Mencari Pecinan di Bandung

Mungkin banyak yang bertanya, “Di mana sih lokasi Pecinan di Bandung?”

Sebelum kita menengok jalan-jalan kota Bandung, bertanya-tanya tentang sisa-sisa identitas Pecinan, mari kita telisik istilahnya terlebih dahulu. Pecinan merujuk bukan sekadar pada jejak geografis, tetapi sebuah ruang di mana budaya dan keturunan Tionghoa hidup dan berkembang.

Di banyak kota besar, dari Singapura hingga Surabaya, Pecinan merupakan ruang kolektif di mana ingatan, identitas, dan tradisi terjaga di antara bangunan-bangunan yang mengingatkan kita pada asal-usul mereka yang merantau dan menetap. Apakah Bandung, kota yang mengemban beragam cerita, menyimpan Pecinan serupa?

Pecinan: Jejak Politik dan Sosial

Pembentukan Pecinan di berbagai kota bukanlah kebetulan atau sekadar hasil dari naluri komunal manusia. Pecinan muncul akibat dua faktor besar: politik dan sosial.

Di Hindia Belanda dalam konteks era kolonial, faktor politik menjadi alasan utama terbentuknya pemukiman Tionghoa. Kolonialisme adalah strategi menguasai, mengatur, sekaligus menjaga kendali atas penduduk yang berbeda etnis, dan Wijkenstelsel menjadi instrumen pengontrol tersebut.

Melalui kebijakan yang membatasi pergerakan penduduk Tionghoa, pemukiman ini menjadi ruang tertutup dan terisolasi. Di beberapa tempat, diperlukan Passenstelsel, izin khusus bagi orang Tionghoa untuk keluar-masuk wilayah Pecinan. Pemisahan ini tidak hanya fisik, tetapi juga emosional. Rasanya, ini mirip seperti penjara tak kasat mata.

Namun, politik bukan satu-satunya tali pengikat. Ada faktor sosial yang tak kalah kuat, sebuah dorongan untuk berkumpul dan tinggal berdekatan. Kehadiran sesama Tionghoa menciptakan rasa aman dan solidaritas.

Masyarakat Tionghoa yang berada di tanah asing menemukan kenyamanan dalam lingkaran yang memahami bahasa, nilai, dan tradisi yang sama. Eksklusivitas ini bukanlah keunikan milik satu etnis saja. Seperti kampung Madras di Medan atau kampung Arab di Surabaya, Pecinan adalah ekspresi dari kebutuhan yang mendasar: rasa aman di lingkungan yang penuh pemahaman.

Bandung dan Identitas Pecinan yang Samar

ngaleut sincia wihara satya budhi jejak tionghoa di bandung

Kota Bandung, dengan segala dinamika modernitasnya, tidak lagi menyisakan Pecinan dalam pengertian yang sama seperti di Jakarta atau Semarang. Jejak-jejak komunitas Tionghoa memang ada, namun berbaur dalam denyut yang nyaris tak terdeteksi.

Di beberapa ruas jalan seperti di sekitar Pasar Baru, atau kawasan Jalan ABC, kita bisa menemukan toko-toko yang dikelola oleh keturunan Tionghoa. Namun, apakah ini cukup untuk menyebutnya sebagai Pecinan?

Ketika kita berbicara tentang Pecinan di Bandung, kita lebih sering menemui jejak sejarah ketimbang komunitas eksklusif. Tempat-tempat seperti Kelenteng Satya Budhi di Jalan Kelenteng, yang konon telah ada sejak tahun 1885, menjadi salah satu bukti fisik dari keberadaan komunitas Tionghoa di Bandung pada masa lalu.

Kelenteng ini, lebih dari sekadar bangunan, adalah penjaga memori yang menandai kehadiran Tionghoa di kota ini sejak lama. Namun, seiring waktu, kota ini berubah. Modernisasi dan urbanisasi membawa tatanan baru, dan Pecinan sebagai ruang fisik semakin sulit dilihat dan ditandai.

Pecinan di Bandung dan Hibriditas Sosial

Jika di kota-kota lain Pecinan masih dapat dikenali sebagai ruang yang hidup, di Bandung Pecinan berbaur menjadi irama tersendiri. Tidak ada tembok fisik yang memisahkan, tidak ada peraturan yang membatasi gerak.

Masyarakat Tionghoa di Bandung hidup di antara penduduk lain tanpa sekat nyata. Ini menciptakan hibriditas sosial, sebuah asimilasi yang berjalan alami, bukan paksaan. Jejak-jejak arsitektur, seperti ruko-ruko lama di sekitar kawasan pecinan, toko-toko emas, atau apotek tradisional, menjadi representasi dari hibriditas tersebut.

Mungkin itulah yang membedakan Bandung dengan kota-kota lainnya. Bandung tidak pernah memiliki Pecinan dalam artian yang rigid, melainkan semacam Pecinan yang tersirat dalam kehidupan sehari-hari.

Di sini, kita menemukan sebuah keunikan, di mana identitas Tionghoa tak sepenuhnya eksklusif, melainkan membaur, menjadi satu dengan keindonesiaan. Para generasi muda Tionghoa Bandung pun kerap tumbuh dengan identitas ganda—mereka menjadi orang Bandung seutuhnya, namun juga tetap menjaga warisan leluhur.

Jadi, di manakah lokasi Pecinan di Bandung? Jawabannya, mungkin ada di sekitar kita, atau mungkin hanya ada di benak kita sebagai sebuah konsep. Pecinan di Bandung adalah sebuah memori kolektif yang tak memerlukan batas fisik. Sebuah Pecinan yang membaur dengan kota, menjadi bagian dari Bandung, sebagaimana Bandung menjadi bagian dari mereka yang dulu merantau dan kini menetap.

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1889

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *