Tuhan meneleponku dan memintaku bertemu empat mata, di Wendy’s Braga.
“Langsung saja,” sepersekian detik setelah aku duduk di hadapannya, masih dalam kebingungan, Dia langsung memberondongku. “Kiamat akan datang sebentar lagi. Tepatnya besok lusa.”
Benarkah aku sedang bertatapan langsung dengan tuhan? Manusia pertama yang bertemu dengan Tuhan adalah Adam, dan itu di surga, sebelum kemudian kakek moyang kita itu diusir dari sana. Manusia kedua yang bertemu dengan Tuhan, dan itu terjadi di bumi, di Gunung Sinai, adalah Musa, dan gunung-gunung dibuat meledak karenanya. Yang ketiga adalah Muhamad, dan beliau yang mendatangi-Nya langsung, dari bumi, melewati tujuh lapis langit. Mungkin ada yang lainnya, tapi cuma itu yang kuingat. Kalau benar Dia yang duduk di hadapanku adalah Tuhan, sungguh tak praktis cara kerjanya. Biasanya Dia akan menyuruh Jibril sebagai perantara, itu pun sebagian besar pesannya bakal disampaikan lewat mimpi. Dan para manusia pilihan itu, minimal akan dibuat resah gelisah, atau sakit panas selama berhari-hari setelahnya. Morgan Freeman pernah berperan jadi tuhan, dan kalau wujudnya seperti dia aku pasti percaya. Yang sungguh membuatku ganjil adalah, yang menganggap dirinya Tuhan itu adalah seorang perempuan muda. Ditambah, rambutnya dicat merah.
“Panggil saja Aku Wendy,” ucap-Nya datar. “Ya, member Red Velvet itu, favoritmu, kan? Di surga kau enggak hanya bisa menonton Youtube sepuasnya, tapi lebih dari itu. Aku sudah siapkan.”
Aku tak tahu, apa Dia benar Yang Maha Tahu atau cuma perempuan yang pandai memakai keserbatahuan Google. Yang pasti, perempuan itu memang sangat mirip gadis Korea yang sering kutatap di layar laptop. Padahal, suara telepon tadi adalah dari seorang pria paruh baya, dan sekarang, entah berkat operasi plastik dan pita suara dengan kecepatan tinggi, dia sudah jadi gadis cantik tak terkira sepantaranku. Atau, jawaban paling masuk akal adalah, bahwa Dia beserta komplotan-Nya hendak menjahiliku.
“Aku tak hendak menjahilimu atau apa,” dengan tangan kanan, Dia mengibas rambut panjang yang menghalangi matanya ke belakang telinga kanannya. “Aku hanya ingin memberimu tugas. Tolong kabarkan hal ini pada umat manusia.”
Dia mencelupkan sebatang kentang goreng ke saus tomat, memutar-mutarnya sebelum memasukan ke mulutnya dengan tiga kali gigit. Siang yang terik, aku menatap ke luar, angkot berhenti mendadak tepat di jalanan depan untuk mengeluarkan seorang penumpang, membuatnya dihadiahi rentetan klakson dari mobil dan motor di belakangnya. Minum dulu, tawar-Nya, kemudian menyodorkan gelas plastik berisi minuman dingin warna kuning.
“Baik. Sebelum kiamat terjadi, biarkan saya minum yang satu ini,” ucapku, menghela napas, kemudian menyesap jus limun itu.
“Kau pasti pikir aku sakit jiwa, kan?”
Aku tak tahu harus membalas apa.
“Maaf sebelumnya. Nampaknya aku sudah gila.”
Aku masih tak tahu harus menanggapi apa. Dia menghela nafas panjang, menyisir rambut dengan kedua tangannya ke belakang, menghela napas lagi diakhiri dengan sedikit geraman. Sungguh salah, tuhan yang satu ini mengambil wujud seorang gadis muda sepantaranku. Dan Dia terlihat cemberut sekarang. Kau tahu, bagiku, kecantikan seorang perempuan terlihat justru saat dia senewen.
“Aku memang sudah sinting sejak dulu,” kata-Nya. “Membuat dunia ini dan melahirkan kalian semua, untuk kemudian memberi kehidupan penuh penderitaan. Kalian pantas marah. Besok lusa akan kiamat, dan aku menyuruh seorang pengecut untuk mengabarkannya. Sungguh gila. Dan lebih gila kalau kau percaya.”
“Aku percaya ada Tuhan, tapi-”
“Ya?”
“Kau terlalu cantik buat jadi tuhan.”
555, ya Allah…
Astagfirullah.
Memang benar, selain pendusta, para penyair adalah mereka yang menempati daftar teratas calon penghuni neraka.
Unik banget 🙂
ini satir atau….. duh mau kiamat nih lusa
Menarik
Jago sekali, menggambarkan wujud fisik Tuhan. Biar kata fiksi, kukira imajinasi terlalu sombong.
Alhamdulillah lagi dikasih karunia imajinasi berlebih dari-Nya.
Tuhan dijadikan sebagai tokoh. Udah kayak Salman Rushdie aja nih~
[…] sastrawi. Sudah ada beberapa yang saya tulis dan bagikan, salahsatunya, yang terbaik sejauh ini: Wendy’s. Bacalah selagi masih ada, soalnya ada yang tertarik menerbitkan, kalau-kalau perlu […]
[…] sastrawi. Sudah ada beberapa yang saya tulis dan bagikan, salahsatunya, yang terbaik sejauh ini: Wendy’s. Bacalah selagi masih ada, soalnya ada yang tertarik menerbitkan, kalau-kalau perlu […]
tuhan? kiamat besok lusa?