Dari semua anime mecha yang ada, Neon Genesis Evangelion telah teruji oleh waktu sebagai salah satu yang terbaik. Ia mengeksplorasi tema-tema psikologis yang realistis, dan selanjutnya pengkultusannya terus-menerus soal pembacaan ide-ide yang lebih mendalam tentang depresi dan tamsil Yahudi-Kristiani.
Meski banyak yang berpendapat bahwa Evangelion adalah karya definitif Studio Gainax, namun itu adalah anime mecha 2007 mereka, Tengen Toppa Gurren Lagann, yang menunjukkan potensi penuh dari apa yang dapat dibuat studio ini di masa jayanya.
Tidak dapat disangkal bahwa Evangelion adalah sebuah mahakarya. Tapi ia adalah mahakarya dengan sejarah produksi yang sangat bermasalah. Semua diskusi tentang Evangelion dan makna psikologis yang mendalam tentang akhirannya, kebenaran dari masalah ini adalah bahwa pada saat akhir seri, produksi telah kehabisan uang. Di luar ini, sutradara Hideaki Anno dikenal karena dikejar tenggat waktu penayangan TV Evangelion dan menderita depresi sejak lama.
Baca juga: Penjelasan Ending Neon Genesis Evangelion
Evangelion mendapat kesempatan kedua dengan pengumuman Rebuild of Evangelion 2007, sebuah serial film yang me-reboot animenya. Tetapi pada saat yang sama, Studio Gainax mulai merilis Tengen Toppa Gurren Lagann, disutradarai oleh Hiroyuki Imaishi dan ditulis oleh Kazuki Nakashimi, yang mengutip Evangelion sendiri sebagai salah satu pengaruh terbesarnya.
Gurren Lagann Sebagai Antitesis Evangelion
Tengen Toppa Gurren Lagann dapat dilihat hampir sebagai karya pendamping atau tandingan Evangelion. Sementara kedua anime ini menampilkan pertempuran robot-robot raksasa, pendekatan mereka terhadap genrenya hampir berlawanan.
Tokoh protagonis dari Tengen Toppa Gurren Lagann, seorang anak laki-laki bernama Simon, memulai seri sebagai pemuda yang penurut dan penuh kekhawatiran, seperti Shinji Ikari di Evangelion. Tetapi dengan cepat menjadi pilot yang percaya diri dan berkemampuan yang memimpin umat manusia untuk meraih kemenangan atas penguasa yang lalim.
Kemudian, setelah tujuh tahun damai, alien luar angkasa muncul entah dari mana, dan Simon sekali lagi harus mengambil kunci starter pilot mecha untuk mengalahkan para penyerang itu dan membawa kedamaian ke galaksi.
Tidak seperti Evangelion yang sangat introspektif dan dekonstruktif mengambil genre robot raksasa, Tengen Toppa Gurren Lagann mengambil premis mecha apa adanya dan merayakan segala absurditas yang melekat, menambahkan sejumput slapstick untuk membantunya sepanjang jalan.
Karakter bergerak dan emosinya digambarkan dengan gaya kartun, lebih Looney Tunes ketimbang anime. Tim animasi sering kali sengaja tak terpaku model dan menekankan ekspresi daripada mempertahankan realisme. Humor dan gaya visual ini akan terus mendefinisikan karya Imaishi dalam seri lebih lanjut seperti Panty & Stocking with Garterbelt dan kemudian bekerja di Studio Trigger, yang ia dirikan pada tahun 2011.
Baca juga: Rekomendasi 10 Anime Nyentrik dari Studio Trigger
Namun, pada saat yang sama, Tengen Toppa Gurren Lagann tidak takut untuk terlibat dengan tema-tema yang lebih serius daripada Evangelion. Pada awalnya, seri ini mencerminkan bagaimana rasanya kehilangan orang yang dicintai, dengan kematian deuteragonis Kamina di Episode 8.
Jauh kemudian, setelah tujuh tahun lamanya, invasi alien menyebabkan kerusuhan politik yang menggoyahkan Simon sebagai pemimpin umat manusia. Segmen ini menggali secara mendalam ke dalam tema-tema tentang tata kelola dan keinginan masyarakat.
Pemimpin pengganti Simon, seorang teman masa kecil dari paruh pertama pertunjukan bernama Rossiu, harus memilih untuk menyelamatkan sebagian kecil dari populasi karena alternatifnya adalah kepunahan total. Sementara konflik akhirnya diatasi dengan tekad murni protagonis ala anime, penting untuk dicatat bahwa Rossiu mendukung keputusannya dengan penuh keyakinan, bahkan ketika para jagoan lainnya mengutuknya.
Produksi Gurren Lagann yang Lebih Apik Ketimbang Evangelion
Selain itu, tidak seperti jadwal produksi minggu ke minggu yang mendorong Evangelion, Tengen Toppa Gurren Lagann direncanakan dengan cermat sejak awal. Evangelion benar-benar meninggalkan skrip dan plot asli dari Episode 13. Divergensi ini hanya bertambah buruk ketika depresi Anno berlanjut, dan ketika serial itu berlanjut, minatnya pada psikologi bertepatan dengan isu-isu anggaran yang disebutkan di atas, yang pada akhirnya menghasilkan ending aneh yang kita ketahui.
Tengen Toppa Gurren Lagann, di sisi lain, melalui pengembangan jauh sebelum produksi dimulai. Sebagian besar anggaran dicadangkan untuk bagian akhir, dan pra-perencanaan yang luas memungkinkan tim untuk membuatnya melalui produksi tanpa kendala besar, kecuali episode keempat yang terkenal, yang disutradarai oleh tamu luar, Osamu Kobayashi.
Animasi dalam episode ini terkenal di luar jalur, dan komentar meremehkan yang dibuat oleh produser Takami Akai pada saat itu sehubungan dengan reaksi penggemar terhadap episode itu membuatnya mengundurkan diri dari Studio Gainax.
Tengen Toppa Gurren Lagann sangat populer di masanya, dan tidak sulit untuk membayangkan hal tersebut bisa terjadi. Anime ini menggabungkan aksi animasi yang indah, karakter yang konyol dan menyenangkan, dan tema fiksi ilmiah yang mendalam untuk menghasilkan pengalaman yang tak terlupakan yang dapat dinikmati penggemar anime dari segala usia.
Kontrasnya yang tajam dengan tema Evangelion yang gelap dan gelisah membuatnya menjadi bagian yang sangat baik untuk anime itu. Selain itu, cerita dan produksi Tengen Toppa Gurren Lagann yang direncanakan dengan cermat tentang tim yang belajar dari kesalahan mereka dan bertekad untuk tidak membiarkan diri mereka ditentukan olehnya dan yang terus mendorong ke langit dan menginspirasi baik para penggemar dan sesama seniman selama masa-masa yang akan datang.
*
Diterjemahkan dari ‘Tengen Toppa Gurren Lagann’ and Taking Up the ‘Evangelion Torch’.
[…] dan ditulis oleh Kazuki Nakashima, yang sebelumnya bekerja bersama di Studio Gainax dalam anime hit Tengen Toppa Gurren Lagann pada tahun 2007. Setelah keluar dari Gainax, Imaishi dan rekan lainnya membangun Studio Trigger, […]
[…] Hiroyuki Imaishi dan Masahiko Otsuka, dua pria yang meninggalkan studio Gainax karena bangkrut, kemudian membangun studio Trigger pada tahun 2011. Kedua orang ini telah lama bekerja sama dari sejak Neon Genesis Evangelion sampai Gurren Lagann. […]