 1980-an. Di medio tersebut, Éyang tersohor sebagai “Si Raja Opak”, yang dikabarkan jadi langganan seorang jenderal dari Jakarta.
Para perajin biasanya memasarkannya secara langsung atau melalui agen, sering juga menerima pesanan tertentu. Pembuatan opak dan kolontong terbanyak biasanya menjelang hari raya Lebaran dan Idul Adha. Jika setiap bulan, para perajin biasanya membutuhkan setengah sampai satu ton beras ketan, maka pada saat musim ramai seperti menjelang lebaran dibutuhkan dua kali lipatnya.
Lewat agen atau distributor, wilayah pemasaran opak dan kolontong Bojongkunci sudah mencakup hampir 80% pasar di wilayah Kabupaten Bandung. Lewat jalur ini pula opak dan kolontong bisa dijual hingga ke seluruh wilayah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten.
Masa Depan Opak dan Kolontong Bojongkunci

Mungkin terdengar pretensius atau tampak seperti orang yang ikut-ikutan, tapi saya juga punya keinginan agar opak dan kolontong Bojongkunci ini makin beken atau ngehits. Misalnya, dengan inovasi dari rasa, kemasan yang lebih kekinian, dan tentunya dari pemasaran yang lebih menjangkau kawula muda.
Meski memang, opak dan kolontong Bojongkunci yang orisinal tetap yang terbaik, lebih sehat ketimbang yang dicampur macam-macam.

Oh, yang jadi kunci enaknya opak bojongkunci itu karena beras ketannya harus jenis gulampo dari Garut ya kang. Memang jika bahannya lain maka rasanya juga lain ya.
Opak memang sekarang ada dimana-mana terutama daerah Jakarta dan Banten. Kalo jalan jalan aku juga kadang beli opak.
Dulu saya pernah nemuin opak di acara sunatan. Opak ditusuk dengan olahan makanan tradisional lainnya. Saya lupa lagi namanya.
Oh iya kiwari opak ada varian rasa lain ga? Misal rasa kopi, caramel.
Pas ke pabrik Chocodot pernah ujicoba opak pake coklat lumayan enak juga. Kepikiran buat pake varian rasa juga misalnya greentea biar makin ngehits. Tapi yg terbaik tetep yg ori sih, lebih sehat.
Astaga,, pengenn… Laperr
Kalau Opak di daerah saya dari singkong dan tipis bentuknya.. Biasa dimakan sambil makan nasi soalnya dia jatuhnya kaya kerupuk gitu.
Dan ini keliatannya enak. Where I can get these online??? cocok buat cemilan dan bentuknya kaya senbei di Jepang yah.. Mngkin Jepang terinspirasi dari sini kali yah, kan dlu jepang ngejajah Indo.. wkkwkw