Purpose of Reunion (2015): Panduan Cabul Berbuka Bersama

Sehari sebelum Ramadan dimulai, saya diajak nonton bareng film semi Korea. Besok mah enggak bisa ginian siang-siang, bujuknya. Usulan cemerlang penuh perhitungan sayang untuk ditolak. Kami menonton lewat hape saya. Kami memilah mana yang bakal ciamik buat ditonton, dan secara acak saya pilih Purpose of Reunion (2015).

Premis ceritanya sederhana: berawal dari reunian, berakhir adegan ranjang. Tapi enggak sesederhana itu, karena setelah menontonnya justru banyak permenungan yang didapat dari film erotis tadi.

Jika mengacu pada esai How to Recognize a Porn Movie dari pemikir Umberto Eco, ada satu kriteria untuk membedakan apakah sebuah film itu porno atau enggak, dan ini berdasar lama durasi sia-sianya. Eco menyebutkan kalau dalam film porno itu sebelum kamu bisa melihat sebuah persetubuhan yang sehat kamu harus nonton adegan normatif yang sebenarnya cuma omong kosong.

Tapi film yang dibintangi Jo In-woo sama Kim Yoo-yen tadi, meski labelnya porno, ceritanya asyik buat diikuti. Setiap adegannya layak diikuti. Korea Selatan emang jawaranya bikin menye-menye. Awalnya niat nonton buat pelepasan nafsu, eh malah jadi melankolis dan reflektif. Berakhir mempertanyakan beragam hal, bukan hanya tentang cara PDKT atau teknik senggama yang asyik, tapi juga menyoal kesetiakawanan, kesendirian, pernikahan, perselingkuhan, dan apa serta kenapa harus diadakan reuni.

Saya jadi teringat film dokumenter cum ceramahnya filsuf Slavoj Zizek, The Pervert’s Guide to Cinema (2006). Yang mendiskusikan bahasa tersembunyi dalam film dan menjelaskan bahwa film adalah representasi manusia akan diri mereka sendiri. Untuk memahami dunia hari ini, sebut Zizek, kita membutuhkan film, secara harfiah. Hanya lewat film kita mendapat dimensi krusial yang belum siap kita hadapi dalam realitas kita. Jika kita mencari apa yang sebenarnya lebih nyata dari kenyataan itu sendiri, lihatlah fiksi dalam sinema. Dengan catatan, bahwa dalam film ada yang namanya romantisasi dan bias.

Zizek selalu menyinggung psikoanalisis dan tentu bapaknya psikoanalisis, Sigmund Freud. Saya sendiri enggak terlalu paham-paham amat sama Freud. Tapi yang saya tangkap darinya adalah bahwa semuanya berawal dari kontol. Juga memek, tentu. Dorongan untuk ewean adalah yang harus dipersalahkan atas segala tindak-tanduk manusia. Kalau begitu, film porno sangat Freudian. Karena langsug menyasar seksualitas. Pendek kata, nonton film erotis adalah sarana belajar psikoanalisis paling benar.

Kembali lagi ke film Purpose of Reunion. Ceritanya sendiri soal sekumpulan pria dewasa, beberapa ada yang sudah menikah, mengusulkan untuk mengadakan acara reuni. Dengan tujuan akhir agar bisa menemukan kawan perempuan yang bisa diajak selingkuh dan senggama.

“Kita memilih enggak secara acak satu sama lain,” sebut Freud soal pemilihan pasangan. “Kita hanya memilih mereka yang sudah eksis di alam bawah sadar kita.” Kayak di Indonesia saja, adegan acara reunian ya diisi sama kumpul-kumpul, makan-makan, minum-minum, nyombongin kesuksesan, dan main mata. Wah ieu mah situasi bukber, komentar teman saya.

Ramadan adalah bulan seribu bulan dan seribu ajakan buka bersama. Yang namanya reuni adalah silaturahmi, tentu amalan baik. Niat awalnya sih begitu. Tapi siapa yang bisa menyalahkan jika terjadi main mata sama gebetan di masa silam yang sekarang udah punya pacar atau bahkan udah bersuami, misalnya. Cinta lama bisa bersemi di bukber. Atau, ketika seorang lelaki, saya salah satunya, memandang dengan pikiran cabul, baik disadari atau enggak, teman-teman cewek yang sekarang jadi makin cantik atau makin semok.

Dalam hal ini, bukber di kita sama saja seperti dalam film Purpose of Reunion tadi. Meski enggak secabul itu. Atau lebih tepatnya, kondisi sosial yang merepresi id kita.

Baiklah, sudahkah kamu menonton Purpose of Reunion? Niatkan saja sebagai ibadah, juga sebagai upaya membaca ritus buka bersama ini dalam perspektif lain. Wallahu alam.

Share your love
Arif Abdurahman
Arif Abdurahman

Pekerja teks komersial asal Bandung, yang juga mengulik desain visual dan videografi. Pop culture nerd dan otaku yang punya minat pada psikologi, sastra, dan sejarah.

Articles: 1924

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *