Ketika tulisan yang saya bikin dirilis dan bisa dibaca, saya seringnya malu untuk membaginya. Pertama, saya orang yang jauh dari laku percaya diri, selalu merasa tulisan dan pemikiran saya begitu payah dan sampah. Ada semacam tanggung jawab sosial ketika menulis esai, untuk menggiring opini, misalnya, dan saya pikir saya bukan orang yang arif, siapa pula saya. Kedua, menghindari komentar dari Akay: “Si Aip mah mun nulis pasti keur butuh duit”. Saya sering berpikir untuk berhenti bermimpi jadi penulis dan dijauhkan dari gagasan sosialisme, untuk kemudian banting stir mengambil prospek karier yang lebih bersahabat dengan pasar bebas dan kapitalisme lanjut. Kalau pun masih keukeuh pengen jadi penulis, solusi terbaik adalah belajar menulis puisi liris kacangan, bikin novel yang penuh kata-kata bijak yang mudah dikutip, buat esai yang didanai antek neolib atau jadi seleb medsos beratusribu pengikut agar dilirik pengiklan dan partai politik. “Menulis itu hanya omong kosong,” tulis George ...
Jurnal seorang otaku berbagi seputar pop culture, psikologi dan tekno.