Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

Shin Megami Tensei: Persona 3

Setiap kali tahun baru tiba, saya berpikir banyak tentang pilihan yang saya buat di tahun sebelumnya, sementara pada saat yang sama bertanya-tanya bagaimana hari-hari berlalu begitu cepat. Seluruh pengalaman bermain Persona 3 mirip dengan perasaan itu. Sebuah JRPG dengan elemen simulasi sosial yang rilis pada tahun 2006 ini baru saya tamatkan di akhir 2019 ini - yang saya mainkan versi PSP keluaran 2009. Persona 3 dengan mudah jadi salah satu JRPG terbaik yang pernah saya mainkan. Saya rasa saya harus memainkan versi PlayStation 2. Saat siang hari, kamu adalah siswa sekolah menengah biasa; pada malam hari, menghabisi beragam monster. Demikianlah premis Persona 3. Kisah Persona 3 berlatar di sebuah kota Jepang yang disebut Iwatodai, dibangun dan didanai oleh Kirijo Corporation. Beberapa percobaan yang dilakukan sepuluh tahun yang lalu menciptakan Dark Hour, periode waktu yang ada antara satu hari dan berikutnya. Selama masa ini, kebanyakan orang berubah menjadi peti mati dan m...

Ngaleut Helen Sukanta

Diterbitkan oleh The Panasdalam Publishing di ujung tahun 2019, Helen dan Sukanta adalah novel berlatar era kolonial yang ditulis oleh Pidi Baiq. Roman ini bercerita tentang hubungan percintaan penuh tantangan antara kedua tokohnya: Helen, anak seorang pengusaha Belanda yang tinggal di kawasan Ciwidey dan selalu merasa kesepian karena tidak ada teman bermain, dan Sukanta, seorang pemuda kelahiran Cicadas yang bersama ibunya terpaksa pindah ke Ciwidey setelah ayahnya yang bergabung dengan kelompok revolusioner ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Belanda. Untuk merayakan perilisan novel teranyar Pidi Baiq ini, sekaligus memperkenalkan wawasan sejarah di baliknya secara populer, maka Komunitas Aleut mengadakan tur. Dengan titik awal di Alun-alun Bandung, ngaleut melewati beragam titik penceritaan yang berkaitan dengan novel Helen dan Sukanta , dan berakhir di Kantin Nasion The Panasdalam.

5 Anime Harem Terbaik di 2019

Popularitas anime harem telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Bukan sesuatu yang mengejutkan karena anime-anime ini cenderung klise. Protagonis yang dikelilingi banyak pengagumnya, dari karakter pemalu sampai tsundere, cerita apa lagi yang bisa ditawarkan coba? Memang makin sedikit anime ini saat ini, tapi jangan khawatir, ada anime-anime harem yang keluar di tahun 2019 ini. Saat menonton anime bergenre ini, yang terbaik adalah menjaga ekpektasi kita tetap rendah. Namun siapa yang tahu, kita mungkin akan menemukan anime favorit kita dari genre yang sering disepelekan ini. 1. Bokutachi wa Benkyou ga Dekinai (We Never Learn) Episode: 13 Genre: Comedy, Romance, School, Shounen Nariyuki Yuiga, seorang siswa SMA kelas tiga yang miskin, bekerja tanpa lelah untuk menerima nominasi VIP, sebuah beasiswa yang akan menanggung semua biaya kuliahnya. Sebagai penghargaan atas kerja kerasnya, kepala sekolah menghadiahkan kepadanya beasiswa yang diidamkannya itu. Namun, ...

JFF Bandung 2019

Dua malam Minggu kemarin dihabiskan bersama film dan duo motor penggerak Bahasinema. Di malam Minggu pertama, saat ngobrol setelah pemutaran Selasar Weekend Cinema yang terakhir di 2019, Echa dan Kantya nawarin tiket nonton Japanese Film Festival jatah Bahasinema, dengan syarat nulis review filmnya. Saya sih setuju-setuju aja, meski enggak terlalu ngikutin film Jepang kontemporer, mentok di Akira Kurosawa dan anime 90an. Agenda tahunan pemerintah Jepang ini kembali digelar untuk menjangkau penonton yang lebih besar dari ASEAN. Di tahun 2019 ini, JFF digelar dari 7 November hingga 22 Desember 2019 di 5 kota di Indonesia, seperti Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Surabaya, dan Bandung. Untuk Bandung, lokasi pemutarannya di CGV Paris van Java. Saya memilih menonton film-film ceria: Bento Harrasment dan Dance With Me .

Ngaleut Gereja Katedral Bandung

Terletak di Jalan Merdeka, gereja ini menjadi saksi bisu sejarah Keuskupan di Bandung yang dibangun sepanjang tahun 1921. Gereja Katedral Santo Petrus menjadi gereja tertua di Kota Bandung yang masih berdiri Didesain oleh arsitek C.P. Wolff Schoemaker dan dibangun oleh ahli bangunan M. Kunst itu pun lalu dipersembahkan kepada Santo Petrus atau Pastor P.J.W. Muller SJ sehingga kini disebut Gereja Katedral Santo Petrus. Katedral ini diberkati oleh Mgr. Luypen pada 19 Februari 1922. Bertepatan dengan momen Natal, Komunitas Aleut diberi kesempatan untuk menyusuri bangunan ini dipandu langsung oleh pihak gereja.

Membicarakan Buku yang Belum Dibaca

Saya ingat, meski ingatan saya mungkin salah, sebuah artikel hebat dari Giorgio Manganelli yang menjelaskan bagaimana pembaca mutakhir dapat mengetahui apakah sebuah buku layak dibaca meski dia belum membukanya. Dia tidak mengacu pada kapasitas yang sering dipunyai seorang pembaca profesional, atau seorang pembaca tekun dan cerdas, yang menilai dari kalimat pembuka, yang melirik dua halaman secara acak, yang melihat indeks, atau seringnya lewat membaca daftar pustakanya, untuk menentukan apakah buku tersebut layak dibaca. Yang seperti ini, saya pikir, hanyalah soal pengalaman. Bukan ini, Manganelli sedang berbicara tentang semacam iluminasi, sebuah kurnia yang dengan bukti jelas dan secara paradoks dia klaim memilikinya. How to Talk About Books You Haven’t Read , oleh Pierre Bayard, seorang psikoanalis dan profesor sastra, bukanlah tentang bagaimana Anda mengetahui meski tidak membaca bukunya melainkan bagaimana Anda dapat bisa dengan senang hati membicarakan sebuah buku yang be...

Ketika Beat Generation Mengubah Kebudayaan Populer

Allen Ginsberg, Jack Kerouac dan Gregory Corso, 1957. Foto: Bruce Davidson/Magnum Reputasi barudak Beat adalah salah satu yang berakar pada keadaan yang tidak menguntungkan: dari William S. Burroughs yang secara tidak sengaja menembak istrinya dalam permainan William Tell di Meksiko, hingga hukuman bui bagi Gregory Corso, Jack Kerouac dan lainnya, belum lagi singgungan yang tak terhitung dengan rumah sakit jiwa. Namun, mungkin karena kehidupan mereka yang berani, Beat mampu membuka ruang baru yang radikal, mengubah pandangan musik, sastra, dan seni secara global untuk generasi mendatang. Warisan yang mereka tinggalkan begitu kekal. Musim panas 2016, Centre Pompidou Paris menghadirkan pameran retrospektif tentang beragam barang artistik Beat, menghadirkan harta budaya pop seperti gulungan asli sepanjang 120 kaki, tempat Jack Kerouac awalnya menulis On the Road , foto-foto dokumenter Allen Ginsberg, Brion Gysin's 'cut-up' Stanley Knife, dan mesin tik Underwood vintage ...