Kemenangan besar budaya populer Korea akhirnya diraih melalui serial drama 2002 dengan ketenaran gila-gilaan: Winter Sonata.
Selama bertahun-tahun, tujuan tak tertulis strategi ekspor budaya popular Korea adalah memenangkan hati penonton Jepang. Kalau orang Korea bisa meluluhkan hati orang Jepang, yang sampai saat itu memiliki pengaruh besar pada budaya popular di Asia, maka, segalanya mungkin.
Winter Sonata adalah bukti nyata pertama bahwa budaya popular Korea bisa disukai hingga mancanegara. Siapa sangka, drama Korea bisa sangat terkenal di banyak negara di seluruh penjuru dunia seperti Irak, Rusia, Mesir, Uzbekistan, dan tentunya Indonesia.
Namun yang lebih penting, drama ini akhirnya berhasil bikin Korea menang dari musuh bebuyutannya sejak dulu, Jepang.
Formula Drama Korea a la Winter Sonata
Ketika dua penulis, Yoon Eun-kyung dan Kim Eun-hee, didaulat untuk menggarap Winter Sonata, mereka hanya diberi dua petunjuk utama: harus ada cerita tentang amnesia, dan harus ada latar saat musim salju. Selain dua hal itu, mereka diberi kekuasaan penuh menentukan isi cerita.
Winter Sonata adalah drama yang sangat khas Korea: berpusat pada sakralnya kenangan, baik secara harfiah, seperti tokohnya yang kena amnesia, maupun dalam konteks nostalgia.
Plotnya berkisah antara keluguan masa kecil, drama keluarga, dan begitu banyak tangisan. Menangis, baik dilakukan lelaki dan perempuan, adalah menu utama drama Korea, menyalurkan han orang Korea dan kebutuhan mereka untuk mengatasi penderitaan.
Winter Sonata dimulai dengan kisah para tokoh utamanya di SMA, saat Jun-sang pertama bertemu kekasih masa kecilnya, Yu-jin. Jun-sang punya masalah dalam kehidupan sosial, menghindari pertemanan dan bersikap kasar terhadap siapa pun, kecuali pada satu siswa laki-laki lain, yang diam-diam ia ketahui adalah saudara tirinya.
Jun-sang punya rambut sangat bagus. Ia juga jenius dalam matematika. Saat Jun-sang dan Yu-jin akan merayakan malam tahun baru bersama, ibu Jun-sang memberi tahu mereka harus pindah ke Amerika, secepatnya. Dalam perjalanan ke bandara, Jun-sang mengalami kecelakaan. Esoknya di sekolah, diumumkan kalau dia meninggal. Tentu saja, itu tidak benar. Kecelakaan tadi membuatnya hilang ingatan.
Secara keseluruhan, pasangan utama di Winter Sonata hanya berciuman dua kali. Menurut Seung Bak, pendiri situs DramaFever, inilah salahsatu alasan drama Korea justru digemari. Tak seperti tayangan dari negara-negara lain, termasuk telenovela, yang tokoh-tokohnya berhubungan seksual dalam dua menit pertama tayangannya, sebuah drama Korea bisa membutuhkan delapan episode sebelum pasangan tokoh utamanya berciuman.
Drama Korea lebih banyak fokus pada cerita dan masa pacaran, dan perempuan di seluruh dunia menyukainya. Di Iran, para perempuan sampai menjadwalkan makan malam mereka agar tak mengganggu waktu menonton drama Korea. Orang Afrika juga menyukainya.
Bae Yong-joon Sang Lelaki Idaman
Drama dua puluh episode ini setidaknya menciptakan salah satu tokoh protagonis pria paling sempurna dalam sejarah pertelevisian. Adalah arsitek yang mengalami amnesia bernama Kang Jun-sang, dengan diperankan Bae Yong-joon, yang jadi paket sempurna: kuat, cerdas, dan penuh kasih sayang.
Winter Sonata ditayangkan di Jepang pada 2003, menjadikan si aktor Yong-joon yang berwajah lembut itu idaman di kalangan perempuan Jepang, bahkan jadi salah satu kecintaan nasional terbesar sepanjang sejarah. Mereka tergila-gila baik dengan karakter maupun aktornya.
Obsesi ini sangat besar hingga The New York Times membuat artikel berjudul What’s Korean for ‘Real Men’? Ask a Japanese Woman. Winter Sonata, tepatnya Yong-joon, dianggap telah menghasilkan keuntungan sebanyak $2,3 miliar (sekitar Rp 30 triliun) dalam beberapa jenis usaha baru, meliputi berbagai industri, antara Jepang dan Korea Selatan dari 2003 sampai 2004.
Artikel itu juga melaporkan bahwa kunjungan pariwisita dari Jepang ke Korea meningkat 40 persen pada paruh pertama 2004, termasuk perjalanan ke Pulau Nami yang menjadi latar belakang drama itu – sampai sekarang pulau kecil ini destinasi wisata favorit.
Kenapa Winter Sonata Sampai Menimbulkan Kegilaan?
Agustus 2004, Junichiro Koizumi, yang kemudian menjadi Perdana Menteri Jepang, sampai-sampai mengampanyekan dirinya dalam pemilihan di Parlemen, “Saya akan berusaha keras agar bisa setenar Yon-sama.” Dia merujuk aktor Winter Sonata itu, ‘Yon-sama’ merupakan panggilan kehormatan Bae Yong-joon di Jepang.
Bagaimana kegilaan ini bisa sampai di luar kendali? Bahkan penulis Eun-kyung dan Eun-hee awalnya bingung dengan kesuksesan drama mereka di Jepang, tetapi mereka punya beberapa teori.
Eun-kyung mengatakan, “Para perempuan Jepang berpikir pria Korea hangat, selalu bisa diandalkan.” Eun-hee menambahkan, “Mereka pikir pria Korea romantis dan mampu melindungi para perempuannya. Bae Yong-joon punya wajah yang tak ada di Jepang; jantan tetapi lembut.”
Winter Sonata dan Bae Yong-joon tampaknya berjasa dalam melejitkan popularitas drama Korea, sekaligus memantapkan semacam formula. Kini, drama Korea begitu digilai di seluruh dunia, ia menjadi soft power yang tengah beraksi: drama-drama ini secara halus mempromosikan nilai, gambaran, dan selera Korea kepada penonton internasional mereka.
Saya pernah menulis di Tirto artikel berjudul Menonton Drama Korea adalah Tindakan Perlawanan yang membahas kalau beberapa orang Korea Utara memberanikan diri untuk kabur dari negaranya agar bisa punya pasangan seperti para lelaki di Korea Selatan.
*
Referensi:
- Hong, Euny. 2016. Korean Cool: Strategi Inovatif di Balik Ledakan Budaya Korea. Bentang Pustaka.
Kesukaan nenek dan ibu saya. Saya juga sering liat, waktu itu saya masih SMP.
Drakor pertama saya juga, nonton pas masih SD di Indosiar sambil nunggu anime yg tayang magrib.
drama korea pasti melegenda sih kalo soundtracknya bagus 🙂
Aapa cuma saya yg nggak (begitu) doyan sama oppa-oppa XD