SM Entertainment memang misoginis bangsat. Meski menjadi bagian dari SM, satu korporasi hiburan Korea yang superkaya, berarti dikasih kepastian bahwa sebuah idol akan mendapatkan banyak publisitas, namun grup cewek harus berjuang lebih ekstra untuk beberapa waktu sebelum menjadi populer. Padahal sejak menganut politeisme kontemporer, dewi-dewi bikinan SM selalu jadi pilihan saya.
Sebelum 2014, nama grup ini hanya dikenal sebagai jenis kue. Girls Generation atau SNSD debut pada 2007, f(x) debut 2009, kemudian lahir Red Velvet yang bisa dibilang mengawinkan irisan dari dua grup tadi. Mereka memang memulai dengan sebuah konsep dwitunggal yang jarang ditemukan dalam grup cewek, mengadu antara musik pop yang catchy dalam Red, yang dibenturkan dengan suara berbasis RnB yang lambat dalam Velvet.
Sejak terbentuk pada 2014, Red Velvet telah melesat ke superstardom. Mereka terus merilis lagu hit – lagu-lagu Red Velvet selalu menemani saat saya bermotor. Meski memang, sedikit kalah populer dengan saingan Twice dan Blackpink yang debut lebih dini, namun malah menyusul.
Red Velvet telah menjadi pertengahan antara gaya eksperimental f(x) dan musik yang lebih mainstream dari SNSD, dan itulah yang mereka berikan. SNSD dan f(x), sebagai produk, apalagi setelah lama hiatus dan membernya enggak lengkap, sudah enggak terlalu laku. SM pastinya ngelirik buat mengeksploitasi Red Velvet, yang tahun 2017 kemarin saja sampai tiga kali comeback album baru. Dan di awal tahun ini ujug-ujug bikin repack dari album terakhir Perfect Velvet, jadi The Perfect Red Velvet.
Kwintet memainkan kecenderungan retro mereka yang lebih halus pada album yang diperbarui, dengan All Right yang nu-disco dan Time to Love dengan RnB 90-an dan single utama Bad Boy. Lagu yang terakhir dirilis melalui sebuah video musik yang menampilkan Red Velvet dalam nuansa paling gelap, menunjukkan penampilan grup yang terus berkembang sejak awal mula mereka dengan Happiness yang riang gembira di tahun 2014.
Kontras dengan warna pelangi di Peek-A-Boo, Bad Boy mempertontonkan seragam seksi dan pakaian atletik dan baju kasual dengan dandanan gothic, yang menggambarkan Red Velvet sebagai femme fatale. Para member terlihat mencitrakan diri sebagai cewek-cewek nakal, dengan jins robek, stoking jala, dan rambut berantakan. Meskipun enggak terlalu berorientasi pada plot, nuansa berbahaya dari Irene, Seulgi, Wendy dan Joy kontras dengan citra Yeri yang masih muda, yang tampaknya dilindungi yang lain, Seulgi bahkan menutupi telinga Yeri dalam satu adegan.
Koreografi Bad Boy, seperti yang ditampilkan dalam video musik, adalah yang paling seksi yang pernah Red Velvet tunjukkan sejauh ini, diisi dengan goyangan pinggul yang sugestif dan gerakan tangan yang agresif dan tiba-tiba, memberi isyarat dengan saksama ke arah penonton dan menatap tajam ke arah kamera. Kalau dilihat-lihat, koreografinya rada mirip Bad Girl-nya SNSD, dengan lebih sensual.
Sisi Red sangat dipengaruhi oleh euro-pop sementara sisi Velvet lebih ke RnB Amerika 2000an dan pop British 80an. Sisi Velvet adalah kegemaran saya. Bad Boy adalah konsep Velvet yang paling nyangkut selain Be Natural dan Automatic dan One Of These Night.