Tiap isapan rokok dalam film-film Hong Sang Soo bukan sekadar kebiasaan, tapi ritual. Kita tidak melihat asap yang melayang di udara sebagai simbol maskulinitas atau pemberontakan.
Ini bukan film Hollywood di mana sang detektif menyulut rokok setelah menyingkap rahasia besar. Di dunia Hong Sang Soo, rokok adalah penghubung antara kekosongan dan pencarian jati diri, fragmen-fragmen kehidupan yang terurai, lalu kembali bersatu dalam percakapan yang seolah-olah tidak berarti.
Namun justru di situlah letak keindahannya: dalam absurditas kehidupan yang biasa, di mana setiap isapan rokok menyiratkan kehampaan yang tak terkatakan.
Asap yang Menggantung di Antara Perbincangan
Dalam film-filmnya, kita mendapati para karakter yang tampak terperangkap dalam kebiasaan merokok sambil berbincang tentang hal-hal sepele—seringkali mengenai kehidupan, cinta, atau kesepian.
Mereka duduk di bar, meja kafe, atau trotoar yang sepi. Tangan kanan memegang rokok, sementara tangan kiri menyambar gelas soju, menuangkan minuman tanpa harapan bahwa itu akan menyelesaikan masalah yang tengah mereka hadapi.
Kita menyaksikan percakapan yang canggung, kebingungan eksistensial yang tidak pernah mencapai kesimpulan pasti. Namun, bukankah itu juga cermin dari kehidupan nyata?
Bagi Hong Sang Soo, merokok adalah jeda—antara kata yang satu dengan yang lain, antara satu babak kehidupan dengan babak berikutnya.
Asap rokok bukan hanya metafor, tetapi juga perpanjangan dari kehampaan yang melingkupi karakternya. Ketiadaan ini mengajak kita merenungi celah di antara dua peristiwa atau dua ide. Di sini, ketiadaan bukanlah kekosongan, melainkan ruang untuk berpikir ulang, untuk memahami bahwa ada sesuatu di balik setiap hening yang menggantung.
Hong Sang Soo tidak memberi kita narasi besar. Tidak ada plot berliku atau kesimpulan yang gemilang. Yang ada hanyalah percakapan datar tentang hal-hal sepele, atau sekilas pengakuan yang tampak datang entah dari mana.
Namun, di tengah-tengah semua itu, rokok terus menyala, seolah menjadi satu-satunya hal yang konsisten di dunia yang penuh ketidakpastian. Mungkin ia ingin mengatakan bahwa dalam kekacauan kehidupan, ada satu hal yang dapat kita kontrol: menghirup dan menghembuskan asap rokok.
Antara Soju, Asap, dan Sunyi
Ketika perenungan personal menjadi pintu masuk untuk merenungi hal yang lebih luas, merokok dalam film Hong Sang Soo adalah pintu menuju kehampaan eksistensial, menuju kesadaran bahwa hidup mungkin tidak lebih dari sekadar rangkaian momen tanpa makna.
Namun, momen-momen itu tetap kita jalani. Kita merokok, kita minum, kita berbicara. Dan meskipun tidak ada jawaban yang kita temukan, kita merasa sedikit lebih baik setelah sebatang rokok habis di tangan.
Namun, seni merokok dalam film Hong bukan hanya soal eksistensialisme yang muram. Di balik asap dan kesunyian, ada elemen humor yang halus, ironi tentang betapa tidak signifikannya tindakan merokok itu sendiri, tapi betapa pentingnya bagi para karakternya.
Ada kritik sosial yang samar-samar menyelinap di antara dialog. Apakah kita benar-benar perlu merokok untuk merasa terhubung dengan diri kita sendiri? Atau ini hanya ilusi yang diciptakan oleh masyarakat yang menuntut kita untuk terus “melakukan sesuatu” bahkan ketika tidak ada yang perlu dilakukan?
Hong Sang Soo menggambarkan dunia di mana tokoh-tokohnya sering kali menyendiri meskipun mereka dikelilingi oleh orang lain. Rokok adalah cara mereka untuk meredakan kecanggungan, untuk melarikan diri dari keharusan terlibat sepenuhnya dalam kehidupan. Di setiap hembusan asap, kita melihat upaya untuk melonggarkan batas antara kenyataan dan imajinasi, antara apa yang kita rasakan dan apa yang seharusnya kita rasakan.
Seni merokok dalam film Hong Sang Soo adalah paradoks tersendiri: tindakan sederhana yang memiliki makna mendalam, tetapi juga tidak berarti apa-apa. Kita menyaksikan karakter-karakter yang seolah berusaha menunda kehidupan nyata dengan setiap tarikan napas yang diisi oleh nikotin. Tapi kehidupan nyata, seperti halnya asap rokok, tetap menghilang begitu saja tanpa bisa kita genggam sepenuhnya.
Merokok, Sebagai Sebuah Filsafat Sederhana
Pada akhirnya, seni merokok ala Hong Sang Soo bukanlah soal rokok itu sendiri, tapi tentang bagaimana kita sebagai manusia merespons kehidupan yang ambigu dan penuh kebetulan. Dalam jeda-jeda di antara percakapan, di antara tarikan dan hembusan, kita merasakan absurditas yang begitu familiar.
Dalam setiap asap yang membubung, kita diingatkan bahwa hidup mungkin hanya rangkaian momen-momen yang lewat begitu saja, tanpa makna besar atau tujuan mulia. Namun, seperti halnya sebatang rokok yang habis, kita tetap ingin menyulut yang baru—sekadar untuk merasakan kelegaan sejenak sebelum kembali tersesat dalam hidup yang tak pernah benar-benar kita pahami.
Hong Sang Soo menyentuh absurditas eksistensi kita dengan hal-hal yang tampak remeh. Merokok dalam filmnya, lebih dari apa pun, adalah meditasi kecil tentang bagaimana kita menjalani hidup yang pada akhirnya mungkin tak lebih dari sekadar jeda panjang di antara asap-asap yang berlalu.