Meski mahasiswa keperawatan, tapi saya tetap bisa menyalurkan minat dalam bidang jurnalistik dan desain grafis. Memang karena keahlian desain sama kreativitas yang sedikit di atas rata-rata, berhubung emang di BEM jadi staff kominfo, masih dipercaya buat jadi editor dan redaktur pracetak majalah dwi-bulanan Fkep Unpad. Ngedit sama ngelayout inti kerjanya mah. π
Berhubung nggak semua hasil wawancara bisa dimasukan ke majalah, namun rasanya sayang juga kalau dibuang, dan emang infonya sangat bermanfaat, maka saya tampilin aja di sini.
Semoga bisa dapat menambah wawasan aja buat rekan sejawat perawat yg membaca postingan ini. Buat yang bukan perawat pun tetap boleh baca pasti.
Ya, berikut hasil wawancara sama Teh Nissa, ketua Rohis tahun 2012 kemarin yg dapat kesempatan buat ikut Student Career Development di Gunma University, Jepang. Cekidot aja langsung lah.
Ceritain dong teh gimana sistem pendidikan di Jepang?
Kalau jenjang pendidikannya hampir sama dengan Indonesia, ada D3, sarjana, spesialis sama pascasarjana. Yang nggak ada yaitu jenjang SMK. Lebihnya di luar negeri, sudah banyak universitas yang membuka jenjang S3 hingga postdoctoral keperawatan, jadi udah nggak heran lagi kalo yang ngajar di universitas kebanyakan dosen-dosennya udah bergelar profesor.
Bedanya, sistem belajar di Jepang masih menggunakan sistem konvensional, yaitu belajar di satu ruang kuliah besar dengan metode ceramah. Tapi, jumlah mahasiswanya memang lebih sedikit dibandingkan dengan di FKep, kurang lebih cuma 80 orang, dan ruangannya jauh lebih luas. Proporsi antara lecture dengan praktikum sama dengan di Indonesia, setiap minggu minimal 1 kali ada sesi praktikum. Metode ujiannya pun nggak jauh beda kok.
Selain itu, di Jepang nggak ada jenjang profesi setelah lulus S1. Setelah lulus, biasanya para freshgraduate bakal ngambil uji kompetensi keperawatan biar dapet izin praktik atau kerja di rumah sakit. Uji kompetensi ini nggak cuma buat orang Jepang itu sendiri aja, tapi bagi warga asing yang memang akan bekerja di rumah sakit Jepang pun wajib mengambil ujian ini. Uji kompetensi di Jepang ini katanya sangat sulit. Salah satu hal yang dianggap sebagai bagian tersulit di ujian ini yaitu banyaknya istilah keperawatan yang menggunakan huruf kanji yang belum dipelajari di kampus. Jadi, kadang orang Jepang sendiri banyak yang nggak lulus ujian ini, tapi banyak juga perawat dari luar Jepang yang lulus ujian ini, bahkan jumlahnya semakin meningkat tiap tahunnya.
Bedanya lagi, kalo di Jepang ternyata kebidanan itu masuknya ke bidang studi keperawatan, bukan kedokteran. Jadi mereka-mereka yang mau jadi bidan harus kuliah dulu keperawatan, baik D3 maupun S1. Setelah lulus, mereka ikut yang namanya midwife school selama 1 tahun atau ambil program master atau spesialis kebidanan, lalu baru boleh ikut uji kompetensi kebidanan.
Kurikulumnya juga beda, pembagiannya bukan berdasarkan sistem (kardiovaskuler, respirasi, dll) tapi berdasarkan bidang spesialisasinya, yaitu dasar, adult health nursing, maternitas, pediatrik, gerontik, sama jiwa.
Jadi, memang keperawatan di LN rasanya lebih terintegrasi secara keilmuan dan keprofesiannya.
Yang namanya pendidikan hampir gak bisa lepas dari masalah biaya. Nah, biaya pendidikan di Jepang sendiri gimana teh?
Perihal biaya sebenarnya termasuk hal yang relatif di setiap universitas dan negaranya, ada beberapa negara yang biaya pendidikannya jauh lebih murah dibandingkan dengan Indonesia, bahkan adapun yang gratis tanpa harus mencari beasiswa, ada juga yang jauh lebih mahal, .
Universitas yang menyediakan biaya kuliah yang sangat murah dan gratis biasanya memberikan persyaratan kepada para mahasiswanya untuk bekerja di jurusan tempat mereka kuliah. Bekerja di sini maksudnya kita ikut andil mengerjakan penelitian-penelitian dosen. Tentunya nggak dibayar karena sebagai gantinya adalah biaya pendidikan yang sangat murah itu. Biaya pendidikan yang murah bahkan gratis bukan berarti kualitasnya tidak diperhatikan. Banyak universitas-universitas dan negara-negara terkemuka yang memberikan kemudahan seperti ini. Sistem seperti ini biasanya dipakai universitas-universitas di Barat.
Kalau yang mahal biasanya memang diimbangi dengan kualitas pendidikan yang diberikan dari universitas itu sendiri. Misalnya, tenaga-tenaga pendidik dengan bergelar tinggi, sistem belajar yang lebih kaya, fasilitas belajar yang lengkap, juga fasilitas penunjang kehidupan sehari-hari bagi mahasiswa. Tapi ada banyak beasiswa yang bisa ngebantu mengcover biaya kuliah yang sangat mahal itu kok, baik dari pemerintah maupun lembaga swasta. Kalo performance mahasiswanya dirasa sangat bagus, nggak jarang dosennya bakal ikut turun tangan ngebantu mencarikan beasiswa. Selain itu, pihak kampus pun biasanya membolehkan para mahasiswanya untuk kerja part time, jadi bisa nambah tabungan untuk bayar biaya kuliah.
Beda gak sih teh fasilitas-fasilitas pendidikan yang ada di Indonesia dan Jepang?
Kalo di Jepang sendiri, dari segi jumlah, fasilitasnya memang tergolong masih terbatas, tapi sudah sangat lengkap karena mereka orientasinya mempelajari semua keterampilan, dari yang paling sederhana seperti memberi makan ke pasien lansia sampai yang paling rumit. Kondisinya nggak jauh beda sama kita kalo lagi praktikum kok, suka βrebutanβ alat. Bedanya, kalo lagi sesi praktikum mahasiswanya wajib berpenampilan mirip dengan perawat yang dinas di rumah sakit. Pihak universitas sudah menyediakan seragam latihan mahasiswa keperawatan, mulai dari baju sampai sepatu. Memang rasanya seperti sudah jadi perawat beneran.
Selain itu, koleksi buku, jurnal, dan video di perpustakaan juga sangat lengkap, koleksi yang berbahasa Inggris juga lumayan banyak. Buku-bukunya tertata rapi dan raknya tinggi-tinggi. Buku-buku yang udah tua disimpan di ruangan khusus. Perawatannya memang sangat baik. Koneksi internet juga lancar banget dan pengawasannya sangat strict. Pelayanannya sendiri buka 7 hari 24 jam, kecuali hari libur nasional. Bahkan kalau lagi minggu ujian, banyak mahasiswa yang sampai nginap di perpus buat belajar, saking nyaman dan kondusifnya kondisi perpus itu.
Bagaimana dengan tenaga pengajar di Jepang?
Seperti di Indonesia, tenaga pengajar di Jepang juga dalam proses peningkatan kualitas yang progresif. Banyak dosen-dosen yang sedang kuliah lagi untuk jenjang yang lebih tinggi. Tapi, jumlah dosen yang bergelar professor memang sudah banyak juga. Ada hal yang cukup unik di Jepang, kalo kita sedang mengurusi skripsi atau tesis dan dibimbing oleh seorang professor, hubungan kita dengan professor itu tidak terbatas ketika sedang bimbingan saja. Ketika ada seminar atau proyek lain, nggak jarang professor itu bakal mengajak mahasiswanya. Bahkan ada aja sesi jalan-jalan atau sekedar makan-makan bersama. Hal itu demi membangun hubungan yang lebih baik karena antara professor dan mahasiswa tersebut akan bekerja sama membangun penelitian yang mungkin memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Apa pandangan orang awam di Jepang tentang keperawatan?
Kalau di luar negeri, sepertinya masyarakatnya sudah bisa membedakan peranan perawat dan dokter. Kalau di Indonesia, pandangan perawat sebagai asisten dokter masih tetap ada mungkin karena masih banyak yang beranggapan kalo lahan kerjanya perawat itu masih abu-abu. Keperawatan masih belum dipandang sebagai suatu profesi; hanya sekedar keterampilan, tidak ada keilmuannya. Hal ini mungkin karena belum ada landasan hukum yang jelas tentang profesi perawat. Maka dari itu, kalo RUU Keperawatan sudah disahkan insya Allah nggak akan ada anggapan kayak gini lagi.
Menurut teteh kenapa banyak orang yang lebih berorientasi untuk kuliah dan bekerja keperawatan di luar negeri?
Banyak faktor. Yang jadi motif utama biasanya kualitas dan fasilitas pendidikan di luar negeri itu sendiri. Pendidikan di luar negeri memang cenderung sudah jauh lebih maju daripada Indonesia, baik dari segi pengembangan teori maupun praktiknya. Jadi, prospek kerjanya pun dirasa lebih menjanjikan kalau udah kuliah di luar negeri.
Yang kedua dari segi finansial. Banyak tawaran beasiswa untuk kuliah di luar negeri, maka orang-orang pun lebih memilih untuk mengambilnya ketimbang kuliah di negeri sendiri dengan uang sendiri. Untuk dunia kerja, gaji kerja di luar negeri emang jauh lebih tinggi. Tapi gaji yang tinggi ini juga sebenarnya disesuaikan dengan pajak dan kebutuhan sehari-hari yang membutuhkan pengeluaran uang yang nggak sedikit juga. Jadi, jangan terjebak dengan hal ini juga.
Yang ketiga, karena apresiasi terhadap profesi keperawatan di luar negeri juga sudah jauh lebih baik. Meskipun beban kerjanya lebih berat, di Jepang cuma ada 2 shift kerja, jadi kerjanya 12 jam sehari, tapi dengan apresiasi yang didapat, terutama dari pasien dan keluarganya, mungkin orang tersebut jadi merasa lebih dihargai dan dibutuhkan kontribusinya, beban kerja pun berkurang.
Yang keempat, karena kesempatan kerja di luar negeri jauh lebih besar daripada di Indonesia. Jumlah perawat di Indonesia banyak, tapi lapangan kerja di rumah sakitnya sedikit. Kalau di luar negeri sebaliknya. Khususnya Jepang, kebutuhan akan tenaga kerja perawat semakin tinggi karena jumlah lansia yang memerlukan perawatan terus meningkat. Di samping itu, banyak juga wanita yang sudah menikah yang pada akhirnya berhenti dari profesi sebagai perawat karena alasan ingin fokus mengurusi rumah tangga. Maka dari itu, pemerintah Jepang secara besar-besaran merekrut perawat dari negara lain, seperti Indonesia dan Filipina.
oh gitu, kalo kebidanan, masih abu-abu juga nggak ya ?? pengen ngelanjutin ke jepang soalnya hehe
Ga tau juga sih ya, tapi yg baru saya pelajari dari dosen sih kalau kebidanan itu sejarahnya emang dari keperawatan maternitas.
Menurut hasil wawancara sih kudu masuk keperawatan yg D3 atau S1 dulu, baru boleh ke midwife school atau ambil program master spesialis kebidanan.
hadeh, ternyata masih abu-abu , padahal saya pengen merah
Merah muda mendingan.
hahaha
wah enak juga di jepang ada professor yang selalu membimbing. beda mah dengan yang disini, kita datangi sampai ke ujung kota ke tempat yang dia suruh, ketika baru sampai, dia pergi lagi. hahaha
Lebih susah ketimbang ngejar setoran emang.
bagi saya sih perawat itu profesi. karena dah ngalamin kerja di bidang kesehatan jadi dah ngerasain dan tahu susahnya jadi perawat. diluar ketrampilan, masih harus didukung sama attitude. ini yang susah. karena ngadepin orang sakit itu gak gampang… bener-bener gak gampang. saya selalu acungi jempol utk para perawat dan bidan.
Bener banget, karena inti dari profesi perawat tuh ya perpaduan antara human science dan human art. Merawat seseorang itu kudu artistik. π
betul… salut sama perawat dan kawan2 deh… π
wawancara yg mencerahkan para perawat yg berencana lanjut pendidikan di jepang.. Kapan yah bisa kesana lagi π
Yu ah kapan-kapan pelisir ke sana bang.
dari dulu emang pengen ke jepang, semoga bisa kesampean π
Yu ah piknik ke kampung halamannya naruto.
kak.., ada ga sih beasiswa untuk s1 kebidanan di jepang ?
tapi dari d3 kebidanan ??
dan syarat utamanya apa ?
terima kasih
Kurang tau juga ya gimana. Tapi ada salah satu syarat masuknya tuh harus lulus ujian nasional di Jepang-nya gitu.
kalo untuk islamic finance, disana ada ga kak ??
bagaimana untuk peminatnya ??
bukankah disana muslim itu minoritas..
Mba, mo nanya dong.. Klo nama pnddkan keperawatan di jepang apa ya? Jenjang2 nya.. Misalnya kalo di indonesia jaman dulu ada SPK sjajar dgn SMA, trs D3, S1, trs ners.. Nah, kalo d jepang apa ya mba.. Buth bgt bantuannya..
Makasih..
Sama kayak di Indonesia dari D3, tapi ga ada SMK, sampai S3 (pascadoktoral) ada.
Mau tanya, kalau dari d3 keperawatan kemudian mau melanjutkan kuliah disana, alurnya bagaimana ya? suwun.. π
Karena udah beda birokrasi, pastinya harus ikut S1 dari awal di sana. Siapin biaya sendiri.
Nah mending terusin S1-nya di sini, terus persiapin diri deh biar nanti dapat beasiswa pascasarjana di Jepang sana. π
Thank you very much yaa^^
nanya dong. Kalo mau ngelanjutin S1 Keperawatan dari D3 itu, masuknya sama kayak biasa aja kah ambil S1 Keperawatan ato kayak disini ada program tersendiri bagi lulusan D3 yg mau ke S1?? Makasih ya^^
Pastinya udah beda birokrasi, berarti harus S1 dari awal di Jepangnya.
Kalau mau S1 dulu di Indonesia, lalu lanjutin pasca sarjana di sana, berdoa mudah-mudahan dapat beasiswa.
Biasanya sih pada ke Jepang buat langsung kerja, bisa jadi careworker (min. D3 atau S1) atau caregiver (min. Ners).
Atau cara lainnya kalau mau ke Jepang, coba-coba aja ikutan program pertukaran pelajar pas di S1.
ka, mau tanya. ada link beasiswa atau universitas di jepang itu gak yang ada fakultas keperawatannya? atau link untuk cara daftarnya. thankyou π
Kurang tau, coba follow aja akun twitter @BeasiswaIndo. Sering liat ngasih link beasiswa jurusan keperawatan di luar negeri di linimasanya.
Bpk.DR.SULARDI. MM beliau selaku DEPUTI BIDANG BINA PENGADAAN, KEPANGKATAN DAN PENSIUN BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi bpk DR.SULARDI.MM Tlp; 0813-4662-6222. Siapa tau beliau mau bantuο»Ώ
[…] Baca juga: Menelisik Studi Keperawatan di Jepang […]