Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Buku Selalu Berbahaya

Andalucia, Spain, 1971. Foto: Guy Le Querrec/Magnum. Di universitas-universitas di seluruh dunia, para siswa mengklaim bahwa membaca buku dapat meresahkan mereka hingga menjadi depresi, trauma, atau bahkan bunuh diri. Beberapa berpendapat bahwa novel Virginia Woolf Mrs Dalloway (1925), yang di dalamnya ada bunuh diri, dapat memicu pemikiran bunuh diri di antara mereka yang cenderung melukai diri sendiri. Yang lain bersikeras bahwa The Great Gatsby (1925) karya Scott Fitzgerald, dengan arus terpendam soal kekerasan pasangan, mungkin memicu ingatan menyakitkan tentang pelecehan dalam rumah tangga. Bahkan teks-teks klasik kuno, para siswa berpendapat, bisa berbahaya: di Universitas Columbia di New York, para aktivis mahasiswa menuntut agar peringatan dilampirkan pada Metamorphoses milik Ovid dengan alasan bahwa ‘penggambaran gamblang tentang perkosaan’ mungkin memicu perasaan tidak aman dan kerentanan di kalangan beberapa siswa tingkat akhir. Ini mungkin pertama kalinya dalam se...

Perfeksionisme Neoliberal

Foto: Bethany Szentesi / Unsplash Sebuah penelitian baru oleh Thomas Curran dan Andrew Hill dalam jurnal Psychological Bulletin menemukan bahwa perfeksionisme terus meningkat. Penulis, keduanya psikolog, menyimpulkan bahwa “generasi muda belakangan ini mempersepsikan bahwa orang lain lebih menuntutnya, lebih menuntut orang lain, dan lebih menuntut diri mereka sendiri.” Saat mengidentifikasi penyebab utama dari meningkatnya nafsu akan keunggulan ini, Curran dan Hill tidak berbasa-basi: salahkan neoliberalisme. Ideologi neoliberal memuja persaingan, menghalangi kerja sama, mendorong ambisi, dan mengaitkan nilai pribadi dengan prestasi profesional. Tidak mengherankan, masyarakat yang diatur oleh nilai-nilai ini membuat orang-orang begitu menghakimi, dan sangat cemas untuk dihakimi. Psikolog biasa membicarakan perfeksionisme seolah-olah bersifat unidimensional — hanya mengarah dari diri sendiri ke diri sendiri. Sama seperti penggunaan sehari-harinya, yang biasa kita maksud saat ki...

Bertolt Brecht: Penyair Kabar Lara

Meski jauh lebih dikenal secara internasional sebagai penulis drama daripada sebagai seorang penyair, Bertolt Brecht punya karunia unggul dalam bahasa. Dia menerapkan semangat pemberontakan yang sama berani dalam puisinya seperti yang dia lakukan pada produksi teater kelas dunia di tahun-tahun akhir Republik Weimar, termasuk The Threepenny Opera and Rise and Fall of the City of Mahagonny . Brecht mulai menerbitkan puisinya saat masih remaja, sekitar waktu yang sama saat Jerman bersiap menghadapi Perang Dunia Pertama. Pada 1930-an, karyanya dengan jelas memiliki kecenderungan anti-Nazi. Pada tahun 1937, saat diasingkan di Svendborg, Denmark, Brecht menghasilkan edaran epigram-epigram tanpa rima yang ia sebut Deutsche Kriegsfibel ( German War Primer ), yang ia terbitkan di majalah bulanan Jerman berbasis Moskow, Das Wort, yang nantinya terhimpun dalam Svendborg Poems. Orang yang sering berkolaborasi dengan Brecht semasa Weimar adalah komposer Hanns Eisler — yang dalam pengasingan di ...