gunma university – Kearipan https://www.kearipan.com Jurnal otaku, bacot pop culture dan segala yang tak usai. Thu, 07 Oct 2021 08:56:45 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.2 https://i0.wp.com/www.kearipan.com/wp-content/uploads/2020/10/cropped-arip-favicon-1.jpg?fit=32%2C32&ssl=1 gunma university – Kearipan https://www.kearipan.com 32 32 183987870 Menelisik Studi Keperawatan di Jepang https://www.kearipan.com/studi-keperawatan-di-negeri-seberang/ https://www.kearipan.com/studi-keperawatan-di-negeri-seberang/#comments Fri, 29 Mar 2013 10:30:13 +0000 http://sokocon.wordpress.com/?p=2040 Meski mahasiswa keperawatan, tapi saya tetap bisa menyalurkan minat dalam bidang jurnalistik dan desain grafis. Memang karena keahlian desain sama kreativitas yang sedikit di atas rata-rata, berhubung emang di BEM jadi staff kominfo, masih dipercaya buat jadi editor dan redaktur pracetak majalah dwi-bulanan Fkep Unpad. Ngedit sama ngelayout inti kerjanya mah. ๐Ÿ˜Ž

Berhubung nggak semua hasil wawancara bisa dimasukan ke majalah, namun rasanya sayang juga kalau dibuang, dan emang infonya sangat bermanfaat, maka saya tampilin aja di sini.

Semoga bisa dapat menambah wawasan aja buat rekan sejawat perawat yg membaca postingan ini. Buat yang bukan perawat pun tetap boleh baca pasti.

Ya, berikut hasil wawancara sama Teh Nissa, ketua Rohis tahun 2012 kemarin yg dapat kesempatan buat ikut Student Career Development di Gunma University, Jepang. Cekidot aja langsung lah.

6 sosok
7 sosok

Ceritain dong teh gimana sistem pendidikan di Jepang?

Kalau jenjang pendidikannya hampir sama dengan Indonesia, ada D3, sarjana, spesialis sama pascasarjana. Yang nggak ada yaitu jenjang SMK. Lebihnya di luar negeri, sudah banyak universitas yang membuka jenjang S3 hingga postdoctoral keperawatan, jadi udah nggak heran lagi kalo yang ngajar di universitas kebanyakan dosen-dosennya udah bergelar profesor.

Bedanya, sistem belajar di Jepang masih menggunakan sistem konvensional, yaitu belajar di satu ruang kuliah besar dengan metode ceramah. Tapi, jumlah mahasiswanya memang lebih sedikit dibandingkan dengan di FKep, kurang lebih cuma 80 orang, dan ruangannya jauh lebih luas. Proporsi antara lecture dengan praktikum sama dengan di Indonesia, setiap minggu minimal 1 kali ada sesi praktikum. Metode ujiannya pun nggak jauh beda kok.

Selain itu, di Jepang nggak ada jenjang profesi setelah lulus S1. Setelah lulus, biasanya para freshgraduate bakal ngambil uji kompetensi keperawatan biar dapet izin praktik atau kerja di rumah sakit. Uji kompetensi ini nggak cuma buat orang Jepang itu sendiri aja, tapi bagi warga asing yang memang akan bekerja di rumah sakit Jepang pun wajib mengambil ujian ini. Uji kompetensi di Jepang ini katanya sangat sulit. Salah satu hal yang dianggap sebagai bagian tersulit di ujian ini yaitu banyaknya istilah keperawatan yang menggunakan huruf kanji yang belum dipelajari di kampus. Jadi, kadang orang Jepang sendiri banyak yang nggak lulus ujian ini, tapi banyak juga perawat dari luar Jepang yang lulus ujian ini, bahkan jumlahnya semakin meningkat tiap tahunnya.

Bedanya lagi, kalo di Jepang ternyata kebidanan itu masuknya ke bidang studi keperawatan, bukan kedokteran. Jadi mereka-mereka yang mau jadi bidan harus kuliah dulu keperawatan, baik D3 maupun S1. Setelah lulus, mereka ikut yang namanya midwife school selama 1 tahun atau ambil program master atau spesialis kebidanan, lalu baru boleh ikut uji kompetensi kebidanan.

Kurikulumnya juga beda, pembagiannya bukan berdasarkan sistem (kardiovaskuler, respirasi, dll) tapi berdasarkan bidang spesialisasinya, yaitu dasar, adult health nursing, maternitas, pediatrik, gerontik, sama jiwa.

Jadi, memang keperawatan di LN rasanya lebih terintegrasi secara keilmuan dan keprofesiannya.

Yang namanya pendidikan hampir gak bisa lepas dari masalah biaya. Nah, biaya pendidikan di Jepang sendiri gimana teh?

Perihal biaya sebenarnya termasuk hal yang relatif di setiap universitas dan negaranya, ada beberapa negara yang biaya pendidikannya jauh lebih murah dibandingkan dengan Indonesia, bahkan adapun yang gratis tanpa harus mencari beasiswa, ada juga yang jauh lebih mahal, .

Universitas yang menyediakan biaya kuliah yang sangat murah dan gratis biasanya memberikan persyaratan kepada para mahasiswanya untuk bekerja di jurusan tempat mereka kuliah. Bekerja di sini maksudnya kita ikut andil mengerjakan penelitian-penelitian dosen. Tentunya nggak dibayar karena sebagai gantinya adalah biaya pendidikan yang sangat murah itu. Biaya pendidikan yang murah bahkan gratis bukan berarti kualitasnya tidak diperhatikan. Banyak universitas-universitas dan negara-negara terkemuka yang memberikan kemudahan seperti ini. Sistem seperti ini biasanya dipakai universitas-universitas di Barat.

Kalau yang mahal biasanya memang diimbangi dengan kualitas pendidikan yang diberikan dari universitas itu sendiri. Misalnya, tenaga-tenaga pendidik dengan bergelar tinggi, sistem belajar yang lebih kaya, fasilitas belajar yang lengkap, juga fasilitas penunjang kehidupan sehari-hari bagi mahasiswa. Tapi ada banyak beasiswa yang bisa ngebantu mengcover biaya kuliah yang sangat mahal itu kok, baik dari pemerintah maupun lembaga swasta. Kalo performance mahasiswanya dirasa sangat bagus, nggak jarang dosennya bakal ikut turun tangan ngebantu mencarikan beasiswa. Selain itu, pihak kampus pun biasanya membolehkan para mahasiswanya untuk kerja part time, jadi bisa nambah tabungan untuk bayar biaya kuliah.

Beda gak sih teh fasilitas-fasilitas pendidikan yang ada di Indonesia dan Jepang?

Kalo di Jepang sendiri, dari segi jumlah, fasilitasnya memang tergolong masih terbatas, tapi sudah sangat lengkap karena mereka orientasinya mempelajari semua keterampilan, dari yang paling sederhana seperti memberi makan ke pasien lansia sampai yang paling rumit. Kondisinya nggak jauh beda sama kita kalo lagi praktikum kok, suka โ€œrebutanโ€ alat. Bedanya, kalo lagi sesi praktikum mahasiswanya wajib berpenampilan mirip dengan perawat yang dinas di rumah sakit. Pihak universitas sudah menyediakan seragam latihan mahasiswa keperawatan, mulai dari baju sampai sepatu. Memang rasanya seperti sudah jadi perawat beneran.

Selain itu, koleksi buku, jurnal, dan video di perpustakaan juga sangat lengkap, koleksi yang berbahasa Inggris juga lumayan banyak. Buku-bukunya tertata rapi dan raknya tinggi-tinggi. Buku-buku yang udah tua disimpan di ruangan khusus. Perawatannya memang sangat baik. Koneksi internet juga lancar banget dan pengawasannya sangat strict. Pelayanannya sendiri buka 7 hari 24 jam, kecuali hari libur nasional. Bahkan kalau lagi minggu ujian, banyak mahasiswa yang sampai nginap di perpus buat belajar, saking nyaman dan kondusifnya kondisi perpus itu.

Bagaimana dengan tenaga pengajar di Jepang?

Seperti di Indonesia, tenaga pengajar di Jepang juga dalam proses peningkatan kualitas yang progresif. Banyak dosen-dosen yang sedang kuliah lagi untuk jenjang yang lebih tinggi. Tapi, jumlah dosen yang bergelar professor memang sudah banyak juga. Ada hal yang cukup unik di Jepang, kalo kita sedang mengurusi skripsi atau tesis dan dibimbing oleh seorang professor, hubungan kita dengan professor itu tidak terbatas ketika sedang bimbingan saja. Ketika ada seminar atau proyek lain, nggak jarang professor itu bakal mengajak mahasiswanya. Bahkan ada aja sesi jalan-jalan atau sekedar makan-makan bersama. Hal itu demi membangun hubungan yang lebih baik karena antara professor dan mahasiswa tersebut akan bekerja sama membangun penelitian yang mungkin memerlukan waktu yang tidak sebentar.

Apa pandangan orang awam di Jepang tentang keperawatan?

Kalau di luar negeri, sepertinya masyarakatnya sudah bisa membedakan peranan perawat dan dokter. Kalau di Indonesia, pandangan perawat sebagai asisten dokter masih tetap ada mungkin karena masih banyak yang beranggapan kalo lahan kerjanya perawat itu masih abu-abu. Keperawatan masih belum dipandang sebagai suatu profesi; hanya sekedar keterampilan, tidak ada keilmuannya. Hal ini mungkin karena belum ada landasan hukum yang jelas tentang profesi perawat. Maka dari itu, kalo RUU Keperawatan sudah disahkan insya Allah nggak akan ada anggapan kayak gini lagi.

Menurut teteh kenapa banyak orang yang lebih berorientasi untuk kuliah dan bekerja keperawatan di luar negeri?

Banyak faktor. Yang jadi motif utama biasanya kualitas dan fasilitas pendidikan di luar negeri itu sendiri. Pendidikan di luar negeri memang cenderung sudah jauh lebih maju daripada Indonesia, baik dari segi pengembangan teori maupun praktiknya. Jadi, prospek kerjanya pun dirasa lebih menjanjikan kalau udah kuliah di luar negeri.

Yang kedua dari segi finansial. Banyak tawaran beasiswa untuk kuliah di luar negeri, maka orang-orang pun lebih memilih untuk mengambilnya ketimbang kuliah di negeri sendiri dengan uang sendiri. Untuk dunia kerja, gaji kerja di luar negeri emang jauh lebih tinggi. Tapi gaji yang tinggi ini juga sebenarnya disesuaikan dengan pajak dan kebutuhan sehari-hari yang membutuhkan pengeluaran uang yang nggak sedikit juga. Jadi, jangan terjebak dengan hal ini juga.

Yang ketiga, karena apresiasi terhadap profesi keperawatan di luar negeri juga sudah jauh lebih baik. Meskipun beban kerjanya lebih berat, di Jepang cuma ada 2 shift kerja, jadi kerjanya 12 jam sehari, tapi dengan apresiasi yang didapat, terutama dari pasien dan keluarganya, mungkin orang tersebut jadi merasa lebih dihargai dan dibutuhkan kontribusinya, beban kerja pun berkurang.

Yang keempat, karena kesempatan kerja di luar negeri jauh lebih besar daripada di Indonesia. Jumlah perawat di Indonesia banyak, tapi lapangan kerja di rumah sakitnya sedikit. Kalau di luar negeri sebaliknya. Khususnya Jepang, kebutuhan akan tenaga kerja perawat semakin tinggi karena jumlah lansia yang memerlukan perawatan terus meningkat. Di samping itu, banyak juga wanita yang sudah menikah yang pada akhirnya berhenti dari profesi sebagai perawat karena alasan ingin fokus mengurusi rumah tangga. Maka dari itu, pemerintah Jepang secara besar-besaran merekrut perawat dari negara lain, seperti Indonesia dan Filipina.

]]>
https://www.kearipan.com/studi-keperawatan-di-negeri-seberang/feed/ 28 2040 -7.014589 107.576207 -7.014589 107.576207