Buku – Kearipan https://www.kearipan.com Jurnal otaku, bacot pop culture dan segala yang tak usai. Mon, 04 Mar 2024 10:39:12 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.2 https://i0.wp.com/www.kearipan.com/wp-content/uploads/2020/10/cropped-arip-favicon-1.jpg?fit=32%2C32&ssl=1 Buku – Kearipan https://www.kearipan.com 32 32 183987870 12 Serial Manga Shonen Karya Penulis Perempuan https://www.kearipan.com/manga-shonen-karya-perempuan/ https://www.kearipan.com/manga-shonen-karya-perempuan/#comments Mon, 04 Mar 2024 10:38:59 +0000 http://kearipan.com/2019/04/14/10-manga-shonen-karya-perempuan/ Manga Shonen didefinisikan sebagai manga yang ditargetkan untuk anak laki-laki dengan umur antara 8 dan 18 tahun. Meski ini sama sekali tak mendefinisikan, apalagi membatasi, pembaca sebenarnya yang mengonsumsinya.

Terkenal karena pertempuran panas berdarah-darah, persahabatan loyal laki-laki, dan tema seputar kerja keras, kesetiaan, serta keberanian. Banyak dari judul manga populer ini, seperti Naruto, Bleach, Hunter x Hunter, dan One Piece, masuk dalam label shonen.

Meski kategori yang digerakkan oleh testosteron ini sepertinya didominasi oleh pencipta laki-laki, beberapa manga shonen yang paling ikonik, pada kenyataannya, ditulis dan digambar oleh perempuan.

Berikut sepuluh manga shonen yang ditulis oleh para perempuan, kamu mungkin akan terkejut melihat beberapanya sudah jadi favoritmu.

1. Inuyasha – Rumiko Takahashi

manga shonen inuyasha rumiko takahashi

Sangat tepat memulai daftar ini dengan Rumiko Takahashi, salah satu mangaka paling produktif dan sukses dalam beberapa dekade terakhir. Terkenal dengan manga seperti Urusei Yatsura, Maison Ikkoku, dan Ranma ½, dia terkenal karena shonen hit Inuyasha.

Cerita dimulai ketika anak sekolah menengah Kagome jatuh ke sumur ajaib dan berpindah ke Jepang zaman baheula di Periode Sengoku. Di sana dia bertemu dengan Inuyasha, manusia setengah siluman anjing.

Takahashi selalu menciptakan karakter perempuan kuat. Inuyasha tentunya mendapat fokus utama, tapi Kagome tak dapat disangkal sebagai titik akses pembaca ke dalam latar fantasinya.

Takashi juga tak menolak membiarkan romansa menjadi fokus utama dalam manga aksi. Tak heran manga Takahashi populer baik di kalangan laki-laki dan perempuan selama beberapa dekade.

Serial manga yang kemudian diadaptasi jadi anime oleh studio Sunrise juga menciptakan popularitas lanjutan.

2. Fullmetal Alchemist – Hiromu Arakawa

fullmetal alchemist

Shonen hit fantasi steampunk Fullmetal Alchemist mengikuti Edward dan Alphonse Elric bersaudara. Ketika ibu mereka meninggal, keduanya mencoba satu metode alkimia terlarang untuk menghidupkannya kembali, yang berakhir bencana.

Ada banyak hal yang dapat dicintai dari Fullmetal Alchemist: aksi mendebarkan, alur cerita yang mengasyikkan, dan sejumlah karakter yang tak terlupakan, termasuk para perempuan hebat seperti Olivia Armstrong, Ran Fan, dan Winry Rockbell.

Pada tingkat yang lebih luas, manga bergulat dengan keangkuhan, fanatisme, prasangka, dan kemungkinan penebusan.

Selain Fullmetal Alchemist ini, sentuhan cekatan Arakawa dengan karakter dan tema dapat juga dirasakan dalam karya-karya terbarunya, Silver Spoon dan The Heroic Legend of Arslan.

3. Tsubasa: Reservoir Chronicle – CLAMP

Tsubasa: Reservoir Chronicle - CLAMP

Tsubasa: Reservoir Chronicle adalah serial manga yang ditulis dan diilustrasikan oleh grup mangaka CLAMP.

Berlatar di dunia fiksi yang sama dengan banyak seri manga CLAMP lainnya, terutama xxxHolic.

Plotnya mengikuti bagaimana Sakura, putri Kerajaan Clow, kehilangan semua ingatannya dan bagaimana Syaoran, seorang arkeolog muda yang merupakan teman masa kecilnya, melakukan petualangan sulit untuk menyelamatkannya, bersama dua teman lainnya.

Penyihir Dimensi Yūko Ichihara memerintahkan dia untuk pergi bersama dua orang, Kurogane dan Fai D. Flowright. Mereka mencari kenangan Sakura, yang tersebar di berbagai dunia dalam bentuk bulu seperti malaikat, karena mengambilnya akan membantu menyelamatkan keberadaannya.

Tsubasa ditulis ketika empat seniman CLAMP ingin membuat serial manga yang menghubungkan semua karya mereka sebelumnya. Mereka mengambil desain protagonis utama dari manga mereka sebelumnya yakni Cardcaptor Sakura.

Manga ini diserialkan di majalah manga shōnen milik Kodansha, Weekly Shonen Magazine dari Mei 2003 hingga Oktober 2009. Sekuelnya berjudul Tsubasa: WoRLD CHRoNiCLE memulai serialisasi pada tahun 2014 dan berakhir pada tahun 2016.

4. Noragami – Adachitoka

Noragami - Adachitoka

Rumor yang beredar menyebutkan kalau Adachitoka sebenarnya adalah nama pena dari dua perempuan: Adachi yang bertanggung jawab atas karakter dan Tokashiki yang menggambar latar belakang.

Bagaimanapun pembagian kerjanya, keduanya membuat keajaiban bersama lewat Noragami, manga aksi tentang Yato, dewa Shinto kelas teri yang mencari cara naik tingkat dengan melakukan beragam pekerjaan sambilan. Untuk kemudian dia terlibat dengan seorang gadis manusia bernama Hiyori Iki. 

Noragami adalah manga yang memikat dan dipoles dengan adegan pertarungan yang mendebarkan, subplot romantis yang manis, dan secara mengejutkan menyoal tentang keilahian. Ditambah artsyle memukau, ini menjadi salah satu manga favorit saya.

5. D.Gray-man – Katsura Hoshino

dgrayman manga

Fantasi Victorian D.Gray-man bercerita tentang pengusir setan Allen Walker, seorang pemuda dengan mata terkutuk yang memungkinkannya mengalahkan setan yang memangsa kerentanan manusia yang sedang bersedih.

Estetika Hoshino yang istimewa, yang memadukan gothic abad ke-19 dengan ikonografi Kristen dan sedikit sentuhan harlequin, memberikan karakter visual yang unik bagi D.Gray-man, dan karya seninya yang ciamik menjadi lebih baik setelah 200 chapter.

Tidaklah sulit menebak kalau Hoshino sedikit terinspirasi oleh Fullmetal Alchemist-nya Arakawa, ketika D. Gray-man berurusan dengan tema-tema serupa seputar kekuasaan yang diperoleh melalui kekerasan serta pengejaran penebusan diri.

6. Deadman Wonderland – Jinsei Kataoka

deadman wonderland

Menghancurkan stereotip kalau perempuan tak dapat menulis aksi hardcore, Deadman Wonderland karya Jinsei Kataoka adalah salah satu manga paling kejam dan sinting yang pernah dimuat di majalah shonen dari 2007 hingga 2013.

Dijebak atas pembantaian teman sekelas sekolah menengahnya, Ganta Igarashi dijatuhi hukuman penjara yang berfungsi ganda sebagai taman hiburan yang mematikan. Untungnya bagi Ganta, ia kemudian dibantu oleh seorang gadis albino misterius bernama Shiro yang ternyata mengenal Ganta tapi keberadaannya tak diketahui oleh narapidana lain.

7. Blue Exorcist – Kazue Kato

blue exorcist manga shone karya perempuan

Kato terkenal karena hit fantasinya Blue Exorcist, yang mengikuti manusia setengah setan Okumura Rin.

Ketika ayah angkat Rin terbunuh, dia menemukan dirinya dan saudara kembarnya adalah putra Satan, meskipun hanya dia yang mewarisi kekuatan iblis Satan. Rin bertekad untuk mengikuti jejak ayah angkatnya dan menjadi pengusir setan yang melawan kekuatan Satan. 

Blue Exorcist adalah manga pertarungan yang menyenangkan, dan Kato tahu cara membangun adegan aksi yang mencolok untuk para jagoannya.

Namun, kekuatannya yang sebenarnya terletak pada penggambaran perjuangan Rin untuk menerima dan mengendalikan sifat iblisnya, dan hal ini memengaruhi hubungannya, terutama dengan saudara kembarnya, Yukio.

8. Magi: The Labyrint of Magic – Shinobu Ohtaka

Magi: The Labyrint of Magic - Shinobu Ohtaka

Shinobu Ohtaka melakukan debut manga dengan seinen rom-com Sumomomo Momomo, tetapi belakangan ini ia terkenal karena seri petualangan fantasi shonen Magi.

Terletak di dunia yang terinspirasi oleh kisah Seribu Satu Malam, Magi mengikuti seorang anak muda bernama Aladdin yang memiliki sihir misterius dan memerintah jin yang kuat.

Bersama dengan teman-temannya Alibaba dan Morgiana, ia berangkat untuk menaklukkan ruang bawah tanah dan mengklaim harta mereka.

Dunia fantasi Ohtaka yang luas dan karakter yang penuh warna tidak diragukan lagi merupakan daya tarik utama dari manga ini: Campuran cerita rakyat Timur Tengah dari Magi dengan kiasan petualangan shonen adalah kombinasi yang kuat yang telah memenangkan hati banyak penggemar manga ini.

9. Black Butler – Yana Toboso

Black Butler - Yana Toboso

Black Butler ditulis dan diilustrasikan oleh Yana Toboso. Sejak debutnya pada 16 September 2006, serial ini telah diserialkan di majalah manga Square Enix, Monthly GFantasy.

Serial ini mengikuti Ciel Phantomhive, seorang bocah lelaki berusia tiga belas tahun dari rumah tangga Phantomhive, sebuah keluarga aristokrat yang dikenal sebagai Queen’s Guarddog.

Dia ditugaskan untuk menyelesaikan kejahatan di dunia bawah London. Ciel telah membuat kontrak dengan Sebastian Michaelis untuk membalas dendam terhadap mereka yang menyiksanya dan membunuh orang tuanya.

Sebastian adalah iblis yang telah mengambil penyamaran kepala pelayan, dan sebagai imbalan atas jasanya, ia akan diizinkan untuk mengkonsumsi jiwa Ciel.

10. The Ancient Magus Bride – Kore Yamazaki

ancient magus manga

Setelah dikucilkan oleh kerabatnya dan sebagian oleh masyarakat, siswa sekolah menengah yatim piatu Chise Hatori memutuskan untuk menjual dirinya di pelelangan agar orang lain membawanya dan memiliki tempat baru.

Pada lelang di London, ia dijual seharga lima juta pound ke Elias Ainsworth, seorang humanoid setinggi tujuh kaki dengan tengkorak binatang di kepalanya.

Ini adalah manga shonen sukses lainnya, yang sering disangka sebagai shojo. Chise adalah salah satu protagonis perempuan paling kompleks dalam manga shonen, berjuang dengan kebencian terhadap diri sendiri dan mengatasi pelecehan.

Pembangunan dunia fantasi Yamazaki begitu kaya dan indah sehingga pembaca dari semua kalangan pasti akan terbuai di dalamnya.

11. Yamada-kun and the Seven Witch – Miki Yoshikawa

yamada kun manga

Yamada-kun and the Seven Witch adalah komedi romantis supranatural tentang Ryuu Yamada, seorang anak nakal di sekolah menengah yang mengetahui bahwa ia memiliki kemampuan untuk berganti tubuh dengan siapa pun yang ia cium.

Bergabung dengan seorang siswa yang cukup terhormat dan wakil ketua dewan siswa yang nakal, Yamada belajar bahwa kemampuan anehnya mungkin terkait dengan legenda sekolah lama.

Yoshikawa menulis beberapa shonen romance yang paling asyik, dia punya kemampuan humor visual, dan karyanya dipenuhi dengan ketulusan yang memberikan kesegaran baru pada narasi persahabatan dan penemuan diri siswa sekolah menengah yang khas.

12. Sousou no Frieren – Kanehito Yamada

Sousou no Frieren - Kanehito Yamada manga

Sousou no Frieren, atau dengan judul internasional Frieren: Beyond Journey’s End, ditulis oleh Kanehito Yamada dan diilustrasikan oleh Tsukasa Abe.

Manga ini telah diserialkan di majalah manga shounen milik Shogakukan Weekly Shonen Sunday sejak April 2020.

Berlatar di dunia fantasi, ceritanya mengikuti Frieren, seorang penyihir elf, saat dia memulai perjalanan untuk mencapai tempat peristirahatan jiwa untuk bertemu kembali dengan Himmel, rekannya saat membunuh Raja Iblis.


Ada juga banyak judul manga shonen yang ditulis oleh penulis yang lebih suka tidak diketahui gendernya, seperti Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba dari Koyoharu Gotoge dan The Promised Neverland dari Kaiu Shirai meski ilustratornya, Posuka Demizu, dipastikan perempuan, serta penulis non-biner seperti Yuhki Kamatani (Nabari no Ou).

Itu semua menunjukkan bahwa, meski pemasaran manga ini berbasis gender, bakat untuk menceritakan berbagai jenis cerita tak mengenal batas seperti itu.

Nah, itu tadi deretan serial manga shounen karya perempuan yang seru untuk diikuti. Agar tak ketinggalan tulisan terbaru dari Kearipan bisa ikuti di Google News.

]]>
https://www.kearipan.com/manga-shonen-karya-perempuan/feed/ 4 224
Ketika Joe Sacco Menyuarakan Palestina yang Tertindas https://www.kearipan.com/joe-sacco-palestina/ https://www.kearipan.com/joe-sacco-palestina/#comments Mon, 30 Oct 2023 06:36:55 +0000 https://www.kearipan.com/?p=45238 “Orang-orang yang tinggal bersama dirinya,” tulis Edward Said, “adalah para pecundang sejarah – dibuang ke pinggiran ketika mereka terlihat menggelandang dengan sedih. . . . Dengan pengecualian satu atau dua novelis dan penyair, tidak ada yang pernah membuat keadaan yang mengerikan ini menjadi lebih baik.”

Mungkin mengejutkan untuk mengetahui bahwa beberapa paragraf sebelumnya, intelektual ikonik Palestina itu sedang menceritakan dirinya ketika menyelundupkan edisi terlarang dari Superman dan Captain Marvel ke rumah masa kecilnya, karena dia tidak memuji buku akademis tebal atau dokumenter politik, tetapi sebuah buku komik – khususnya Palestina karya Joe Sacco.

Edward Said
Edward Said, pemikir intelektual, aktivis politik, dan kritikus sastra kelahiran Palestina. Terkenal sebagai pendiri bidang akademis kajian pascakolonial (postcolonial studies).

Dirilis dua puluh lima tahun yang lalu tahun ini, komik Joe Sacco yang menggambarkan kehidupan di wilayah pendudukan itu menjadi terobosan. Jarang, dan masih jarang melihat seseorang mendokumentasikan orang-orang nyata yang tinggal di Palestina, di balik berita utama dan debat politik. Sacco melukiskan gambaran kehidupan di Tepi Barat dan Gaza dalam semua realitasnya yang berantakan dan tak sempurna, tanpa “agenda” atau solusi yang diusulkan.

Gambar-gambar itu melekat pada Anda: anak-anak Arab yang ditembak dengan peluru nyasar memenuhi bangsal rumah sakit. Para pemukim remaja berpatroli di Hebron bersenjata dengan sepucuk Uzi. Seorang kakek menangis setelah dipaksa oleh tentara Israel untuk menebang kebun zaitun keluarganya, satu-satunya sumber pendapatan mereka. Rumah-rumah dibongkar sebagai balasan atas kejahatan yang tidak terbukti oleh keluarga penghuninya.

Dan terlepas dari usia mereka, cerita-cerita itu memiliki relevansi yang meresahkan hari ini: tahun lalu menandai empat tahun tertinggi dalam penghancuran rumah-rumah Palestina, sementara bulan lalu, pasukan Israel menumbangkan tiga ribu pohon zaitun Palestina.

Palestine Joe Sacco

Dalam Palestina, Sacco menjalin sejarah Deklarasi Balfour – pernyataan tahun 1917 yang menandai dukungan pemerintah Inggris untuk “rumah nasional bagi orang-orang Yahudi” – ke dalam Nakba, dan realitas dari apa yang diwakili oleh peristiwa-peristiwa ini bagi orang-orang Palestina.

Dia menceritakan kisah-kisah seperti seorang pengungsi Palestina lanjut usia yang kembali ke bekas desanya setelah setengah abad dan menemukan bahwa desa itu telah dihancurkan.

Lihat: Palestina, Setelah Deklarasi Balfour

Pada saat banyak yang mengklaim bahwa orang Palestina “tidak ada” – seperti yang pernah dikatakan oleh mantan perdana menteri Israel Golda Meir – penggambaran Sacco tentang kehidupan di wilayah pendudukan adalah penolakan keras terhadap gagasan itu.

Orang Palestina memang ada, mereka memang ada, dan mereka akan terus ada, sebagai orang yang nyata, dengan kehidupan, pekerjaan, keluarga, dalam ketidakpastian pendudukan yang tidak pernah berakhir.

Lahir di Malta, Joe Sacco dibesarkan di Australia dan Amerika, menjadi jurnalis yang bekerja di layanan berita regional AS dan mempraktikkan ilustrasinya di komisi untuk dewan turis Malta. Pada akhir 1980-an, dia pergi bepergian, akhirnya mendapati dirinya berada di Timur Tengah pada saat Palestina sedang meletus. Sejak Intifada Pertama, dia telah menulis tentang konflik Bosnia (Safe Area Gorazde dan The Fixer), kemiskinan di Amerika (Days of Destruction, Days of Revolt) dan pengalaman penduduk asli Kanada (Paying the Land).

Dalam cerita ini, seperti jurnalis gonzo tahun 1970-an, Sacco menolak asumsi bahwa cerita penulis bisa independen – bahwa karya dapat dibangun tanpa bagian dari penulis yang tumpah ke halaman. Palestina-nya Sacco mengakui perannya sendiri dalam cerita tersebut.

Dari penggambaran karikatur wajahnya yang berkacamata hilang dalam kerumunan protes Israel hingga komentar informal tentang segala sesuatu di sekitarnya dan kritik terus-menerus terhadap perilakunya sendiri yang tampaknya cacat, tidak mungkin untuk melewatkan peran Sacco dalam karyanya sendiri.

Dalam karya-karya seperti Palestina, pembaca mengikuti Joe Sacco dalam pertemuannya dengan semakin banyak “pecundang sejarah”, dengan patuh menceritakan kisah mereka dan dengan setia membayangkan penderitaan yang mereka hadapi.

Terinspirasi oleh lukisan Goya dan Bruegel serta gaya Catch-22-nya Joseph Heller, ilustrasi Sacco mengambil gaya yang hampir hiperrealistik. Ekspresi berlebihan dari setiap karakter mencerminkan siapa mereka, sementara panoramanya menangkap setiap detail kehidupan sehari-hari yang tak ada habisnya. Sacco memadukan gaya buku komik kontra budaya dengan deskripsi yang begitu jujur ​​tentang subjeknya – bukan sebagai karikatur, tetapi sebagai orang yang sebenarnya.

Menariknya, buku terbaru Sacco, Paying the Land, mengambil arah yang berbeda. Sebagai kisah tentang penduduk asli Dene Kanada selama beberapa dekade, cakupannya sangat luas, mencakup segala hal mulai dari kemiskinan yang meluas, alkoholisme, dan penyalahgunaan obat-obatan hingga pipa minyak dan gas metalik yang luas yang kini melukai lanskap Kanada yang luas.

Dalam salah satu bab yang paling menarik, dia meneliti sejarah tentang bagaimana 150.000 anak-anak adat dididik secara paksa di sekolah berasrama yang dikelola negara di mana budaya dan identitas mereka sengaja dihapus, dan pelecehan verbal, fisik, dan seksual marak. Sekitar enam ribu anak meninggal di sekolah-sekolah itu, yang tetap buka sampai tahun 1990-an dan dikutuk dalam laporan tahun 2015 sebagai alat “genosida budaya” yang direstui negara.

Melalui trauma abadi dari anak-anak yang tinggal di institusi ini, Joe Sacco menawarkan sekilas gambaran yang langka tentang sejarah yang menyakitkan dan komplit soal orang-orang Dene, yang membentuk rasa sakit dan kemiskinan yang mereka hadapi hingga hari ini.

Kekuatan lain dari Sacco adalah tidak adanya solusi dan struktur politik. Karyanya memiliki sinisme yang tertanam terhadap tentara dan politisi, terhadap penegak hukum atau tokoh jauh yang tidak pernah menghadapi penderitaan yang didokumentasikannya.

Sebagian dari kritik itu ditujukan untuk jurnalis lain; ketika Sacco menghabiskan berbulan-bulan dengan subjeknya di tempat-tempat seperti Palestina dan Bosnia, dia menyaksikan kunjungan singkat dari jurnalis Barat yang akan menggunakan kehancuran sebagai latar belakang yang menarik untuk laporan berita sebelum menghilang keesokan harinya.

Seperti yang dikatakan Edward Said: “Joe akan berada di Palestina dan hanya itu – menghabiskan waktu sebanyak yang dia bisa, jika tidak pada akhirnya menjalani kehidupan terkutuk yang dijalani orang-orang Palestina.”

Hal itu memang inti dari kehebatan tentang pekerjaan Joe Sacco. Karyanya bukan sekadar reportase, atau berburu sudut pandang tertentu, tetapi upaya untuk menyempurnakan kisah orang sungguhan, baik mereka yang selamat dari perang Bosnia yang menemukan rasa identitas budaya dalam rokok buatan Bosnia atau jeans Levi’s, orang Palestina di pengungsi kamp-kamp semi permanen yang berbagi cerita dengan suguhan teh yang kemanisan, atau orang-orang Dene, yang “tidak terikat pada budaya yang pernah melabuhkan mereka,” karena tanah mereka diserahkan kepada perusahaan minyak dan gas.

Kesetiaan Sacco adalah kepada manusia yang terperangkap di tengah konflik besar, pergolakan, dan intervensi liberal tahun 1990-an dan 2000-an – mereka yang paling sedikit berpengaruh, tapi paling menderita.

Dia telah memberikan wajah dan suara untuk “pecundang sejarah” – sebagaimana Said menyebut mereka – dan memastikan bahwa kehidupan, cerita, dan kemanusiaan sehari-hari mereka selalu di depan dan di tengah.

Seperempat abad sejak publikasi pertama Palestina, Joe Sacco mengimbau orang-orang untuk menolak melupakan korban jiwa dalam tiap inti konflik.

*

Diterjemahkan dari artikel Jacobin berjudul Joe Sacco Has Given Voice to the Oppressed in Palestine and Beyond.

]]>
https://www.kearipan.com/joe-sacco-palestina/feed/ 7 Interview with Joe Sacco: Graphic Journalism and Palestine nonadult 45238
10 Buku dan Karya Franz Kafka Terbaik https://www.kearipan.com/karya-franz-kafka/ https://www.kearipan.com/karya-franz-kafka/#respond Wed, 21 Jun 2023 08:42:34 +0000 https://www.kearipan.com/?p=53959 Sepanjang hidup Franz Kafka, dia bergumul dengan perasaan terasing dan terasing. Ini adalah dua tema utama yang terlihat jelas di seluruh novel dan cerpennya bersama, ketakutan, absurditas, dan gagasan di balik Eksistensialisme.

Sayangnya, beberapa karya dalam daftar ini belum selesai karena kematian Kafka di usia empat puluh tahun. Semua yang termasuk dalam kategori ini direncanakan untuk dibakar, seperti yang dinyatakan dalam surat wasiatnya. Untungnya, teman seumur hidupnya, Max Brod, menyimpan karya-karya ini dan menerbitkannya.

1. The Metamorphosis

franz kafka the metamorphosis book penguin cover

The Metamorphosis adalah novel Franz Kafka yang paling terkenal dan umumnya dianggap sebagai mahakaryanya.

Kisah ini ditulis dalam tiga minggu dalam ledakan inspirasi dan melahirkan kisah Gregor Samsa. Gregor, seorang penjual keliling biasa, bangun pada suatu pagi untuk mengetahui bahwa dia telah berubah menjadi serangga raksasa.

Transformasi ini berjalan tanpa penjelasan atau alasan. Dia akhirnya kehilangan kontak dengan kemanusiaannya dan meninggal, yang membuat anggota keluarganya senang.

2. The Trial

franz kafka the trial book penguin

The Trial adalah novel pendek yang mengikuti kisah Josef K., seorang pria yang dituduh melakukan kejahatan yang tidak diketahui.

Di sepanjang cerita, dia mencoba tanpa hasil untuk mencari tahu apa yang seharusnya dia lakukan, tetapi tidak pernah diungkapkan kepada K. atau pembaca.

Dia dituntut oleh otoritas yang tidak dapat dia akses, juga tidak memiliki kemampuan nyata untuk membela diri.

3. The Castle

franz kafka the castle book

The Castle adalah novel yang mengikuti “K” sang protagonis yang tiba di sebuah desa, berharap mendapatkan akses ke kastil. Dia berjuang untuk menyelesaikan tugas ini dan sayangnya, Franz Kafka meninggal sebelum menyelesaikan novelnya.

Dia menyarankan bahwa itu akan berakhir dengan K. sekarat di desa dan menerima surat Kafkaesque yang absurd dari kastil.

4. Letter to His Father

franz kafka letter to his father

Ini adalah surat setebal 40+ halaman yang ditulis Kafka untuk ayahnya Hermann. Di dalamnya, dia menguraikan ketakutan dan tekanan masa kecilnya dan pengaruh ayahnya terhadap dirinya, kebanyakan negatif.

Kafka berharap dengan menulis surat ini dia dan ayahnya dapat menjembatani kesenjangan di antara mereka. Tapi, ibunya tidak pernah memberikan surat itu kepada ayahnya seperti yang dia minta. Sebaliknya, itu dikembalikan kepadanya.

5. Amerika

franz kafka amerika the man who disappeared book

Novel yang tidak lengkap ini juga dikenal dengan judul The Man Who Disappeared. Karya Franz Kafka ini ditulis antara tahun 1911 dan 1914.

Novel ini menggambarkan perjalanan Karl Roßmann dari Eropa yang saat itu masih berusia enam belas tahun. Ia terpaksa berimigrasi ke Amerika menjadi skandal yang melibatkan pembantu rumah tangga.

Novel itu terputus tanpa kesimpulan tetapi Kafka memberi tahu temannya Max Brod bahwa novel itu akan diakhiri dengan rekonsiliasi.

6. A Hunger Artist

Dalam kisah yang aneh dan meresahkan ini, Franz Kafka menggambarkan profesi seorang seniman kelaparan yang membuat dirinya kelaparan demi hiburan orang lain.

Artis yang menjadi fokus cerita ini sudah mulai kehilangan minat pada profesinya. Pada saat yang sama, ia mencapai puncak seninya. Novel ini diterbitkan pada tahun 1922.

7. Letters to Milena

Buku ini adalah kumpulan dari banyak surat Franz Kafka yang dia tulis kepada Milena Jesenská selama periode tiga tahun di tahun 1920-an.

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman pada tahun 1952 dan kemudian dalam bahasa Inggris setahun kemudian. Dipenuhi dengan kutipan-kutipan berkesan yang menjelaskan kondisi mental Kafka selama periode itu.

8. A Country Doctor

A Country Doctor adalah cerita pendek yang ditulis pada tahun 1917 dan diterbitkan dalam kumpulan dengan nama yang sama. Ini merinci perjalanan seorang dokter di tengah malam musim dingin.

Dia pergi mengunjungi seorang pasien dan sementara di sana menghadapi serangkaian rintangan yang tidak masuk akal dan tidak nyata.

9. The Burrow

Kisah ini adalah salah satu dari beberapa cerita yang belum diselesaikan Franz Kafka sebelum dia meninggal. Itu diterbitkan secara anumerta pada tahun 1931.

Ini adalah kisah yang aneh dan menakutkan tentang makhluk yang menggali melalui sistem terowongan yang dibangunnya selama masa hidupnya. Makhluk itu selalu takut akan sesuatu yang terjadi pada liangnya atau satu jenis serangan dari musuh. Dia mulai terobsesi dengan kebisingan dan memutuskan untuk menyelidikinya.

Diperkirakan bahwa cerita itu seharusnya diakhiri dengan invasi binatang buas yang mengganggu sistem.

10. The Penal Colony

The Penal Colony bercerita tentang eksekusi brutal dan mengerikan dari seorang tahanan. Narasinya sangat berfokus pada “aparat” yang akan mengukir hukuman narapidana di punggungnya sebelum membiarkannya mati.

Melalui cerita, tujuan dari proses ini terungkap. Adalah keyakinan administrator bahwa hanya melalui rasa sakit seorang narapidana akan mengetahui kebenaran dari kesalahan mereka.


Nah itu beragam karya Franz Kafka yang sudah dibukukan.

]]>
https://www.kearipan.com/karya-franz-kafka/feed/ 0 53959
Sejarah Singkat Spy Fiction (Fiksi Spionase) https://www.kearipan.com/spy-fiction/ https://www.kearipan.com/spy-fiction/#respond Mon, 18 Apr 2022 16:36:09 +0000 https://www.kearipan.com/?p=50642 Jika kamu menyukai intrik spionase internasional dan aksi serta petualangan film populer seperti James Bond, maka kamu mungkin menyukai novel mata-mata. Fiksi soal mata-mata menjadi terkenal di dunia sastra sebagai tanggapan langsung terhadap politik dunia di abad ke-20.

Spy Fiction adalah sub-genre Crime Fiction (Fiksi Kriminal) yang memasukkan spionase sebagai perangkat plot utama. Bagaimana Spy Fiction menjadi bahan pokok sastra kontemporer yang begitu populer? Inilah sejarah singkat fiksi mata-mata, dari awal hingga sekarang.

Sejarah Awal Spy Fiction

Contoh pertama novel mata-mata dapat ditelusuri kembali ke abad ke-19. Misalnya, di Amerika, novelis James Fenimore Cooper menulis novel spionase The Spy pada tahun 1821 dan The Bravo pada tahun 1831. Namun fiksi mata-mata tidak benar-benar berkembang sampai Perang Dunia pertama.

Dengan Perang Dunia I datanglah novelis mata-mata pertama di dunia John Buchan, dengan novel-novel yang menggambarkan perang sebagai benturan budaya.

Novel terkenal dari Buchan termasuk The Thirty-Nine Steps dan Greenmantle, keduanya menampilkan karakter mata-mata fiksi Richard Hannay. The Thirty-Nine Steps juga menjadi inspirasi untuk film terkenal tahun 1935 dari Alfred Hitchcock, The 39 Steps.

Perang Dingin dan Boom Spy Fiction

Sementara perang dan konflik internasional selalu memicu lebih banyak minat pada buku mata-mata, genre fiksi mata-mata benar-benar lepas landas selama Perang Dingin.

Dengan ancaman perang nuklir dan terorisme, ketidakpercayaan dan ketakutan menyebar ke seluruh dunia. Pembaca beralih ke fiksi mata-mata untuk melihat Amerika Serikat dan sekutunya berperang melawan Red Scare yang selalu mengancam (Uni Soviet dan ancaman komunisme internasional).

Dengan begitu banyak kecemasan dan spekulasi seputar hubungan tegang antara kekuatan dunia ini, novel mata-mata menjadi cara bagi penulis untuk menebak apa yang terjadi di balik layar selama gejolak politik ini. Dan itu adalah cara bagi pembaca untuk meredakan ketakutan yang mereka miliki tentang keadaan dunia.

Mata-mata terbesar yang keluar dari ledakan fiksi mata-mata Perang Dingin? Bond, James Bond! Agen Dinas Rahasia Inggris ini diciptakan oleh penulis Inggris Ian Fleming pada tahun 1953.

casino royale ian flemming james bond

Dua belas novel Fleming dan dua kumpulan cerita pendek yang dibintangi mata-mata yang juga dikenal sebagai 007 telah menginspirasi program televisi, serial radio, komik, video game, dan tentu saja yang paling terkenal film.

Pada tahun 2021, ada 25 film James Bond, yang terbaru adalah No Time to Die tahun 2021 yang dibintangi oleh Daniel Craig.

Meski Ian Fleming meninggal pada tahun 1964, delapan penulis lain telah menulis novel-novel resmi Bond sejak kematiannya. Novel Bond terbaru adalah Forever and a Day karya Anthony Horowitz, yang diterbitkan pada Mei 2018.

Fiksi Spionase Setelah Perang Dingin

Ketika Perang Dingin berakhir pada tahun 1991, Kongres Amerika Serikat mempertimbangkan untuk membubarkan CIA, dan tiba-tiba fiksi mata-mata kehilangan penjahat utamanya.

Banyak novel mata-mata di akhir abad ke-20 memecahkan masalah ini dengan menjadi sejarah dengan cerita mata-mata mereka.

Penulis yang menulis Spy Fiction populer selama periode Perang Dingin melanjutkan karir mereka di tahun 90-an dengan membayangkan ancaman baru; misalnya, The Night Manager karya John le Carré merinci operasi penyamaran untuk menjatuhkan dealer senjata internasional utama.

Kemudian terjadi serangan terhadap Amerika Serikat pada 11 September 2001. Ketakutan akan terorisme yang mengikuti serangan tersebut menghidupkan kembali minat dalam politik internasional dan spionase. Generasi baru penulis thriller mata-mata muncul, termasuk Restless karya William Boyd dan The Tourist karya Olen Steinhauer.

Novel spionase abad ke-21 sering kali berlatar masa lalu tetapi sering kali juga merupakan kisah kontemporer tentang organisasi mata-mata yang memerangi ancaman teroris. Dalam beberapa tahun terakhir, pembaca juga telah menunjukkan peningkatan minat pada judul nonfiksi yang masuk ke realitas pekerjaan sebagai mata-mata.

Baru tahun lalu, Douglas London, seorang veteran 34 tahun CIA, merilis sebuah memoar mengungkapkan tentang Intelijen Amerika berjudul The Recruiter.

Ketakutan akan ancaman internasional yang tidak diketahui masih memicu banyak karya Spy Fiction yang dirilis hari ini, dari buku-buku berlatar masa kini seperti seri Killing Eve karya Luke Jennings (judul terbaru adalah Killing Eve: No Tomorrow) hingga judul-judul sejarah seperti American Spy karya Lauren Wilkinson.

*

Referensi:

]]>
https://www.kearipan.com/spy-fiction/feed/ 0 50642
Edogawa Ranpo: Master Cerita Detektif dan Misteri Klasik Jepang https://www.kearipan.com/edogawa-ranpo/ https://www.kearipan.com/edogawa-ranpo/#respond Sat, 16 Apr 2022 04:22:44 +0000 https://www.kearipan.com/?p=50603 Selama beberapa tahun terakhir, minat luar negeri terhadap cerita misteri honkaku klasik Jepang meningkat, termasuk karya-karya seperti Honjin satsujin jiken karya Yokomizo Seishi (diterbitkan dalam bahasa Jepang pada tahun 1947 dan dalam terjemahan bahasa Inggris oleh Louise Heal Kawai sebagai The Honjin Murder pada tahun 2019).

Sebuah artikel Guardian menyarankan cerita pertama dalam genre ini adalah debut Edogawa Ranpo, sebuah kisah pemecahan kode yang disebut “Nisen dōka” (diterjemahkan “The Two-Sen Copper Coin”).

Dalam genre honkaku, informasi kunci diungkapkan dengan cermat kepada pembaca dan ada penjelasan logis tentang siapa pelakunya.

“Cerita detektif ini disusun untuk pada dasarnya menjaga hubungan yang adil antara pembaca dan penulis,” jelas Ishikawa Takumi, seorang profesor sastra di Universitas Rikkyō.

“Ranpo mengira dia ingin menulis misteri honkaku, tapi sebenarnya hanya cerita awalnya seperti “The Two-Sen Copper Coin” dan “Shinri shiken” [diterjemahkan “The Psychological Test”] bisa dikatakan cocok dengan genrenya. Dia mencoba menulis cerita honkaku, tetapi tidak berhasil.”

Yokomizo delapan tahun lebih muda dari Ranpo dan mendukung pekerjaannya sebagai editor sebelum Perang Dunia II. Tak lama setelah akhir konflik, ia menjadi terkenal melalui The Honjin Murders, sebuah misteri ruang terkunci yang menampilkan detektif hebat Kindaichi Kōsuke. Setelah itu, ia menerbitkan banyak novel tentang pembunuh berantai, yang sering kali mengacu pada adat dan legenda tradisional.

Penulis yang lebih tua, bagaimanapun, berjuang dengan bentuk yang panjang. “Ranpo sering menemui jalan buntu saat mengerjakan novelnya, muak, dan meninggalkannya,” kata Ishikawa. Jadi di mana letak nilai sebenarnya dari Ranpo?

Edogawa Ranpo Menyelidiki Pikiran Manusia

Lahir sebagai Hirai Tarō di Prefektur Mie pada Oktober 1894 dan dibesarkan di Nagoya, Ranpo datang untuk menikmati adaptasi dan terjemahan singkat dari cerita detektif berbahasa Inggris melalui penulis seperti Kuroiwa Ruik.

Pada tahun 1912, ia pergi ke Tokyo, di mana ia belajar di sekolah ilmu politik dan ekonomi di Universitas Waseda.

Saat menjadi mahasiswa, ia menjadi asyik dengan misteri dari Edgar Allan Poe (inspirasi untuk nama penanya), Arthur Conan Doyle, dan lain-lain, yang ia baca dalam bahasa Inggris asli.

“Sastra Jepang modern dimulai dengan penerjemahan karya dari bahasa Inggris ke bahasa Jepang, dan ini juga berlaku untuk genre misteri,” kata Ishikawa.

“Selain adaptasi dan terjemahan singkat, penulis seperti Okamoto Kidō dan Nomura Kod menghasilkan ‘buku kasus’ cerita misteri mereka sendiri yang berlatar periode Edo [1603–1868].

“Penulis sastra termasuk Izumi Kyōka, Ozaki Kōyō, Akutagawa Ryūnosuke, dan Tanizaki Jun’ichirō menulis karya-karya yang dipengaruhi oleh genre tersebut, membangkitkan Ranpo muda sebelum debutnya, tetapi buku-buku misteri umumnya dipandang sebagai sesuatu yang dibuang di dunia sastra. Saya pikir Ranpo meremehkan ceritanya sendiri sebagai untuk selera populer, sementara memiliki keyakinan bahwa mereka tidak kalah dengan fiksi sastra.”

Material asli milik Edogawa Ranpo, termasuk naskah untuk “The Two-Sen Copper Coin”, di Universitas Rikkyō di Tokyo. (© Jiji)
Material asli milik Edogawa Ranpo, termasuk naskah untuk “The Two-Sen Copper Coin”, di Universitas Rikkyō di Tokyo. (© Jiji)

Karya awal Ranpo seperti “Ningen isu” (“The Human Chair”), “Yaneura no sanposha” (“The Stalker in the Attic”), dan “Injū” (“Beast in the Shadows”) adalah karya yang paling terkenal. Kisah-kisah semacam itu—yang telah digambarkan sebagai aneh, sesat, atau eroguro (erotis dan aneh)—pada dasarnya didasarkan pada perspektif unik Ranpo dan bakatnya untuk membuka kedalaman hati manusia.

“Dalam sepuluh tahun aktivitas energik sebelum perang, aspek paling cemerlang dari sifat sastranya muncul ke permukaan,” komentar Ishikawa.

“Ranpo menjadi seorang penulis ketika Freudianisme dan bentuk-bentuk psikoanalisis lainnya memasuki Jepang. Dipengaruhi oleh ilmu yang meneliti mentalitas manusia, ia mengambil sisi gelap orang dan keinginan serta ketakutan mereka sebagai bahan untuk tulisannya.

“Secara khusus, dia menulis secara efektif tentang kapan dan bagaimana orang merasakan kegelisahan dan teror. Ketakutan yang dia rasakan selalu berasal dari manusia. Tidak ada monster seperti di Frankenstein atau fenomena supernatural seperti hantu. Itu adalah dunia di mana manusia adalah hal yang paling menakutkan.”

Pada tahun 1930, ia menerbitkan novel Kotō no oni (The Demon of the Lonely Isle), yang memiliki motif cinta homoseksual laki-laki. Bukunya tahun 1934 Kuro tokage (diterjemahkan oleh Ian Hughes sebagai The Black Lizard) kemudian diadaptasi menjadi sebuah drama oleh Mishima Yukio yang telah dipentaskan hingga saat ini. Dalam kisah harta karun tersembunyi ini, detektif Akechi Kogor berhadapan dengan Black Lizard, seorang pencuri “wanita”.

Namun, seperti yang dijelaskan Ishikawa, “Cerita aslinya ditulis dengan gaya tertentu di mana tidak mungkin untuk menyatakan secara meyakinkan bahwa Kadal Hitam adalah seorang wanita. Dalam istilah hari ini, orang bisa melihat karakter sebagai transgender. Dalam karya Ranpo, ada juga karakter fisik ‘aneh’, tapi saya menganggap ini berasal dari minatnya untuk menggambarkan orang-orang yang batinnya berbeda dari tubuh mereka.ies, bukan dari prasangka atau diskriminasi.”

Klub Detektif Laki-Laki

Sejak sekitar tahun 1935, ide Ranpo mengering, dan dia praktis berhenti menulis fiksi. Ceritanya tahun 1929 “Imomushi” (trans. “The Caterpillar”), tentang seorang pria yang kehilangan keempat anggota tubuhnya dalam pertempuran, dilarang pada tahun 1939 oleh sensor masa perang.

Setelah ini, dia tidak bisa menerbitkan ceritanya. Pada saat yang sama, ia diketahui telah menulis esai untuk majalah yang berafiliasi dengan angkatan laut yang tidak memiliki sensor sebelumnya. Dalam artikel tahun 1942 “Etajima ki” (An Account of Etajima), tentang kunjungan ke akademi angkatan laut, ada adegan mengharukan di mana para pemuda “berpipi merah”, “indah” dengan berlinang air mata memeluk senior mereka yang lulus.

“Ranpo memiliki kecenderungan untuk perasaan cinta yang samar di antara anak laki-laki,” kata Ishikawa. “Dia sangat tersentuh melihat mereka di masa ketegangan itu, ketika besok mereka mungkin mati, dan tampaknya dengan bebas mengekspresikan seleranya sendiri.”

Fiksi detektif dihidupkan kembali setelah perang, telah ditekan selama konflik karena merusak moral publik. Novel serial Ranpo tahun 1936, Kaijin nijū mensō (diterjemahkan oleh Dan Luffey sebagai The Fiend with Twenty Faces) telah menggabungkan Akechi Kogoro dengan anak didiknya, Kobayashi Yoshio muda.

Itu menjadi sangat populer, diikuti oleh petualangan lain yang menampilkan Kobayashi dan Boys Detective Club-nya.

Di era pascaperang, Ranpo melanjutkan seri dengan Seidō no majin (trans. oleh Eugene Woodbury sebagai The Bronze Devil), diserialkan dari tahun 1949, dan seri berlanjut hingga tahun 1962, dengan adaptasi radio, televisi, dan film yang muncul.

Shōnen tanteidan karya Ranpo (diterjemahkan oleh Gavin Frew sebagai The Boy Detectives Club), di kiri, dan karya lainnya.
Shōnen tanteidan karya Ranpo (diterjemahkan oleh Gavin Frew sebagai The Boy Detectives Club), di kiri, dan karya lainnya.

Dalam cerita awal seperti “D-zaka no satsujin jiken” (“Kasus Pembunuhan di Bukit D.”) dan The Psychology Test, Akechi tidak dipoles dan belum dewasa, tetapi gambar ini berubah di karya selanjutnya. Pada saat Boy Detectives Club, ia memiliki kecanggihan perkotaan, dan ada kejar-kejaran mobil dan adegan aksi penuh warna lainnya. Namun, daya tarik luar biasa dari seri ini berasal dari “iblis dengan dua puluh wajah” yang jahat.

“Ada semacam filosofi kejahatan dalam tidak membunuh atau menumpahkan darah,” kata Ishikawa.

“Penulis juga jelas lebih antusias menggambarkan karakter utama dalam The Black Lizard. Daripada bertindak sebagai protagonis, Akechi mungkin dikatakan ada di sana untuk membiarkan kejahatan bersinar.”

Edogawa Ranpo Mendukung Penulis Muda

Ishikawa mencatat bahwa Ranpo memberikan kontribusi besar pada genre misteri di Jepang pascaperang, bahkan setelah dia berhenti menulis fiksi untuk orang dewasa.

“Aktivitas Ranpo yang paling penting adalah dalam mengungkap dan memelihara bakat muda melalui pekerjaan editorial di majalah fiksi detektif seperti Hōseki. Kelangsungan hidup rumahnya di Ikebukuro, Tokyo, melalui bom api masa perang adalah keberuntungan besar.”

“Koleksinya menjadi sumber ‘buku teks’ untuk adegan misteri pascaperang, ketika para penulis berkumpul di rumahnya untuk meminjam buku dan mendiskusikannya. Ini mengarah pada pendirian Klub Penulis Fiksi Detektif, hari ini Penulis Misteri Jepang.”

Koleksi buku Edogawa Ranpo. Foto: Nippon.
Koleksi buku Edogawa Ranpo. Foto: Nippon.

Dalam esai 1947, Ranpo menulis tentang bagaimana menurutnya fiksi detektif membutuhkan Bashō untuk mengubah genre dan meningkatkan posisi sastranya, karena penyair telah menyempurnakan bentuk haikai.

Dia kemudian memberikan pujian pada Ten to sen karya Matsumoto Seich (diterjemahkan oleh Makiko Yamamoto dan Paul C. Blum sebagai Titik dan Garis), yang diterbitkan pada tahun 1958, mengatakan bahwa Seichō memang “seorang Bashō.” Ketika majalah di mana Zero no shōten (Zero Focus) Seich sedang dilipat, cerita memulai kembali serialisasi di Hōseki, di mana Ranpo menjadi pemimpin redaksi.

Sementara Seichi menghormati Ranpo, Ishikawa menjelaskan bahwa menurutnya motif itu penting ketika menulis tentang kejahatan, daripada trik pintar, dan bersikeras bahwa novelnya bukan fiksi detektif (tantei), tetapi fiksi “deduksi” (suiri). Namun demikian, catat Ishikawa, dia menggunakan pengaruh Ranpo untuk meningkatkan posisinya sendiri sebagai penulis.

Seorang Kreator dalam “Media Mix”

Universitas Rikkyō sekarang mengelola bekas kediaman Ranpo sebagai Edogawa Rampo Memorial Center for Popular Culture Studies, pusat penelitian penulis.

“Ranpo memiliki keterikatan yang kuat dengan kertas dan bahan cetakan, dan dia menyimpan semua jenis kertas, dari surat hingga catatan pembelian dari toko buku bekas. Ada sekitar 40.000 item ini, dan bahkan lebih jika Anda menyertakan memo tulisan tangan dan sebagainya.”

“Saat pekerjaan memesan dan menganalisis bahan-bahan ini terus berlanjut, pasti akan ada banyak penemuan berharga. Misalnya, Ranpo bekerja sama dengan polisi, membantu penyelidikan dalam Insiden Teigin 1948, ketika dua belas pekerja bank tewas diracun dan uang tunai serta perangko dicuri. Jika kita dapat menemukan catatan waktu Ranpo, kita mungkin akan belajar sesuatu yang baru.”

Ada juga minat internasional yang baru, seperti yang dijelaskan Ishikawa.

“Sebelumnya, Ranpo sering dianggap sebagai peniru Conan Doyle dan penulis misteri berbahasa Inggris lainnya. Sekarang lebih banyak peneliti muda yang memperhatikan aspek lain dari karyanya. Banyak dari mereka yang terpesona oleh subkultur, melihat video game, anime, dan manga sebagai budaya asli Jepang.”

“Ranpo tampaknya dipandang sebagai pengarang yang memiliki unsur subkultur. Setelah perang, karya-karyanya secara teratur dibuat menjadi film dan acara TV, tetapi di era ‘campuran media’ saat ini, adaptasi menjadi manga, anime, dan berbagai bentuk lainnya bahkan lebih umum. Ranpo tidak diragukan lagi akan tetap populer sebagai penulis dan pencipta konten asli untuk pengerjaan ulang dalam bentuk lain.”

*

Referensi:

]]>
https://www.kearipan.com/edogawa-ranpo/feed/ 0 50603
Berapa Penghasilan Seorang Mangaka di Jepang? https://www.kearipan.com/penghasilan-mangaka/ https://www.kearipan.com/penghasilan-mangaka/#respond Sat, 26 Mar 2022 09:34:48 +0000 https://www.kearipan.com/?p=50325 Manga atau sebutan untuk komik asal Jepang ini sudah menjadi salah satu budaya dan industri yang dikenal di luar Negeri Sakura.

Di Jepang, manga dibaca oleh berbagai kalangan masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa. Banyak yang menyukai manga sebagai bacaan sehari-hari, dan ada pula yang menjadikannya hobi.

Banyak judul manga yang sangat populer dicetak disana dan diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, dan disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.

Banyak yang mempertanyakan siapa yang bekerja di balik pembuatan manga? Tentunya tidak lepas dari seorang komikus penciptanya yang disebut mangaka.

Mereka bekerja dari pagi hingga malam untuk menyelesaikan beberapa halaman atau sejumlah chapter, mereka kadang lupa mandi, hanya makan makanan instan atau jarang membereskan ruangan akibat harus menyelesaikan manganya.

Lantas, berapa sih penghasilan seorang mangaka? Hal tersebut pasti banyak dipertanyakan para pencinta bacaan yang satu ini.

Berikut beberapa informasi yang saya dapatkan mengenai penghasilan seorang Mangaka pada umumnya.

Sumber Penghasilan Seorang Mangaka

Secara garis besar pendapatan seorang Mangaka dapat dibedakan menjadi tiga:

1. Genkouryou

Genkouryou merupakan pendapatan pokok dari seorang mangaka yang mereka terima dari perusahaan yang menerbitkan karya mereka. Biasanya, bayaran ini dihitung per halaman.

Selain itu, perusahaan penebit manga akan memberi batas berapa halaman komik yang boleh mereka terbitkan, ini tergantung dari reputasi dan tingkat kepopuleran manga tersebut.

Standarnya, bayaran tiap satu halaman adalah tujuh ribu yen atau kira-kira setara dengan tujuh ratus ribu rupiah. Namun jika reputasinya terus meningkat, bayaran bisa meningkat hingga mencapai 20.000 yen atau sekitar dua juta rupiah setiap halamannya.

2. Inzei

Seorang mangaka juga mendapat Inzei, yang berarti royalti dari chapter-chapter yang berhasil dibukukan atau disebut tankobon.

Normalnya mereka akan mendapatkan 10% dari hasil penjualan buku komik yang mereka buat, perlu diketahui juga rata-rata harga satu buku komik di Jepang berkisar Rp.40.000, coba hitung jika buku komik mereka terjual ratusan hingga jutaan?

3. Royalti Game, Anime, dan Merchandise

Jika manga mereka sangat populer dan diadaptasi jadi anime, para mangaka juga akan mendapat royaltinya.

Apalagi kalau kemudian dibuat menjadi video game dan berbagai merchandise lain, bayangkan saja berapa penghasilan mereka.

]]>
https://www.kearipan.com/penghasilan-mangaka/feed/ 0 50325